Indonesia: Rest Area Berbahaya bagi Burung Migran

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Selasa, 14 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Puncak Hari Burung Migrasi Sedunia diperingati Senin, 13 Mei lalu. Peringatan ini mengingatkan kembali pentingnya wilayah Indonesia bagi burung-burung pelancong, sebab pada waktu-waktu tertentu, setiap tahun, Indonesia menjadi salah satu tuan rumah yang disinggahi penerbang jarak jauh ini. Sayangnya berbagai kondisi Indonesia saat ini tak bersahabat lagi bagi burung migran.

Peneliti menyebut, alasan utama burung bermigrasi dari daerah asalnya adalah menghindari kondisi cuaca buruk akibat perubahan musim, yang menyebabkan berkurangnya sumber daya makanan. Berpindahnya burung ke daerah lain yang kondisinya lebih baik akan dapat menjamin kelangsungan hidupnya (Karyadi Baskoro, 2022).

Wilayah Indonesia sendiri masuk dalam Jalur Terbang Asia Timur Australia (East Asian Australasia Flyway). Jalur terbang ini mencakup Rusia Timur jauh dan Alaska, ke selatan melalui Asia Timur dan Asia Tenggara, hingga ke Australia dan Selandia Baru, melintasi 22 negara termasuk Indonesia.

Ragil Satriyo Gumilang, dari Wetland International Indonesia, yang menjadi Koordinator Pelaksana Asian Waterbird Census (AWC), mengatakan jalur terbang ini merupakan rumah bagi lebih dari 50 juta ekor burung air migran dengan lebih dari 250 populasi berbeda, termasuk 28 jenis spesies yang  terancam secara global. Selama migrasi, burung air bergantung pada rangkaian lahan basah yang sangat produktif untuk beristirahat dan mencari makan, mengumpulkan energi yang cukup untuk melanjutkan tahap berikutnya dari perjalanan mereka.

Limosa limosa atau Birulaut ekor hitam, salah satu jenis burung migrasi yang diusulkan masuk dalam daftar satwa dilindungi oleh Perhimpunan Ornitologi Indonesia./Foto: Burung Indonesia/Asep Ayat

"Burung air bermigrasi umumnya burung pantai, yang kalau kita lihat kecil-kecil, warnanya cenderung agak seragam. Dia suka di wilayah pesisir yang banyak mudflat lumpur, karena tersedia makanan buat mereka," kata Ragil, 30 April 2024.

Tapi, kata Ragil, tidak semua pesisir jadi tempat singgah burung air migran. Sampai saat ini, kata Ragil, setidaknya sebanyak 16 lokasi di Indonesia telah diidentifikasi sebagai tempat penting persinggahan burung air migran, karena mendukung lebih dari 1.000 ekor burung pada setiap musim migrasinya. 

Bahkan satu lokasi di antaranya, yaitu Semenanjung Banyuasin-Sumatera Selatan (termasuk Taman Nasional Sembilang) merupakan lokasi di mana ditemukan burung air pendatang yang paling banyak di seluruh jalur penerbangan Asia - Australia bagian timur, yaitu sebanyak kira-kira 114.500 ekor. 

Rute yang dilalui burung air yang bermigrasi setiap tahun dikenal sebagai 'jalur terbang'. Peta ini sebagian besar didasarkan pada rute burung pantai. Sumber: EAAFP

Lokasi penting lain yang telah teridentifikasi di antaranya adalah pantai timur Provinsi Jambi, pantai utara Jawa Barat, delta Sungai Solo-Brantas. Masih banyak yang belum diketahui mengenai kondisi dataran lumpur yang luar biasa luas di selatan Papua dan beberapa tempat lainnya, termasuk di Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

"Seperti Pantai Cemara Jambi, Berbak Sembilang, Bagan Percut Deli Serdang, dan pantai timur Aceh. Termasuk jalur penting yang burung itu tidak di pesisir timur Sumatra, tapi masuk dari arah Laut Cina Selatan, kemudian turun ke Sulawesi, Maluku, dan seterusnya sampai Australia. Ada pola begitu," ujarnya.

Ragil mengatakan, lokasi penting tempat singgah burung migran air ini ada kriterianya. Kriteria lahan basah penting bila mendukung spesies yang rentan, langka dan terancam punah atau komunitas yang terancam secara ekologis, teratur menyokong 20 ribu atau lebih individu burung air, dan teratur mendukung 1 persen dari jumlah total individu suatu spesies atau sub-spesies burung air.

