Proyek IKN Ancam Hutan Uwentumbu dan Mata Air Buluri di Sulteng
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Tambang
Selasa, 09 Juli 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Kelurahan Buluri dan Watusampu, di Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) tak lagi indah. Debu bertebaran di mana-mana saat cuaca sedang panas, dan di waktu hujan banjir kerap terjadi dan menutupi ruas jalan Palu-Donggala.
Tak hanya itu, daerah pesisir itu kini juga lebih berisik, hampir setiap hari suara gemuruh mesin pemecah batu (crusher) terdengar. Itu semua terjadi karena perkampungan warga yang satu dekade lalu dikenal sebagai penghasil buah srikaya itu kini dikepung tambang galian C.
Ya, sejak proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim) dimulai, setidaknya ada 7 perusahaan tambang yang secara masif menggali perut Bumi di Buluri dan Watusampu. Hasil tambang galian C itu kemudian disuplai ke Kaltim untuk bahan material proyek IKN.
Berdasarkan laporan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng, aktivitas tambang galian pasir dan batuan itu mengakibatkan polusi udara. Debu tambang menyelimuti pemukiman warga, dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Menurut data Puskesmas Anuntodea Tipo, pada 2023 lalu sebanyak 2.422 orang dari Kelurahan Tipo 915 orang, Buluri 813 orang, dan Watusampu 694 orang menderita ISPA.
Pengampanye Walhi Sulteng, Wandi, mengatakan aktivitas tambang galian C ini juga mengancam hutan Uwentumbu dan sumber mata air terakhir warga Kelurahan Buluri. Walhi Sulteng menemukan salah satu titik sumber mata air yang berlokasi di Valoli, mengalir di bawah mesin crusher dan airnya masih dikonsumsi oleh 30 kepala keluarga (KK).
Sumber mata air lainnya, yakni di Uwentumbu dan Taipa Baki, berjarak hanya sekitar 300 meter dari area pertambangan. Menurut pengamatan Walhi Sulteng, di sekitar mata air tersebut terdapat debu tebal yang menempel di dedaunan pohon.
"Sebagai sumber air utama yang digunakan oleh 1.308 kepala keluarga untuk kebutuhan sehari-hari seperti mencuci, minum, dan lain-lain. Kini warga khawatir sumber mata air terakhir akan hilang, " kata Wandi, 8 Juli 2024.
Anehnya, kata Wandi, Pemerintah Sulteng mengabaikan dan melakukan pembiaran atas eksploitasi tanpa ada tindakan tegas terhadap pelaku perusak lingkungan di Buluri. Yang terjadi, perusahaan-perusahaan itu justru diberikan karpet merah, dengan menerbitkan putusan penanganan debu pada kegiatan pertambangan. Salah satunya adalah, pelaku usaha wajib melakukan penyiraman minimal dua kali sehari sesuai arahan dokumen lingkungan/termasuk jalan hauling.
"Gempuran industri tambang batuan dan pasir dengan target 30 juta ton material yang dikirim ke IKN itu secara tidak langsung menghilangkan sumber penghidupan terakhir yang dimiliki oleh warga," katanya.
Tampak dari ketinggian kondisi Buluri yang dikepung tambang galian C. Foto: Jatam Sulteng.
Sementara di Kelurahan Watusampu dalam temuan Koalisi Petisi Palu-Donggala sumber air yang dikonsumsi warga berada dalam kawasan pertambangan. Ditambah lagi tapal batas hutan lindung juga ada dalam area konsesi tambang.
Aktivitas tambang penyuplai bahan material proyek IKN dikhawatirkan juga akan menghancurkan hutan Uwentumbu. Karena hutan dan sumber air di Uwentumbu terindikasi masuk dalam konsesi izin usaha pertambangan batuan dan pasir juga.
"Kita berharap agar pemerintah mengevaluasi seluruh kegiatan pertambangan pasir dan batuan yang ada di wilayah sepanjang pesisir Palu-Donggala yang telah berdampak buruk bagi kehidupan sekitar," kata Taufik, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, 8 Juli 2024.
Pada Sabtu pekan lalu, sejumlah aktivis lingkungan dari berbagai organisasi masyarakat sipil dan warga Buluri melakukan aksi penanaman pohon kalii dan pembentangan spanduk bertuliskan "Selamatkan Hutan Uwentumbu dan Mata Air Terakhir dari Pertambangan Batuan dan Pasir" di hutan Uwentumbu.
Sejumlah aktivis lingkungan dan warga Buluri membentangkan berisi seruan penyelamatan hutan Uwentumbu dan sumber mata air dari tambang. Foto: Koalisi Petisi Palu-Donggala.
Arman, warga Buluri yang juga Koordinator Koalisi Petisi Palu-Donggala-Donggala, mengatakan penyelamatan hutan Uwentumbu sangat penting karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Ia juga mendesak perusahaan-perusahaan tambang di kampungnya tidak mengeksploitasi lingkungan tanpa ada pertimbangan kemanusiaan.
"Pohon-pohon di mata air semua berdebu, artinya perusahaan mengabaikan kesehatan warga. Kalau pohon berdebu airnya juga pasti terdampak. Penanaman pohon dan pembentangan spanduk sebagai bentuk desakkan kepada pemerintah agar tidak seenaknya menerbitkan izin konsesi dan harus mempertimbangkan kelestarian lingkungan," kata Arman, 8 Juli 2024.