Investigasi: Mayawana Datang, Orangutan Jadi Gelandangan
Penulis : Aryo Bhawono
SOROT
Kamis, 23 Mei 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Gonggongan anjing tak pernah berhenti ketika Samsidar menginjakkan kaki di kebun warga RT 10, Desa Padu Banjar, Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Anjing itu menyalak sambil mendongak pada sebuah pohon. Di pohon itu, pada puncaknya, seekor orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) bergelantung, terusik oleh bising gonggongan.
Kala itu lewat pekan pertama April 2024. Sudah hampir sebulan sejak ia mengikuti orangutan itu. Samsidar adalah Ketua Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) Padu Banjar. Meski sudah biasa berpatroli di hutan desa dan bertemu orangutan ia bergidik. Ia tak berani terlalu dekat, bahkan cenderung takut kalau bertemu sendirian. Untungnya kali ini ia bersama seorang rekan patroli.
“Kami hanya mengikuti orangutan itu. Tapi kalau terlalu lama di kebun khawatirnya warga mulai marah sehingga menyakiti orangutan itu,” ucap dia.
Menurutnya kehadiran orangutan di kebun warga tak lumrah. Biasanya mereka berpindah dari hutan desa ke hutan di sebaliknya. Kalau mereka pergi ke kebun hanya sebentar saja.
Ia merekam orangutan itu dan mengirimkannya ke Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat. Ia berharap lembaga itu segera melakukan evakuasi sebelum konflik satwa dan warga terjadi.
Orangutan bergelantung di pepohonan di Hutan Desa Padu Banjar. Foto: Yayasan Palung
Kian seringnya orangutan menyambangi kebun warga seolah terjadi serempak di beberapa desa. Warga Durian Sebatang, desa tetangga Padu Banjar, pun menceritakan kehadiran orangutan ini di kebun sawit milik perusahaan.
Hanya saja mereka tak memiliki kemampuan seperti Sam untuk mengikuti pergerakan satwa itu. Biasanya mereka melapor ke pihak kecamatan untuk meminta evakuasi. Sayangnya respons mereka tak cepat.
Cerita mereka pun sama, dulu orangutan hanya melintas. Kalaupun merusak tanaman tak banyak. Namun belakangan, sejak perusahaan hutan tanaman industri beraktivitas di hutan itu, makin banyak orangutan datang.
“Intinya kalau dulu dibilang sering sih enggak, tapi menjadi sering semenjak ada pembukaan HTI, orangutan tuh sering keluar,” ucap salah seorang warga Durian Sebatang yang tak mau disebut namanya.
Peta yang memperlihatkan terhubungnya areal konsesi PT Mayawana Persada dengan Hutan Lindung Gambut. Sumber: Yayasan Palung
Kera besar itu tak hadir di kebun begitu saja, biasanya dari hutan desa mereka akan pindah ke hutan di balik hutan desa itu untuk mencari makan. Hutan Desa Padu Banjar dan kebun sawit Durian Sebatang itu berbatasan dengan perusahaan HTI, PT Mayawana Persada. Sejak bulan November 2023 lalu, mereka mulai membuka hutan kawasan lindung dalam konsesinya.
PT Mayawana Persada menguasai konsesi seluas 138.710 hektare (ha) yang membentang dari Kabupaten Kayong Utara hingga Ketapang sesuai dengan Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Kayu Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) lewat SK.724/Menhut/2020 pada 30 Desember 2010. Analisis pemetaan menunjukkan hutan alam seluas 88.100 ha dan 83.060 ha merupakan ekosistem gambut.
Dokumen Rencana Kerja dan Usaha PT Mayawana Persada Tahun 2012-2021 menunjukkan penetapan kawasan lindung (KL) seluas 23.544,35 ha. Buffer Zone berada di selatan dengan bersisian langsung dengan hutan desa di Kabupaten Kayong Utara.
