Jaksa Pandeglang Pakai Formula Darmaji Tuntut Terdakwa Badak Jawa

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hukum

Rabu, 15 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Kasus Sunendi, terdakwa pembunuhan badak jawa (Rhinoceros sondaicus) dan perdagangan cula, telah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang, Banten. Sunedi dituntut hukuman penjara 5 tahun dan denda sebesar Rp10 juta.

Tuntutan ini dianggap banyak kalangan terlalu kecil. Pasalnya, dari hasil pemeriksaan sebelumnya, Sunedi disebut-sebut telah membunuh 6 badak jawa, yang culanya dijual seharga Rp200 juta-Rp300 juta per buah. Tuntutan jaksa ini seperti formula darmaji (dahar lima bayar siji) saat membeli gorengan, karena sebanyak apapun perbuatan yang dituntut hukum dalam satu dakwaan, hukumannya tak akumulatif, tapi dilihat yang tertinggi, dan--dalam kasus ini--tuntutan dinilai terlalu rendah

Menurut Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Ardi Andono, ancaman hukuman untuk Sunedi terlalu sedikit, karena kerugian negara akibat kejahatan yang didakwakan kepadanya jauh lebih besar, bahkan tak ternilai dilihat dari sisi keanekaragaman hayati. "Hukumannya mestinya maksimal 20 tahun penjara sesuai UU (Undang-Undang) Darurat. Harapannya hanya kepada hakim agar vonis maksimal," kata Ardi Andono, Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Selasa (14/5/2024).

Ardi berpendapat, Sunendi merupakan pelaku utama, dibuktikan dengan kepemilikan senjata api dan peralatannya yang lengkap. Apalagi Sunendi terlibat dalam jaringan perdagangan cula internasional. "Maka hukumannya harusnya tinggi, sehingga berdampak efek jera," ujarnya.

Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) . Dok.menkhk.go.id

Ardi menganggap, denda yang dituntutkan kepada Sunendi, juga terlalu kecil. Bilangan Rp26.990.000 yang disebut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai kerugian yang dialami Balai TNUK, menurut Ardi, hanya berdasar kerugian atas camera trap yang dicuri Sunendi. "Sehingga tidak pas untuk nilai kerugian yang dibebankan," katanya.

Ardi bilang, kerugian yang dialami mestinya dihitung dari beberapa sisi, yakni ekonomi, kehilangan keanekaragaman hayati, dan investasi perlindungan dan keamanan. Namun Ardi mengaku pihak Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara ini tidak meminta masukan dari pihaknya. "Tidak ada permintaan," ujar Ardi.

Dari sisi ekonomi, Ardi melanjutkan, harga cula badak di pasaran gelap bisa mencapai Rp500 juta. Dalam kasus ini, Sunendi sudah membunuh sebanyak 6 badak berdasarkan pengakuannya. "Berarti dia sudah mendapatkan Rp3 miliar," katanya.

Kemudian dari sisi investasi dan pengamanan, lanjut Ardi, biaya yang sudah dikeluarkan untuk perlindungan badak setiap tahunnya mencapai kurang lebih Rp4 miliar. "Jika satwa ini berumur 20 tahun maka 20 kali Rp4 miliar," kata Ardi.

Kemudian, dari sisi keanekaragaman hayati, badak yang dibunuh diketahui berkelamin jantan dan satu betina, dan itu mengakibatkan kerugian ekologi yang besar. Sebab badak jantan dan betina sangat penting bagi perkembangbiakan badak jawa. "Sehingga nilainya tidak bisa ternilai, terutama badak betina yang bisa memberikan keturunan kelestarian badak jawa," katanya.

Ardi menguraikan, badak jawa tak hanya sebagai identitas bangsa atau suatu negara, sama seperti satwa payung lainnya, badak jawa juga punya peran penting bagi ekosistem. Badak berperan dalam menciptakan sekaligus memelihara hutan dari cara makan dan pakannya.

Keberadaan badak, masih kata Ardi, juga penting untuk penyebaran biji dan pakan satwa lainnya termasuk buah-buahan. "Dengan adanya badak maka satwa lain pun dapat hidup dari pakan yang disebarkan badak jawa," ucap Ardi.

Ardi berharap publik atau masyarakat luas yang peduli dengan kasus perburuan dan pembunuhan badak jawa ini dapat memberikan dukungan. "Maksudnya agar menyampaikan di Instagramnya Pengadilan Negeri Pandeglang," katanya.

Lemahnya UU Konservasi

Terpisah, Direktur Penegakan Hukum Yayasan Auriga Nusantara, Roni Saputra, mengatakan jika dilihat dari sisi masyarakat, tuntutan terhadap Sunendi tersebut jelas tidak setimpal dengan perbuatannya. Karena telah berkontribusi mengurangi jumlah satwa dilindungi sekaligus terancam punah. "Namun demikian dalam menuntut JPU tentu tidal lepas dari proses pembuktian di persidangan," kata Roni, Selasa (14/5/2024).

