Pembela Lingkungan Karimunjawa Bebas di Pengadilan Semarang
Penulis : Aryo Bhawono
Pejuang Lingkungan
Rabu, 22 Mei 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Pengadilan Tinggi Semarang memutus bebas aktivis lingkungan Daniel Frits Maurits Tangkilisan. Majelis hakim menyatakan Daniel terbukti bersalah namun ia merupakan pembela lingkungan hidup sehingga dilepaskan dari tuntutan hukum.
Putusan bebas Daniel ini dimuat dalam Petikan Putusan No 374/PID.SUS/2024/PT SMG. Majelis hakim yang diketuai oleh Suko Priyo Widodo dengan hakim anggota Prim Fahrur Razi dan Winarto membatalkan putusan PN Jepara No 14/pid.sus/ 2024/PN Jpa tanggal 4 April 2024.
Mereka menganggap Daniel sebagai pembela lingkungan hidup sehingga dilepaskan dari tuntutan hukum.
“Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (onslag van rechsvervolging),” tulis putusan itu.
Sebelumnya, PN Jepara memutus Daniel bersalah karena melanggar Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia dijatuhi vonis tujuh bulan penjara dan denda lima juta rupiah atau subsider 1 bulan.
Majelis hakim banding juga memerintahkan pemulihan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya. Selain itu juga segera dibebaskan dari tahanan.
Daniel adalah aktivis yang getol mempermasalahkan pencemaran limbah tambak udang di Pulau Karimunjawa. Ia dilaporkan atas postingannya di media sosial, pada 12 November 2022.
Ia mengunggah video salah satu kondisi pantai di Karimunjawa yang diduga tercemar limbah tambak udang. Video itu memperoleh banyak respons dan dukungan. Daniel sempat membalas salah satu komentar sambil menyebut 'masyarakat otak udang' untuk menggambarkan kerusakan lingkungan yang terjadi.
Namun Daniel tidak pernah menulis spesifik masyarakat yang dimaksud.
Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara, Roni Saputra, mengapresiasi putusan ini. Menurutnya hakim cukup terang memposisikan Daniel sebagai pembela lingkungan hidup sehingga tuntutan hukum terhadap dirinya bisa dikesampingkan. Menurutnya putusan majelis hakim sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.
“Hakim memahami kasus ini dengan menerapkan Anti Strategic Lawsuits Against Public Participation.(Anti SLAPP) yang diatur dalam perma itu. Artinya mereka melihat kepentingan yang lebih besar dalam kasus ini, yakni lingkungan hidup. Ini keputusan yang baik,” ucap dia.