Hancurnya Kawasan Lindung Dalam Konsesi
Tim liputan kolaborasi menjelajah wilayah itu pada 20 Maret 2024 lalu. Kawasan konsesi PT Mayawana Persada dapat dicapai dengan perjalanan selama sekitar 3 jam dari Desa Padu Banjar dengan sampan. Perjumpaan dengan rangkong gading, membuktikan bahwa kawasan Hutan Desa Padu Banjar yang dilalui memiliki kekayaan biodiversitas.
Mendekati batas konsesi PT Mayawana Persada vegetasi kian menyempit dan didominasi tanaman pakis, khas kawasan gambut. Perjalanan ini tak lama, karena kondisi musim kering perjalanan harus dilanjutkan dengan jalan darat.
Tak lebih dari setengah jam, sebuah kanal dengan lebar 6-8 meter terlihat membelah gambut. Jalan menuju hutan berada di seberang kanal dan terdapat sebuah jembatan kayu. Selanjutnya susunan kayu membentuk jalan memasuki hutan melalui tanah gambut.
Sekitar 100 meter dari kanal itu terdapat sarang orangutan yang dedaunannya mulai mengering. Sarang itu diklasifikasikan sebagai tipe B karena daun-daunnya mulai mengering dan diperkirakan sudah ditinggalkan orangutan selama sepekan.
Menyusur sungai di Hutan Desa Padu Banjar, Kayong Utara, Kalimantan Barat. Foto: Richaldo Harianja/Mongabay
Setidaknya ada 2 sarang berdekatan di atas pohon yang tingginya lebih dari 10 meter.
Tak lebih dari satu kilometer deru alat berat mulai terdengar. Suara itu semakin kencang ketika mencapai kanal kedua dengan ukuran yang sama dengan sebelumnya.
Sekitar satu kilometer dari kanal itu, teduh dan gelapnya hutan berganti dengan tanah lapang. pada lokasi inilah aktivitas perusahaan membersihkan hutan dilakukan.
Gelondongan kayu dengan diameter sekitar 50 cm disusun rapi di samping kanal. Sebanyak enam ekskavator tak berhenti bekerja menyusun kayu yang berhasil ditebang.
Salah seorang warga yang menyertai kami ternganga karena sepekan lalu penebangan belum sampai ke tempat ini, masih jauh. Namun giatnya gergaji mesin dan ekskavator itu telah membuka hutan lebih cepat. Bising dan keramaian itu tak ayal membuat orangutan ogah tinggal.
Peta RKUPHHK-HTI Tahun 2012-2021 PT Mayawana Persada. Sumber: Istimewa
Padahal belum lama, ia sempat masuk ke hutan yang sudah dibuka itu dan menemukan sekitar empat hingga sarang orangutan kelas B.
Temuan ini klop dengan hasil analisis citra satelit. Bukaan kanal yang menguras gambut dan aktivitas perusahaan telah menghabisi kawasan-kawasan yang memiliki biodiversitas tinggi. Aktivitas ini kian mendekat di hutan desa yang berada di sisi selatan konsesi.
Analisis citra satelit Auriga Nusantara menggunakan Sentinel pada 2024 menunjukkan jaringan kanal untuk menguras air pada tanah gambut dan hutan alam yang telah terbuka, dengan total luas sekitar 660 ha. Area terbuka tersebut teridentifikasi berada dalam kawasan lindung dalam konsesi yang mulai terpantau sejak Maret 2024.
Kanal yang dibuat untuk mengeringkan gambut sudah mencapai 17 kanal vertikal. Sebanyak 4 kanal memiliki lebar 6-8 meter melintang dari timur ke barat dengan total panjang 6,83 km dan 13 kanal membujur dari utara ke selatan dengan total panjang 72,35 km. Jaringan kanal ini membagi hutan alam seluas 7.315 ha dalam 29 petak.
Kanal yang dibangun oleh PT Mayawana Persada untuk menguras air di hutan bergambut. Foto: Yudi Afriadi/Auriga Nusantara
Pelanggaran berlapis PT Mayawana Persada
Pada 28 Maret 2024, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) KLHK mengirimkan surat penghentian aktivitas penebangan Logged Over Area (LOA) pada area kerja PT Mayawana Persada. Surat bernomor S.360/PHL/ PUPH/ HPS.1.0/ B/3/2024 itu menyebutkan perusahaan itu memiliki target Rencana Operasional (RO) Indonesia's Folu Net Sink 2030 seluas 137.331 ha yang terbagi dalam 11 target RO.
