Badan Bank Tanah Bantah Ada Intimidasi dan Penggusuran di Cianjur
Penulis : Kennial Laia
Agraria
Jumat, 19 Juli 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Badan Bank Tanah menyanggah klaim sejumlah organisasi masyarakat sipil bahwa pihaknya telah melakukan intimidasi dan penggusuran terhadap petani di Desa Batulawang, Cianjur, Jawa Barat. Menurut Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja, pihaknya juga tidak pernah melakukan perampasan tanah masyarakat.
“Kami juga tidak pernah merampas tanah masyarakat, yang mana perolehan tanah Badan Bank Tanah saat ini mayoritas berasal dari penetapan pemerintah dan sudah diatur dalam PP 64 Tahun 2021,” kata Parman dalam hak jawab yang diterima redaksi, Kamis, 18 Juli 2024.
“Narasi intimidasi dan merampas sangat menyesatkan bagi banyak pihak sehingga merugikan Badan Bank Tanah,” kata Parman.
Sebelumnya pernyataan bersama yang dirilis Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Pemersatu Petani Cianjur (PPC), Konfederasi KASBI Cianjur, PC PMII Cianjur, dan DPC GMNI Cianjur, menyatakan petani di Cianjur terancam kehilangan tanah akibat upaya penggusuran yang dilakukan Badan Bank Tanah.
Menurut masyarakat sipil tersebut, upaya penggusuran dilakukan melalui pematokan paksa di areal pemukiman dan garapan petani Desa Batulawang. Tanah ini dulunya dikelola oleh PT Maskapai Perkebunan Moelya (MPM), yang memegang izin Hak Guna Usaha (HGU). Izin ini berakhir pada 2022, yang juga diperkuat oleh Hasil Kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Kantor Pertanahan Cianjur pada 2019.
Menurut masyarakat sipil, PT MPM tidak lagi memiliki hubungan hukum terhadap eks-HGU yang telah digarap masyarakat. Ditambah, tanah tersebut telah ditelantarkan sejak 1998.
Pada 2022, status izin HGU tersebut kembali aktif saat Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto yang saat itu menjabat, menghapus eks-HGU PT MPM seluas 1.020,8 hektare dari basis data tanah terindikasi telantar. Langkah ini sekaligus memberikan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Bank Tanah atas lahan tersebut.
Menyusul pembaruan status tanah tersebut, seluas 50 hektare diberikan kepada Densus 88 untuk Pusat Pendidikan dan Latihan. Sedangkan sisanya dialokasikan untuk PT Sentul City Tbk dan PT Buana Estate, termasuk pembangunan pondok Al Mutahar dan Villa atas nama Ratmani Probosutejo. Koalisi menyebut, kedua pemilik terafiliasi dengan PT MPM.
Menanggapi pernyataan ini, Parman mengatakan pihaknya tidak pernah melakukan penggusuran di areal pemukiman dan garapan petani di Desa Batulawang. “Pematokan yang dilakukan bukan mematok tanah persil (bidang per bidang), tapi untuk mengetahui rencana alokasi penggunaan lahan,” ujarnya.
Parman juga menilai klaim bahwa PT MPM tidak memiliki hubungan hukum terhadap tanah eks-HGU karena sudah dilakukan IP4T tahun 2019 sebagai pernyataan yang keliru. “IP4T adalah untuk mengetahui penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, bukan untuk memutus hubungan hukum antara pemegang hak dengan objek tanahnya,” kata Parman.
Berdasarkan Permen 18 Tahun 2021, pasal 79 ayat 2, ujarnya, pemegang hak memiliki hak prioritas atas tanah tersebut, yang mana berakhir pada 2022.
“Dalam perjalanannya, banyak masyarakat yang secara tidak sah melakukan penguasaan di area HGU PT MPM,” kata Parman.
Parman mengatakan, Menteri ATR melalui surat nomor TU.03.03/1602/IX/2022 memerintahkan kepada Badan Bank Tanah untuk mengalokasikan lahan seluas 203 hektare untuk reforma agraria dan redistribusi tanah di atas HPL Badan Bank Tanah.
“Kami sudah menyiapkan lahan seluas 203 hektare tersebut sesuai mandat dari surat Menteri tersebut. Pendistribusiannya saat ini sedang berproses melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Cianjur,” ujar Parman.