Roni menjelaskan, hukum di Indonesia tidak mengenal akumulasi pidana atas beberapa perbuatan yang dituntut dalam satu dakwaan. Jika ketiga dakwaan terhadap Sunendi itu terbukti, akan dilihat ancaman pidana yang tertinggi, karena itu yang biasanya akan digunakan. "Tetapi lagi-lagi, dalam menentukan lamanya pidana haruslah didasarkan pada proses pembuktian di persidangan," katanya.

Tapi di lain sisi, hakim tidak terikat dengan tuntutan JPU. Hakim hanya terikat pada dakwaan, "dengan kata lain, hakim bisa saja menjatuhkan hukuman lebih tinggi dari tuntutan JPU," tutur Roni.

Persoalan dalam kasus pembunuhan badak jawa ini, kata Roni, adalah tidak adanya tuntutan ganti rugi atas kematian satwa, dan itulah yang menjadi salah satu kelemahan dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang KSDAE. "UU ini memang sudah tidak sesuai dengan zamannya, dan perlu direvisi, UU ini tidak memberikan ruang bagi JPU untuk bisa menuntut ganti kerugian maupun memerintahkan tindakan pemulihan," ujar Roni.

Tapi, kata Roni, masih ada cara bila negara berkeinginan untuk meminta pertanggungjawaban Sunendi atas kerugian yang ditimbulkan, yakni "gugat pelaku secara perdata," kata Roni.

Roni berpendapat, ada strategi lainnya untuk mempidana seorang berlipat-lipat seperti Sunendi, atas tiga kejahatan yang didakwakan kepadanya. Strategi dimaksud dengan cara membuat beberapa tututan berdasarkan masing-masing dakwaannya.

Misalnya, dakwaan pertama kepemilikan senjata api, ketika pengadilan telah memutus perkara ini, JPU bisa memasukkan kasus kedua, pencurian kamera. Setelah hakim menjatuhkan vonis kasus kedua, JPU memasukkan lagi kasus ketiga. "Jika begini, bisa dia dipidana dalam waktu yang lama," ujar Roni.

Tiga dakwaan sekaligus

Sebelumnya, dalam sidang perkara No. 39/Pid.Sus-LH/2024/PN Pdl di PN Pandeglang, Senin kemarin, dengan agenda pembacaan tuntutan, Sunendi dikenakan tiga dakwaan sekaligus. Yang pertama yakni memiliki, menyimpan, dan menguasai senjata api, tanpa memiliki ijin dari pejabat yang berwenang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951.

Kedua, menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup, memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia, yang diatur dalam Pasal 40 Ayat (2) Jo Pasal 21 Ayat (2) huruf a dan huruf d Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

Yang ketiga, mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain selain ia terdakwa, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP.

Dari tiga dakwaan tersebut, Dessy Iswandar, JPU dari Kejaksaaan Negeri (Kejari) Pandeglang, menuntut agar Majelis Hakim PN Pandeglang menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Sunendi alias Nendi Bin Karnadi selama 5 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara, "dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp10.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan," kata Desi.

Dikutip dari Detik, dalam persidangan itu Dessy menyebutkan hal yang memberatkan terdakwa adalah telah merugikan pihak Balai TNUK kurang lebih sebesar Rp 26.999.000. "Serta merugikan negara terhadap kerusakan ekosistem satwa," katanya.

Masih mengutip Detik, Kasi Intel Kejari Pandeglang, Wildan, mengungkapkan alasan JPU menuntut Sunendi penjara selama 5 tahun. Jaksa menilai Sunendi bersikap kooperatif selama persidangan dan belum pernah dipidana sebelumnya.

"Jadi kita juga berdasarkan terhadap peran dari si Terdakwa ini, kita melihat sesuai fakta persidangan, kemudian pasalnya di situ ada undang-undang darurat kepemilikan senjata api, kemudian ada juga pencurian (camera trap) jadi menurut kita sesuai tuntutan dari JPU adalah lima tahun," katanya.

Wildan mengungkapkan Terdakwa Sunendi bukan aktor utama pelaku perburuan liar terhadap satwa endemik yang dilindungi tersebut. Menurutnya, ada pelaku lain yang menjadi aktor utama pelaku perburuan.

"Ada pelaku-pelaku lain yang sesuai dengan dakwaan juga sudah disampaikan, kemudian di fakta persidangan juga sudah ada pelaku lain terhadap perkara ini, jadi terdakwa tidak berdiri sendiri," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam kasus ini Sunendi bukanlah tersangka tunggal. Cula-cula badak itu ia jual melalui perantara bernama Yogie Purwandi. Lewat Yogie, cula badak dari Sunendi itu dijual kepada Liem Hoo Kwan Willy. Dua orang terlibat perdagangan cula badak ini masing-masing ditangkap di Jakarta Timur dan Jakarta Utara oleh Polda Banten.

Dalam berkas dakwaannya, diketahui pula bahwa saat berburu dan membunuh badak, Sunendi juga tidaklah sendiri. Ia melakukan perbuatan jahat itu bersama Sukarnya, Icut, dan Haris, dengan bermodal senapan api merek mouser. Berdasarkan pengakuan terdakwa, perburuan dan pembunuhan terhadap badak keenam yang mereka lakukan terjadi pada Mei 2022 lalu.