Target RO-11, yakni perlindungan areal konservasi tinggi mencakup luas 79.773 ha. Aktivitas penebangan pada area ini harus dihentikan.
“Berkenaan dengan hal tersebut di atas, dengan pertimbangan antara lain dalam rangka pencapaian target Indonesia's Folu Net Sink 2030, di mana di areal kerja PT Mayawana Persada antara lain memiliki Target RO-11 yang sangat luas, maka agar Saudara: Menghentikan semua aktivitas kegiatan penebangan pada areal bekas tebangan atau logged over area (LOA),” tulis surat yang ditandatangani oleh Plt Dirjen PHL, Agus Justianto, pada 28 Maret 2024.
Kepala Sub Direktorat Evaluasi Kinerja Usaha Ditjen PHL, Risno Murti Candra, menyebutkan surat ini merupakan tindak lanjut atas laporan masyarakat sipil yang menyebutkan mengenai kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap satwa. Areal yang dibuka memiliki fungsi sebagai kawasan lindung dalam konsesi Kawasan lindung.
”Surat itu adalah diskresi kami atas tuntutan teman-teman di lapangan. Untuk sementara tidak ada lagi pembukaan LOA 2024 di PT Mayawana Persada, begitu,” ucap dia.
Jika perusahaan itu memaksa beraktivitas makan lembaganya tak akan segan memberikan sanksi berupa teguran, denda administrasi, pembekuan, hingga pencabutan izin. Sanksi ini dapat dijatuhkan berjenjang ataupun berdasarkan bukti yang ditemukan.
Namun analisis citra satelit Auriga Nusantara menunjukkan pasca terbitnya surat tersebut luasan pembukaan hutan terus bertambah. Tercatat sepanjang April deforestasi terjadi seluas 1.897 ha dan rentang 1-10 Mei 2024 seluas 287 ha.
Direktur Hutan Yayasan Auriga Nusantara, Supintri Yohar, beranggapan indikasi bukaan hutan yang dilakukan pasca surat penghentian penebangan di LOA mengindikasikan pelanggaran sudah dilakukan oleh perusahaan itu. KLHK seharusnya langsung mengambil tindakan tegas dengan melakukan pencabutan izin.
Pasalnya, sejak awal PT Mayawana Persada tidak menunjukkan kepatuhan kepada KLHK dengan melakukan penebangan di kawasan gambut. “Bahkan setelah mendapat surat teguran untuk menghentikan penebangan dia tetap melakukan penebangan di wilayah gambut,” ucap dia.
Pendapat Supin beralasan karena penebangan pasca surat penghentian KLHK, setidaknya dari April hingga 10 Mei 2024, diperkirakan mencapai 2.184 ha atau setara hampir 661 kali luas Stadion Manahan Solo.
Areal konsesi PT Mayawana Persada di dekat Hutan Desa Padu Banjar, Kayong Utara, Kalimantan Barat. Foto: Richaldo Harianja/Mongabay
Perhitungan yang dilakukan Auriga Nusantara mencatat deforestasi PT Mayawana Persada mencapai 43,5 ribu ha. Pada laporan ‘Pembalak Anonim: Deforestasi di hutan tropis dan konflik sosial yang dipicu oleh PT Mayawana Persada di Kalimantan Barat’ diperkirakan sejak 2020, lebih dari setengah hutan alam yang dihancurkan di konsesi Mayawana berada di lahan gambut yang kaya karbon. Pada tahun 2023 persentase deforestasi di area gambut meningkat hingga lebih dari 80% dari jumlah deforestasi pada tahun tersebut.
