Debu Batu Bara PLTU Teluk Sepang Minta Tumbal Paru-paru Warga

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

PLTU

Rabu, 15 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Debu batu bara Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bengkulu diduga mengakibatkan gangguan kesehatan bagi masyarakat sekitar. Seperti dialami Upik Lela (58), perempuan paruh baya yang tinggal di RT 14 Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Ia kembali harus dirawat di rumah sakit dengan diagnosa menderita radang paru.

Derita yang dialami Upik Lela ini sudah berlangsung sejak Agustus 2023. Pada 5 Agustus 2023 Upik dilarikan ke Rumah Sakit DKT Bengkulu, akibat sesak nafas. Selanjutnya pada 8 November 2023 saat Posko Lentera melakukan pemeriksaan, Upik lela bersama 41 orang lainnya dinyatakan mengalami penyakit gangguan pernapasan.

Puncak derita Upik lela terjadi pada 2 Mei 2024, dia lagi-lagi dilarikan ke rumah sakit. Berdasarkan pemeriksaan dokter Rumah Sakit Gading Medika, Upik Lela didiagnosa mengalami Dyspnea PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik). Salah satu penyebab penyakit ini adalah polusi udara akibat batu bara.

Yayasan Kanopi Hijau Indonesia, yang selama ini mengamati operasi PLTU Bengkulu dan mendampingi masyarakat sekitarnya, mengatakan Upik Lela tinggal tidak jauh dari stockpile batu bara dan PLTU. Sakit yang diderita Upik sendiri diduga terjadi tidak lama setelah kejadian kebakaran stockpile batu bara.

Foto rontgen Upik Lela. Perempuan paruh baya ini menderita radang paru diduga akibat debu batu bara yang dihasilkan batu bara PLUT Teluk Sepang. Sumber: Kanopi Hijau Indonesia.

Cimbyo Layas Ketaren dari Kanopi Hijau Indonesia mengatakan, terbakarnya stockpile itu terjadi selama kurang lebih 2 bulan, dan menurut penuturan warga, bau menyengat tercium warga yang tinggal di wilayah RT 14 Kelurahan Teluk Sepang. Sementara kediaman Upik Lela hanya berjarak 125 Meter dari stockpile yang terdiri dari 19 tumpukan batu bara sepanjang 2,3 km tidak dikelola secara benar.

"Tumpukan batu bara dibiarkan terbuka. Akibatnya adalah terjadi pelepasan panas akibat swabakar. Serta saat hujan menimbulkan air tirisan yang bercampur senyawa batu bara, air tirisan ini akan mencemari tanah dan sumur warga," kata Cimbyo, Senin (13/5/2024).

Berdasarkan pantauan di lapangan, kata Cimbyo, sejak PLTU Bengkulu beroperasi, lalu lintas kendaraan yang mengangkut batu bara meningkat secara drastis. Selain menjadi rusak parah, jalanan di kelurahan itu jadi penuh dengan debu pada saat kemarau dan berlumpur pada saat hujan.

Begitupun dengan tumpukan batu bara, kondisinya dibiarkan terbuka tanpa penutup tanpa drainase. Situasi ini dapat dipastikan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan dan berakibat buruk terhadap kesehatan kaum rentan yang tinggal di Teluk Sepang.

"Kami juga melakukan pemantauan terhadap aktivitas PLTU batu bara melalui panduan RKL/RPL PLTU batu bara Teluk Sepang, kami melihat bahwa FABA (fly ash bottom ash) dibuang secara sembarangan. FABA adalah abu hasil pembakaran batu bara, abu ini mengandung senyawa Silika, NoX dan SoX yang dapat mengganggu pernapasan dan kerusakan paru paru," kata Cimbyo.

Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar, mengatakan pengelolaan lingkungan yang buruk akan berdampak terhadap kaum rentan, yang tak lain adalah kelompok orang dengan usia lanjut dan anak. Sementara di Teluk Sepang, dari total jumlah penduduk 3.549, terdapat sekitar 783 anak dan 500 lebih lansia.

"Mereka akan menjadi korban pertama dari buruknya model kelola lingkungan. Tidak ada harapan baik dari tumbuh kembang anak dari daerah yang lingkungannya kotor. Mereka akan menghabiskan energi untuk melawan serangan penyakit, sementara manula yang memang sudah rentan akan terpapar berbagai penyakit," kata Ali.