"Suatu lokasi persinggahan akan dipertimbangkan memiliki kepentingan internasional jika secara berkala mendukung 0,25 persen individual pada populasi suatu spesies atau sub-spesies burung air bermigrasi. Kemudian secara berkala mendukung 5 ribu atau lebih burung air pada satu musim migrasi," kata Ragil.

Sedangkan kriteria daerah penting bagi burung air migran adalah daerah tersebut secara berkala mendukung satu atau lebih jenis burung yang terancam, memiliki jenis-jenis sebarang yang terbatas, yaitu jenis yang secara alami memiliki daerah penyebaran tidak lebih dari 50 ribu km2, bioma terbatas, yaitu daerah yang diketahui menjadi tempat kelompok jenis tertentu sebagai daerah perkembangbiakannya dalam jumlah besar atau dibatasi oleh satu daerah saja, dan secara global penting bagi tempat berkumpul suatu jenis.

Ragil mengakui aktivitas eksploitasi, seperti tambang pasir misalnya, yang terjadi di pesisir pantai akan sangat berpengaruh pada perilaku singgah burung migran. 

Celakanya, menurut data Minerba One Map Indonesia (MOMI) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), kecuali kawasan konservasi, hampir seluruh wilayah daratan dan perairan pesisir pantai di Indonesia masuk dalam Wilayah Pertambangan.

Dalam laporannya, 2023 lalu, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebut hingga Desember 2023, terdapat 218 izin usaha pertambangan yang mengkapling 34 pulau kecil di Indonesia. Total luas konsesi dari seluruh perusahaan itu mencapai 274.549,57 hektare.

Di Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau misalnya, terdapat setidaknya 37 izin usaha pertambangan (IUP) yang aktif. Padahal menurut penelitian, di wilayah Kabupaten Natuna dapat teridentifikasi sebanyak 14 jenis dari 851 individu burung migran yang terdiri atas lima famili yaitu Ardeidae (dua jenis), Charadriidae (empat jenis), Scolopacidae (enam jenis), Laridae (satu jenis) dan Hirundinidae (satu jenis). 

Burung migran tersebut dapat dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu burung pantai migran (Charadridae, Scolopacidae, Lariidae), burung air migran (Ardeidae) dan burung migran lainnya (Hirundinidae). Tipe habitat yang digunakan oleh burung migran yaitu danau/rawa, pantai (hamparan pasang surut), hutan mangrove dan area terbuka lainnya (jaringan listrik pada kabel).

Kemudian, Pulau Sangihe di Sulawesi Utara yang menjadi lokasi penting migrasi burung jenis raptor juga dikaveling oleh 3 perusahaan tambang di antaranya adalah PT Tambang Mas Sangihe (emas, tembaga, LDS) dengan luas izin 42.000 hektare, PT Gading Murni Perkasa (batu kali) dengan luas izin 9,99 hektare, dan PT Anugerah Dynasty Sakti (kerikil berpasir alami) dengan luas 8,63 hektare.

Berdasarkan catatan Yayasan Burung Indonesia, jumlah jenis burung di Indonesia pada 2023 sebanyak 1.836 jenis, dan 243 jenis di antaranya merupakan jenis burung bermigrasi, termasuk beberapa jenis burung air dan burung raptor. Dari 243 jenis itu, hanya 111 jenis saja yang statusnya dilindungi menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. P.106 Tahun 2016 tentang Jenis Tanaman dan Satwa Liar yang Dilindungi.

Bicara tentang burung raptor migran, Adam Supriatna Country Coordinator Asian Raptor Research and Conservation Network (ARRCN), menjelaskan, migrasi burung kategori ini dicirikan dengan regularity dan predictability. Setiap tahun biasanya burung pemangsa ini bermigrasi pada September, Oktober dan November. Sehingga waktu bermigrasinya relatif bisa diprediksi dan lokasinya sama tetap, bila tidak ada gangguan signifikan terhadap sistem navigasinya.

"Mereka tinggal sekitar 3 bulan di Indonesia dan kembali dengan rute yang secara umum sama. Ada beberapa yang tertinggal, biasanya individu muda tapi tahun depan bertemu sesama jenis biasanya ikut pulang. Tidak melakukan aktivitas reproduksi di Indonesia," kata Adam, 27 April 2024.

Adam menjelaskan, secara global, setidaknya ada 183 jenis atau 62% dari semua jenis burung raptor yang ada, melakukan atau memiliki kecenderungan bermigrasi karena pengaruh musim. Pola migrasi raptor ada tiga, yaitu migrasi penuh (complete migrants) yang mana lebih dari 90% dari semua individu meninggalkan lokasi berbiak misalnya jenis Accipiter soloensis dan Butastur indicus.

