Walhi Ajak Generasi Muda Lakukan Gugatan Iklim

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Iklim

Selasa, 25 Juni 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengajak generasi muda di Indonesia untuk melakukan gugatan iklim, karena dampak krisis iklim di dunia dan Indonesia semakin memburuk dan akan merampas hak untuk hidup layak generasi muda di masa mendatang.

Manajer Kampanye Pesisir, Laut, dan Pulau Kecil, Eksekutif Nasional Walhi, Parid Ridwanuddin, menyebut dampak krisis iklim secara global telah memaksa temperatur planet bumi melebihi 1,5 derajat Celcius dibandingkan dengan era pra revolusi Industri. Di Indonesia, krisis iklim telah memperburuk kehidupan masyarakat pesisir.

"Di mana ratusan nelayan meninggal di tengah laut, ratusan desa pesisir diterjang banjir rob, puluhan pulau kecil telah tenggelam. Sekaligus mengancam air serta pangan yang menghidupi Masyarakat selama ini,” kata Parid, dalam acara orasi lingkungan hidup bertajuk Indonesia Emas 2045 atau Indonesia Cemas 202?, 10 Juni 2024.

Dalam situasi ini, tambah Parid, penting untuk meminta pihak yang bertanggungjawab atas krisis iklim yang mengancam kehidupan masyarakat luas, khususnya nasib generasi muda yang akan hidup pada masa yang akan datang.

Empat Warga Pulau Pari Menggugat Holcim Atas Krisis Iklim. Foto: CallForClimateJustice

“Krisis iklim ini telah merampas hak generasi muda untuk hidup layak pada masa depan. Kita harus menuntut pertanggungjawaban dari negara dan koorporasi skala besar yang telah mengeruk keuntungan ekonomi tetapi mengorbankan nasib planet bumi,” tutur Parid.

Untuk itu, imbuh Parid, generasi muda harus terlibat aktif menghentikan krisis iklim dengan cara menjadi penggugat iklim yang menuntut pertanggungjawaban negara yang telah memproduksi beragam kebijakan yang memperburuk krisis iklim, serta menuntut korporasi multinasional yang telah memproduksi emisi dalam jumlah yang sangat besar dalam satu dekade terakhir.

“Pada titik ini, Walhi Nasional siap untuk mendampingi siapapun, terutama generasi muda yang hendak menempuh gugatan iklim pada masa yang akan datang,” ujar Parid.

Parid mengungkapkan, pengalaman generasi muda yang berhasil menempuh gugatan iklim telah dibuktikan oleh Sophie Backsen, remaja dari Pulau Pellworm, sebuah pulau kecil di utara Jerman, yang terdampak krisis iklim. Sophie berhasil menempuh gugatan iklim kepada Mahkamah Konstitusi Jerman dan mendesak Pemerintah Jerman untuk untuk menetapkan penurunan emisi sampai nol persen pada 2050.

“Saya pernah bertemu dan berbincang dengan Sophie Backsen secara pribadi di rumahnya di Pulau Pellworm. Dia menggunakan argumen keadilan antargenerasi (intergenerational justice) untuk mempertahankan pulaunya yang berusia lebih dari 300 tahun lamanya,” ujar Parid.

Parid menyebut hal serupa dapat dilakukan oleh generasi muda di Indonesia yang merasa masa depannya terancam oleh krisis iklim. Salah satu gugatan iklim yang juga sedang ditempuh oleh masyarakat Indonesia adalah gugatan iklim yang kini dilakukan empat orang masyarakat Pulau Pari melawan PT Holcim, Perusahaan semen terbesar di dunia, yang telah memproduksi emisi Co2 lebih dari 7 miliar ton sejak 1950 sampai 2021.

“Kami mengajak kawan-kawan generasi muda untuk mendukung gugatan iklim pertama di Indonesia ini. Ini merupakan gerakan penting untuk mewujudkan keadilan iklim,” ucapnya.