Pembukaan lahan gambut itu melepaskan gas karbon dioksida (CO2) dan metana yang berkontribusi pada emisi gas rumah kaca. Estimasinya mencapai sebesar 12,2 juta metrik ton CO selama periode tiga tahun antara 2020–2022.
Laporan ini disusun oleh Auriga Nusantara, Environmental Paper Network, Greenpeace International, Woods & Wayside International, dan Rainforest Action Network.
Sedangkan Rencana Kerja Forestry and Other Land Use Net Sink 2030 Sub Nasional Provinsi Kalimantan Barat (RKFNET) mematok target serapan emisi 32,1 juta ton CO2.
KEE Kayong Utara, Kalimantan Barat dalam Rencana Kerja Sub Nasional INDONESIA’S FOLU NET SINK 2030
Lembaga konservasi, Yayasan Palung, menyebutkan hutan alam di kawasan PT Mayawana Persada dalam bentang alam atau lanskap Mendawak yang kaya akan biodiversitas.
Lanskap Mendawak merupakan kesatuan hutan alam dan hutan gambut dengan kekayaan biodiversitas. Cakupan lanskap Mendawak meliputi empat kabupaten yakni, Kayong Utara, Ketapang, Sanggau, dan Kubu Raya dengan perkiraan luas mencapai 500.000 ha.
Secara kawasan, bentang ini terbagi dalam kawasan hutan lindung, kawasan konsesi perusahaan, hutan desa, dan perkebunan masyarakat. Luas kawasan konsesi diperkirakan mencapai 100.000 ha.
Kawasan lindung PT Mayawana Persada merupakan bagian dari lanskap ini dan terhubung dengan Hutan Lindung Paduan. Sedangkan empat hutan desa, yakni Padu Banjar, Nipah Kuning, Pulau Kumbang, dan Pemangkat merupakan bagian dari Hutan Lindung Paduan dan berbatasan langsung dengan konsesi perusahaan itu.
Pada hutan desa itu warga memperoleh izin pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Warga menanam tanaman yang menjadi pakan bagi satwa, terutama orangutan. Penanaman ini untuk mencegah orangutan masuk ke perkebunan warga dan memastikan keterhubungan habitat dengan kawasan lindung milik PT Mayawana.
Keterhubungan lanskap ini penting bagi satwa karena menjadi area jelajah untuk mencari pakan.
Orangutan, satwa langka yang habitatnya di lanskap Mendawak kini terancam karena penebangan. Sumber: Tim Laman/Yayasan Palung
Survei biodiversitas Yayasan Palung 2022, menyebutkan 10 spesies mamalia dan 85 spesies burung pada Hutan Lindung Sungai Paduan. Hutan lindung itu juga menjadi kantong populasi orangutan di luar Taman Nasional Gunung Palung. keduanya tak terhubung karena dipisah oleh Sungai Melanau yang memiliki lebar 100 meter.
Satwa itu di antaranya adalah orangutan kalimantan, rangkong gading (Rhinoplax virgil), owa jenggot putih (Hylobates albibarbis), dan beruang madu (Helarctos malayanus).
Hasil analisis menunjukkan terdapat 61 individu orangutan pada lanskap Hutan Lindung Sungai Paduan.
Survei ini menunjukkan pentingnya keterhubungan bentang alam Mendawak ini. Hutan gambut menjadi tempat yang nyaman bagi habitat satwa yang dilindungi, khususnya orangutan. Satwa ini perlu menjelajah untuk hidup.
“Survei ini penting, karena adanya hutan desa di sekitar konsesi PT Mayawana Persada yang bisa jadi penunjang koridor satwa-satwa penting, termasuk orangutan,” ucap dia.
Seekor burung rangkong terlihat terbang di atas konsesi Hutan Desa Padu Banjar. Foto: Arief Nugroho/ Pontianak Post
Menurutnya pembukaan kawasan lindung di dalam konsesi PT Mayawana Persada menjadi salah satu sebab orangutan berpindah dari hutan desa menuju kebun di Desa Padu Banjar maupun Durian Sebatang. Satwa ini kehilangan wilayah jelajahnya karena dibongkar perusahaan.