Lalu migrasi parsial (partial migrants) di mana kurang dari 90% dari semua individu yang meninggalkan tempat berbiak; dan migrasi lokal (irruptive/local migrants) dimana pola pergerakan dan perpindahanya terkait dengan dengan kondisi lingkungan setempat dan tidak bisa diperkirakan sehingga kebiasaan migrasinya tidak teratur seperti yang terjadi pada kedua pola sebelumnya. 

Di Indonesia, kata Adam, sekitar 42 jenis burung migran raptor dilaporkan teramati bermigrasi ke wilayah Indonesia tapi jumlahnya tidak banyak. Enam jenis bermigrasi secara penuh yaitu elang tiram, sikepmadu asia, elang ular jari pendek, elangalap cina, elang kelabu dan rajawali totol. 

"Dari enam jenis tersebut 2 jenis yaitu sikepmadu asia dan elangalap cina teramati relatif banyak dan populer dan sering menjadi objek monitoring setiap tahun," ujarnya.

Burung migran indikator kesehatan lingkungan

Menurut Adam, burung raptor migran bisa menjadi indikator kesehatan lingkungan. Kondisi alam yang masih alami dan sehat bagi manusia dipastikan masih dihuni burung raptor migran. Sebaliknya bila dulunya banyak terdapat burung raptor migran namun sekarang menghilang, maka itu pertanda ada kerusakan lingkungan yang signifikan. 

"Terkait dengan raptor bermigrasi maka lingkungan yang alami dengan populasi mangsa yang cukup akan disukai dan cenderung jadi tujuan migrasi. Di Indonesia, pulau-pulau di Sulawesi, Kalimantan, Sumatra dan Jawa serta sunda kecil menjadi tempat bermigrasi bagi elangalap cina dan sikepmadu asia yang setiap tahun bisa diamati," kata Adam.

Adam bilang, beberapa tempat di Indonesia menjadi langganan singgah burung raptor migran, dan menjadi lokasi para peneliti biasa melakukan pengamatan, seperti Pulau Rupat di Riau, Kawasan Puncak di Jawa Barat, Taman Nasional Bali Barat di Bali dan Minahasa di Sulawesi Utara.

Burung raptor migran sangat sensitif terhadap lingkungan yang buruk, dan bukan termasuk jenis yang mudah beradaptasi. Ketika ia mengkonsumsi terlalu banyak mangsa yang sudah terpapar zat-zat kimia, akan mempengaruhi kualitas cangkang telurnya. Telur yang dihasilkan akan mudah pecah dan inkubasinya tidak optimal, yang berpengaruh pada keberlanjutan populasinya.

"Artinya kalau mangsa melimpah tapi tercemar racun itu akan terakumulasi pada tubuh raptor, tidak sempat beradaptasi tapi mati," katanya.

Adam berpendapat, kerusakan hutan dan hilangnya habitat alami tempat mencari mangsa menjadi salah satu persoalan yang kerap dihadapi burung raptor migran. Persoalan itu akan membuat burung raptor bermigrasi harus mencari alternatif lokasi yang masih menyimpan mangsa berlimpah.

"Salah satu contoh kejadian kebakaran hutan dan lahan yang masif 2007-an yang menghasilkan asap (haze) yang cukup mempengaruhi rute migrasi mereka. Mereka tidak terus ke Indonesia tapi hanya sampai Thailand, Malaysia dan kembali ke asal," kata Adam.

Bicara tentang bencana kebakaran dan asap di Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, sejak 2018-2023, total luas terbakar di Indonesia mencapai 4,2 juta hektare. Kebakaran tersebut melepaskan 1.079.833.462 ton karbon dioksida (CO2). Kebakaran tersebut terjadi di hampir seluruh provinsi di Indonesia.

Dalam kasus burung raptor migran tidak mampir ke Indonesia, Adam mengatakan, akan ada kerugian ekosistem yang dialami. Selain mengurangi keragaman jenis, ketiadaan burung raptor akan mengakibatkan mangsa yang dikontrolnya berpotensi over populasi, sehingga populasinya meledak menjadi hama.  

"Bagaimanapun, fenomena migrasi global satwa adalah pengingat masyarakat dunia bahwa perlindungan alam adalah tanggung jawab bersama, lintas negara," ujarnya.

