Pulau Jawa Bukan Untuk Sawit

Penulis : Gilang Helindro

Sawit

Senin, 20 Mei 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Pulau Jawa bukan prioritas utama perkebunan sawit, namun pengembangan sawit diperkirakan terjadi di Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur. 

“Sawit bukan menjadi komoditas utama yang ingin didorong (di Pulau Jawa) karena supply sawit di Indonesia sudah mencukupi bahkan dapat diekspor,” kata Dr I Gusti Ketut Astawa, Deputi 1 Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Badan Pangan Nasional, Kamis, 16 Mei 2024. Menurut Astawa, Pulau Jawa merupakan sentra pangan nasional. Rata-rata produksi komoditas pangan di Pulau Jawa mencapai 60 persen dari total produksi pangan nasional. 

Namun, perkebunan sawit berkembang di Pulau Jawa. Pengembangan komoditas ini di Pulau Jawa oleh karenanya bakal mengancam keamanan pangan. Soalnya, lahan pertanian di Jawa sudah mendekati ambang batas, sementara itu ada pula ancaman krisis pangan global.

Ilustrasi Sawit Plasma. Foto: Yudi/Auriga

Achmad Surambo, Direktur Eksekutif Sawit Watch, mengungkapkan di Pulau Jawa sawit seharusnya tidak menjadi komoditas unggulan. Kata Rambo, maraknya konversi lahan menjadi lahan sawit di Pulau Jawa merupakan hal baru.  “Sebaiknya, dikembangkan pangan dan kawasan hutan diberikan izin perhutanan sosial, serta memberlakukan agroforestry. Berlakukan juga Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) untuk eks HGU yang sudah tak terpakai,” ungkap Rambo.

Arief Rahman dari Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah IPB University, memaparkan Jawa tidak diarahkan untuk mengembangkan sawit, sehingga petani sawit tidak mendapat dukungan dari pemerintah. Baik secara kebijakan, potensi, serta luas areal, sawit bukan komoditas unggulan di pulau Jawa,” kata Arief. Secara proporsi, luas perkebunan sawit di Pulau Jawa kecil, hanya 0,21 persen. 

Tejo Wahyu Jatmiko dari Perkumpulan Indonesia Berseru menyebutkan, krisis pangan belum ditangani secara serius. Ketahanan pangan belum dilihat secara serius oleh pemerintah. Lahan menyempit, produktivitas meningkat tipis. 

“Kita ini selalu berbicara ketahanan pangan tapi bertumpu dengan impor. Kita bergantung dengan sistem pangan global, padahal sistem pangan ini yang juga menyebabkan dunia mengalami kelaparan dan ketergantungan,” ungkap Tejo. 

Tejo menyarankan agar dilakukan transformasi pangan. Lebih baik, ujarnya, mengajak masyarakat untuk ikut menjaga stabilitas pangan dengan menjaga pola konsumsi.

Dalam kajian Sawit Watch, pemerintah berfokus mengembangkan Pulau Jawa untuk tebu, kopi, kakao, dan kelapa. Adapun kisah sawit di Pulau Jawa bakal mengikuti sejarah perkebunan gula, yang awalnya digemari lalu ditinggalkan. 

Rambo mengatakan, sawit di Jawa dan Banten merupakan komoditas yang memiliki daya tarik yang kuat karena kisah pengembangannya di Sumatera dan Kalimantan. Padahal, di Pulau Jawa sawit juga berdampak pada munculnya permasalahan seperti misalnya konflik lahan, permasalahan lingkungan, hingga permasalahan pembayaran yang tertunda berbulan-bulan. “Peran sawit sebagai komoditas strategis daerah khususnya di Pulau Jawa perlu dikaji secara mendalam,” kata Rambo.

Sawit Watch merekomendasikan untuk Sawit Jawa, yakni: 

  1. Perlu mengkaji ulang pengembangan sawit di Pulau Jawa
  2. Pemisahan wilayah untuk pangan dan perkebunan menjadi penting agar melindungi lahan pangan
  3. Penting membuat kebijakan daerah Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di level daerah untuk menjaga sumber pangan dari ancamanan alih fungsi
  4. Terkait pemanfaatan lahan keterlanjuran di kawasan hutan dapat diajukan perhutanan sosial melalui proses jangka benah dengan model agroforestri atau reforestasi
  5. Tidak merekomendasikan penanaman sawit baru yang dilakukan di area konservasi seperti pesisir dan kaki gunung yang memiliki tutupan hutan
  6. Perlu mengawasi keberadaan kebun sawit baru/alih fungsi menjadi sawit agar tidak memunculkan permasalahan