Ibu Torobulu Dikrimanalisasi Sebab Bela Desa dari Tambang PT WIN

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Senin, 17 Juni 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Ratusan warga Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan, melakukan aksi protes di depan Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), di Kendari, Rabu (12/6/2024). Aksi tersebut sebagai respon atas upaya kriminalisasi dua orang warga Torobulu yang berlanjut ke tahap II--berkas perkara telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendari.

Dua warga yang dikriminalisasi itu adalah Haslilin (30), perempuan, dan Andi Firmansyah (41), laki-laki, yang dituduh merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan sesuai Pasal 162 Undang-Undang No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) jo Pasal 55 KUHPidana.

Muhammad Ansar, dari LBH Makassar, mewakili tim penasehat hukum Haslilin dan Andi Firmansyah menilai penetapan tersangka terhadap dua warga Torobulu ini merupakan tindakan kriminalisasi pejuang lingkungan hidup dan hak asasi manusia (HAM). Ia menyebut, dalam konstitusi ditegaskan, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari HAM.

"Karena itu, kami menilai proses hukum kepada Ibu Haslilin dan Pak Andi dengan keduanya ditetapkan sebagai tersangka ini tidak lebih sebagai tindakan kriminalisasi. Tindakan kriminalisasi ini akan membahayakan hak partisipasi publik untuk memperoleh lingkungan yang baik dan sehat yang dijamin Konstitusi,” kata Ansar, Rabu (12/6/2024).

Tampak dari ketinggian lubang-lubang tambang nikel PT WIN yang berada sangat dekat dengan pemukiman warga Desa Torobulu, Kabupaten Konawe Selatan. Foto: Walhi Sultra.

Kasus ini bermula saat Haslilin dan Andi Firmansyah, bersama warga Torobulu lainnya, mendatangi 1 unit excavator PT Wijaya Intan Nusantara (PT WIN) milik Frans Salim Kalalo, pada 6 November 2023. Alat berat tersebut sedang melakukan pengerukan ore nikel di Desa Torobulu.

Aktivitas PT WIN itu hanya berjarak kurang lebih 100 meter dari pemukiman warga dan sangat dekat dengan jalan poros. Kedatangan warga itu bertujuan untuk mengetahui aktivitas pertambangan tersebut sesuai dengan regulasi atau tidak.

“Kedatangan kami itu mau tahu, apakah kegiatan penambangan yang dilakukan sesuai regulasi. Penambangan itu sangat dekat di pemukiman warga. Padahal sebelumnya sudah ada disepakati agar masing-masing pihak menahan diri, jangan ada aktivitas penambangan dulu. Pada pertemuan itu ada pak desa, camat dan warga Torobulu,” kata Andi Firmansyah.

Warga protes karena tidak ingin peristiwa longsor serta debu yang menyelimuti rumah-rumah warga akibat aktivitas pertambangan terulang seperti yang pernah dialami sebelumnya. Ditambah lagi 2 sumber mata air warga yang telah rusak, tanaman padi milik warga menjadi rusak apabila di musim penghujan, belum lagi debu. Karena itu, Andi Firmansyah dan Haslilin meminta agar excavator ditarik mundur jauh dari pemukiman warga.

“Kami datang itu bukan untuk menahan, tapi untuk mempertanyakan, kenapa ada aktivitas. Kami juga tidak ingin ada lagi longsor, sumber mata air kami menjadi rusak, dan debu yang masuk ke rumah-rumah kami yang selama ini sudah kami rasakan karena aktivitas pertambangan itu,” kata Haslilin.

Namun, lewat surat nomor: S.Pgl/234/VI/RES.5.5./2024/Ditreskrimsus dan surat nomor: S.Pgl/235/VI/RES.5.5./2024/Ditreskrimsus, tertanggal 7 Juni 2024, Polda Sultra justru memanggil keduanya untuk diserahkan ke Kejari Kendari (Tahap II).

“Kami menilai, penggunaan Pasal 162 UU Minerba oleh PT WIN memiliki tujuan jahat, yaitu untuk membungkam warga Torobulu, karena itu, kami menghimbau aparat penegak hukum, kejaksaan dan pengadilan agar tetap menjaga marwah hukum dengan tidak mempidanakan Ibu Haslilin dan Pak Andi Firmansyah,” ujar Ansar.

Direktur Walhi Sultra, Andi Rahman, berpendapat, seharusnya Andi Firmansyah dan Haslilin dilindungi, bukan dipidanakan. Karena apa yang dilakukan Andi Firmansyah dan Haslilin bersama warga Torobulu lainnya adalah upaya untuk melindungi lingkungan dan mempertahankan ruang hidupnya dari ancaman pertambangan.

Andi menjelaskan, Pasal 66 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sudah sangat jelas menyebutkan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

"Karena itu, menjadi sangat aneh jika Ibu Haslilin dan Andi Firmansyah ini diproses hukum, akan muncul pertanyaan, hukum itu untuk siapa?” kata Andi.

Dalam proses upaya kriminalisasi yang terus berlangsung, di depan Polda Sultra, warga juga ikut menyuarakan bagaimana kondisi di Torobulu yang terus berhadapan aktivitas tambang.

Andi mengatakan, warga harus membayar harga mahal akibat aktivitas tambang yang terus berlangsung di Torobulu ini. Kerusakan lingkungan secara telanjang mata terjadi di sekitar pemukiman warga. Ia bilang, hanya tersisa menghitung hari, jika tambang terus berlanjut secara perlahan warga akan tersingkir dari ruang hidupnya.

Dalam aksi tersebut warga Torobulu mengeluarkan pernyataan sikap dan tuntutan, yakni hentikan upaya kriminalisasi terhadap Andi Firmansyah dan Haslilin yang merupakan pejuang lingkungan, juga kriminalisasi warga Desa Torobulu lainnya.

Kemudian massa juga meminta hak nelayan Desa Torobulu dan ruang hidup warga dikembalikan. Warga juga menuntut penghentian perusakan lingkungan, dan pencabutan IUP PT WIN.

"Penting untuk diketahui, pelimpahan berkas perkara dan tersangka (Tahap II) ke Kejaksaan Negeri Kendari yang direncanakan akan dilaksanakan pada pada 12 Juni 2024 ditunda hingga 20 Juni 2024 mendatang," kata Andi Rahman.