Aktivitas industri yang tidak ramah lingkungan, kata Adam, akan berpengaruh terhadap keberlanjutan migrasi burung, terutama bila yang dijadikan sasaran pembangunan adalah titik singgah raptor tersebut. Selain itu, kondisi tempat singgah yang berubah dan terekspos akan memudahkan mereka tertangkap.

Meski begitu, Adam berpendapat, labelisasi kawasan tidak membantu memberikan perlindungan bila praktik tidak ramah lingkungan tidak dihilangkan, terutama perburuan, penggunaan pestisida dan kegiatan lain manusia yang mengakibatkan degradasi lingkungannya.

"Intinya mereka akan singgah di mana mangsa berlimpah dan tempat singgahnya tersedia aman. Artinya ada tempat untuk bertengger aman dan berburu nyaman. Kalau tidak ada itu, lewat saja di ketinggian," ucap Adam.

Lokasi singgah penting bagi burung raptor migran 

Dalam sebuah paparan, Asman Adi Purwanto, Program Coordinator Raptor Indonesia (Rain), mengatakan Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki nilai penting sebagai wintering area bagi 4 jenis burung raptor migran di Asia Tenggara, yakni elangalap cina (50 ribu hingga 300 ribu), baza hitam (lebih dari 20 ribu), sikepmadu asia (lebih dari 60 ribu), dan elang kelabu.

Dalam paparannya, Asman mengatakan ada 5 lokasi penting tempat singgah bagi burung raptor migran di Indonesia. Yang pertama Pulau Rupat di Riau. Pulau ini merupakan lokasi penting sebagai pintu masuk dan keluar migrasi raptor pada saat musim gugur (autumn) dan semi (spring). 

Ada 14 jenis raptor migran yang teridentifikasi mampir di pulau itu, 5 jenis di antaranya merupakan jenis umum yakni baza hitam (Aviceda leuphotes), sikepmadu asia (Pernis ptilorhynchus), elangalap cina (Accipiter soloensis), elangalap jepang (Accipiter gularis), dan elang kelabu (Butastur indicus). Jumlah raptor yang bermigrasi dan mampir di Pulau Rupat, berdasarkan data Raptor Group Study-Malayan Nature Society (MNS) jumlahnya sekitar 70 ribuan individu.

Yang kedua, Pulau Sangihe di Sulawesi Utara. Pulau ini merupakan jalur utama elangalap cina yang masuk dari Korea, Vietnam, melalui Filipina, yang menyeberang ke Sangihe. Menurut Asman, terdapat lebih dari 300 ribu raptor migran terpantau di musim semi dan gugur 2007-2008. Ada enam jenis yang terpantau di periode gugur 2008, yakni elang tiram (Pandion haliaetus) elang rawa, elangalap cina, elangalap jepang, elang kelabu, dan alapalap kawah (Falco peregrinus).

Lokasi ketiga, Puncak di Bogor, Jawa Barat. Puncak adalah lokasi pionir pengamatan raptor migran sejak 1998. Asman menyebut, ada beberapa jenis burung raptor migran yang teramati di sana, yakni sikepmadu asia, elangalap cina, elangalap jepang, baza hitam, elang kelabu, elang paria (Milvus migrans lineatus), elang buteo (Buteo buteo), alapalap walet (Falco subbuteo), dan alapalap kawah.

Selanjutnya yang keempat, Gedawang yang terletak di Semarang, Jawa Tengah, adalah lokasi terbaik di jalur pantai utara Jawa untuk memantau migrasi pada Spring Migration (Maret-Mei). Menurut Asman, di sana pernah teramati jenis sikepmadu asia sebanyak 10.282 individu dari 2005-2007, elangalap cina 10.292 individu, dan elangalap jepang.

Terakhir kelima, Gunung Sega di Kabupaten Karangasem, Bali. Lokasi ini merupakan yang terbaik di jalur barat migrasi raptor di Indonesia (Inland corridor), dan menjadi jembatan jalur migrasi antara Sunda Besar Sunda Kecil dan Wallace. Ada 5 jenis yang teramati di sana, yakni sikepmadu asia, elangalap cina, elangalap jepang, elang setiwel (Hieraatus pennatus), dan alapalap kawah.

Asman mengidentifikasi beberapa ancaman yang dihadapi burung raptor migran di Indonesia, yaitu berkurangnya kawasan hijau di jalur migrasi, perburuan dan perdagangan. Di Pulau Rupat, yang merupakan pintu masuk dan keluar burung raptor migran dari dan ke Malaysia, pada 2012 dibabat untuk aktivitas perkebunan dengan luas konsesi sekitar 38 ribu hektare.