Data monitoring Ecology and Conservation Center for Tropical Studies (Ecositrop) pada kawasan bernilai konservasi tinggi (NKT) atau high conservation value (HCV) seluas 23.544,35 ha pada konsesi itu menunjukkan sekitar 200-an individu orangutan. Populasi orangutan ini tergolong tinggi pada tingkat konsesi.
KLHK menyebutkan kawasan DAS Mendawak sebagai bagian Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) di bentang alam Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara. Bentang KEE ini adalah kawasan Rawa Air Tawar – DAS Mendawak dan Koridor Orangutan Sungai Putri – Gunung Tarak – Gunung Palung yang dalam pengelolaannya sebagai areal penyelamatan habitat spesies penting dan ekosistem penting.
KEE ini ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 718/Dishut/2017 dan dimuat dalam ‘Rencana Kerja Sub Nasional INDONESIA’S FOLU NET SINK 2030 Provinsi Kalimantan Barat’.
Histori dan peta karhutla 2023 di sekitar PT Mayawana Persada. Data: Tim Data Pantau Gambut
Memanen bencana di PT Mayawana Persada
Pengeringan kawasan gambut di konsesi PT Mayawana Persada pun berisiko menanam bencana. Ekosistem gambut di konsesi itu mencapai 83.060 ha. Data Pantau Gambut menyebutkan luas indikatif fungsi ekosistem gambut (FEG) di konsesi terbagi seluas 42.452 ha merupakan FEG budi daya dan seluas 39.993 ha merupakan FEG lindung.
Analisis pemetaan yang dilakukan tim data Pantau Gambut menunjukkan gambut dengan kedalaman sedang (100-200 sentimeter) mencapai 36 persen, gambut sangat dalam (300-500 cm) sebanyak 26 persen, gambut dalam (200-300 cm) sebanyak 23 persen, gambut dangkal (50-100 cm) sebanyak 14 persen, dan gambut sangat dalam sekali (500-700 cm) sebanyak satu persen.
Manajer Advokasi dan Kampanye Pantau Gambut, Wahyu Eka Perdana, menyebutkan setidaknya empat kali kebakaran hutan dan lahan di kawasan konsesi PT Mayawana Persada dan sekitarnya dalam 10 tahun terakhir. Karhutla itu terjadi pada 2015 mencapai luas 1.669 ha, pada 2018 dengan luas 401 ha, 2019 dengan luas 592 ha, dan terbesar pada 2023 dengan luas 2.654 ha.
“Nah, karhutla terluas ini terjadi seiring dengan pembukaan hutan di kawasan gambut yang dilakukan PT Mayawana Persada,” kata dia.
Senior Adviser Wetland International untuk Indonesia, I Nyoman Suryadiputra, memperingatkan bencana akibat pengeringan gambut tak perlu menunggu waktu. Pilihannya hanya dua, karhutla ketika musim kemarau atau banjir ketika musim hujan.
Alat Berat milik PT Mayawana Persada melakukan land clearing di dekat hutan desa Padu Banjar, Kayong Utara
Dan dampak ini tak hanya dirasakan di area yang ditebang dan dikeringkan melainkan juga wilayah sekitarnya.
“Dua bencana itu pasti, bergantung pada musimnya. Dan tak perlu menunggu lama,” kata dia.
Selain itu ia menerangkan kawasan gambut yang dikeringkan akan menjadi cekung setelah beberapa lama. Artinya, penanaman yang dilakukan perusahaan juga tidak akan menghasilkan pohon yang tegak dan terancam terendam air ketika musim hujan.
Sementara konfirmasi yang diajukan kepada PT Mayawana Persada atas deforestasi, perusakan habitat orangutan, dan gambut saat ini tak mendapatkan respons. Sedangkan permintaan data konfirmasi melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) KLHK juga belum memberikan jawaban apapun.
----
Laporan ini merupakan liputan kolaborasi Betahita.id, Ekuatorial.com, Jaring.id, Mongabay.id, CNN TV, Pontianak Post, yang didukung Depati Project dan The Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ)