Telapak x Petani Loeha Raya Baku Klaim, Pemenangnya PT Vale

Penulis : Aryo Bhawono

Tambang

Senin, 01 Juli 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Perkumpulan Telapak Indonesia (Telapak) menyebutkan tak ada pelanggaran HAM yang dilakukan PT Vale Indonesia di Loeha Raya, Blok Tanamalia, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Warga bicara sebaliknya, mengatakan mereka tak pernah diajak bicara perihal nasib tanahnya, bahkan ada kebun warga yang dirusak untuk kegiatan eksplorasi, hingga yang tak terima justru berkali-kali dipanggil polisi. 

Pernyataan tak ada pelanggaran HAM oleh Vale di Tanamalia itu merupakan bagian rekomendasi Perkumpulan Telapak setelah mereka melakukan kunjungan dan kajian sosial, ekonomi, dan lingkungan di 5 desa lingkar kawasan pertambangan Blok Tanamalia pada rentang Mei hingga Juni 2024. 

Ketua Tim Telapak, Muhammad Djufryhard, mengatakan rekomendasi lembaganya dikeluarkan menyusul laporan Friend of Earth (FoE) Jepang di situsnya. 

“Rekomendasi yang disampaikan kepada tiga pihak tersebut sekaligus merespon informasi tentang dugaan terjadinya pelanggaran HAM yang dilakukan PTVI sebagaimana siaran yang disampaikan oleh FoE Jepang pada laman situs web," ujarnya dalam konferensi pers Telapak di Jakarta, Jumat lalu (16/6).

Petani merica di empat desa di Loeha Raya berdemonstrasi menolak tambang di Kamp PT Vale Blok Tanamalia, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Sumber foto: Walhi Sulsel

Lima desa itu itu adalah Ranteangin, Loeha, Bancilang, Tokalimbo, dan Masiku. 

Warga Ranteangin, Rama Aslontahir, menyebutkan laporan Perkumpulan Telapak itu bohong. Ia menyebutkan pada 2023, perusahaan telah melakukan pengambilan sampel di atas lahan warga dengan alat berat yang dikawal aparat berseragam. Mereka merobohkan pohon di lahan itu tanpa izin pemilik.

Warga yang melakukan protes dan penolakan pasca pengambilan sampel pun kemudian mendapat panggilan dari kepolisian. Mereka berkali-kali disuruh datang ke kantor polisi dan ditanyai berbagai hal terkait protes dan penolakan tambang. 

Overlay peta konsesi PT Vale di Blok tanamalia dengan desa di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Sumber d

“Mereka tidak hanya sekali disurati untuk datang, ada sepuluh kali lebih untuk tiap orang. Tak jelas apa kasusnya tapi polisi selalu bertanya soal penolakan tambang,” ucap dia melalui telepon. 

Aktivitas Vale di Blok Tanamalia selama ini meresahkan petani karena mengancam pertanian mereka. Kawasan itu merupakan penghasil merica dan berbagai rempah-rempah. 

Selama ini, kata dia, perusahaan hanya bicara soal pembukaan lapangan kerja. Menurutnya iming-iming ini tak sebanding dengan penghasilan dan lapangan kerja dari pertanian merica dan hasil pertanian lainnya.

Rama pun mengeluhkan pernyataan Perkumpulan Telapak yang menyebutkan tak ada pelanggaran HAM di Blok Tanamalia. Menurutnya mereka tak jeli melihat permasalahan yang terjadi di kawasan itu.

Sementara itu, menurut laporan Jejak Fakta, Ketua Asosiasi Petanai Lada Loeha Raya, Yahya Muchtar, menyampaikan PT VI melakukan eksplorasi tanpa melibatkan masyarakat dalam konsultasi publik. Padahal menurut aturan internasional tentang bisnis dan HAM, perusahaan harus mengimplementasikan prinsip FPIC. 

“Pernyataan Telapak adalah kebohongan besar karena selama eksplorasi yang dilakukan oleh PT VI di Blok Tanamalia tidak pernah diawali dengan konsultasi publik terlebih dahulu, sehingga petani tidak pernah mendapat informasi yang jelas dari PTVI,” kata Yahya.

Petani Loeha Raya sendiri selama ini tak hanya melakukan aksi protes. Mereka telah menyurati Komnas HAM untuk memantau dan melindungi seluruh petani dan perempuan yang sedang berjuang melindungi lingkungan dan sumber kehidupan mereka dari perluasan tambang PT VI.

Tak hanya itu, mereka mendatangi berbagai instansi pemerintah di Jakarta. Bahkan para petani ini menggeruduk Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) PT Vale Indonesia  di Jakarta  pada April 2024 lalu. Tambang Nikel di Blok Tanamalia milik perusahaan itu, menurut mereka, mengancam pertanian dan air bersih.