Tambang Makan Banyak Korban, Izin Malah Diobral Ke Ormas Agama

Penulis : Aryo Bhawono

Tambang

Selasa, 04 Juni 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebutkan pemberian izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan muncul pertama kali pada 2023, empat bulan sebelum Pemilihan Presiden, Pemilihan Caleg, dan Pemilihan DPD digelar. Wacana itu tercantum pada Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi. 

Perpres ini diteken oleh Presiden Jokowi pada 16 Oktober 2023. Kemudian, lima bulan jelang Pilkada Serentak 2024, Jokowi meneken PP 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

“Jokowi memuluskan jalan ormas keagamaan untuk berbisnis tambang di momen politik. Dan PP No 25 tahun 2024 itu, tampak mencerminkan watak rezim Jokowi yang rakus dan tamak,” ucap Kepala Divisi Hukum, Muhammad Jamil pada Senin (3/6/2024). 

Rentetan kebijakan dan regulasi itu, termasuk PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, diduga sebagai langkah balas jasa bagi penyokong politiknya di satu sisi, dan upaya merawat pengaruh politik pasca lengser pada Oktober 2024 mendatang di sisi yang lain. 

Salah satu bekas lubang tambang di Kalimantan Selatan/foto:Auriga Nusantara

Sebelumnya, Jokowi juga melakukan revisi UU Minerba dan membuat UU Cipta Kerja yang memberikan karpet merah bagi pebisnis tambang. 

“Dalih bahwa tambang bisa mendorong kesejahteraan bagi ormas keagamaaan juga omong kosong. Jatam perlu mengingatkan, bahwa pertambangan itu padat modal dan padat teknologi. Ekonomi tambang sangat rapuh, tidak berkelanjutan. Ia rakus tanah dan rakus air,” ucap Jamil. 

Catatan mereka menyebutkan jumlah izin tambang di Indonesia mencapai hampir 8.000 izin dengan luas konsesi mencapai lebih dari sepuluh juta hektar. Pada praktiknya, tambang tak hanya melenyapkan ruang pangan dan air, serta berdampak pada terganggunya kesehatan, tetapi juga telah memicu kematian. 

Operasi pertambangan tersebut, telah meninggalkan lubang-lubang beracun. Jatam mencatat telah lebih dari 80.000 titik lubang tambang yang dibiarkan menganga tanpa rehabilitasi. Lubang-lubang tambang itu telah memakan korban jiwa. Di Kalimantan Timur misalnya, lubang tambang telah menelan korban tewas 49 orang, mayoritas anak-anak. 

Ironisnya, kasus-kasus ini dibiarkan begitu saja, tanpa penegakan hukum. 

"Kompleksnya masalah ini memang tak akan pernah selesaikan oleh rezim Jokowi, justru akan menjadi tumpukan warisan utang sosial-ekologis bagi kekuasaan politik berikutnya," ujar Jamil. 

Mereka pun mendesak ormas keagamaan untuk menolak tawaran IUPK konsesi tambang yang diberikan pemerintah.

“Saat ini, yang mendesak dilakukan adalah melakukan evaluasi menyeluruh dan pemulihan dampak sosial-ekologis, sekaligus penegakan hukum yang tegas atas rentetan kejahatan kemanusiaan dan lingkungan oleh korporasi tambang,” kata Jamil. 

Ketua PBNU berterima kasih 

Menanggapi pemberian prioritas IUPK untuk ormas keagamaan ini, Ketua PBNU Yaqut Cholil Qoumas, mengungkapkan terima kasih kepada Jokowi. Menurutnya langkah Jokowi ini memperluas pemanfaatan sumber daya alam untuk kemaslahatan rakyat.  

“PBNU berterima kasih dengan apresiasi yang tinggi kepada Presiden Joko Widodo atas kebijakan afirmasinya untuk memberikan konsesi dan izin usaha pertambangan kepada ormas-ormas keagamaan, termasuk Nahdlatul Ulama,” kata Gus Yahya seperti dikutip dari CNN Indonesia. 

Ormas yang dipimpinnya akan mempersiapkan sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan perangkat badan usaha seperti yang disyaratkan dalam PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. 

Sementara ketika dihubungi Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menyebutkan lembaganya tak ingin terburu-buru merespons hal itu. Ia menyebutkan pemberian prioritas untuk ormas keagamaan mengelola tambang merupakan kewenangan pemerintah. 

Hingga saat ini belum ada pembicaraan apapun antara pemerintah dengan Muhammadiyah terkait kemungkinan pengelolaan tambang.

“Kalau ada penawaran resmi Pemerintah kepada Muhammadiyah akan dibahas dengan seksama. Muhammadiyah tidak akan tergesa-gesa dan mengukur kemampuan diri agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara,” ujarnya lebih lanjut dalam laman Facebooknya. 

Namun sebelumnya Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, sempat menyebutkan kebijakan itu merupakan sesuatu yang menggembirakan. "Karena lewat kebijakan tersebut, ormas keagamaan bisa memperoleh sumber pendapatan baru," kata dia.