Masyarakat Adat Sihaporas Laporkan Polisi ke Kompolnas

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hukum

Senin, 05 Agustus 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Masyarakat Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas, Desa Sihaporas Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara melaporkan aparat Kepolisian Resor (Polres) Simalungun atas tindakan kekerasan dan intimidasi yang dilakukan kepada masyarakat adat Sihaporas. Laporan ini merujuk pada peristiwa 22 Juli 2024, sekitar pukul 03.00 WIB, ketika rombongan aparat Polres Simalungun  membentak, menendang, memukul, memiting, menyetrum, menodongkan pistol, dan menembak atap rumah anggota Komunitas Masyarakat Adat Sihaporas.

Masyarakat Adat Sihaporas melaporkan ke Mabes Polri, khususnya ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Divisi Propam) Polri dan Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri. Selain itu laporan juga diajukan ke Komisi Nasional Kepolisian (Kompolnas).

Laporan ini diajukan pada hari Jumat (2/8/2024), melalui Kuasa Hukumnya dari Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (Taman) yang merupakan gabungan advokat, penasihat hukum, dan pembela umum dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU). Sebelumnya Taman telah mengadukan aparat Polres Simalungun ke Komnas Ham pada 25 Juli 2024.

Judianto Simanjuntak, kuasa hukum masyarakat adat Sihaporas, dari Taman, menjelaskan, laporan ini penting dilakukan agar Divisi Propam Polri, Itwasum Polri yang dipimpin Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, dan Kompolnas melakukan evaluasi dan pengawasan atas kinerja aparat Polres Simalungun terkait perilaku ketidakprofesionalan (unprofesional). Yang mana dalam melakukan penangkapan masyarakat adat Mamontang Laut Sihaporas, para aparat Polres Simalungun mengedepankan tindakan kekerasan dan intimidasi.

Masyarakat adat Sihaporas berunding dengan aparat kepolisian yang datang ke lokasi pos penjagaan masyarakat adat di wilayah adat Buttu Pangaturan, Pamatang Sidamanik, Simalungun, Senin (22/8/2022)./Foto: AMAN Tano Batak.

"Ini menunjukkan bahwa aparat Polres Simalungun tidak menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), dan merupakan merupakan penyalahgunaan wewenang," kata Judianto, dalam sebuah pernyataan resmi, Sabtu (3/8/2024).

Judianto menguraikan, penyalahgunaan wewenang aparat Polres Simalungun tersebut mengakibatkan terjadinya dugaan pelanggaran HAM terhadap masyarakat Sihaporas, yaitu dugaan pelanggaran hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum, dugaan pelanggaran hak untuk bebas dari penyiksaan. Selain diduga melanggar hak atas kebebasan dan keamanan pribadi sebagaimana dimaksud dalam konstitusi, Undang-Undang (UU) No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.

Seharusnya, imbuh Judianto, aparat Polres Simalungun memberikan perlindungan dan pengayoman kepada masyarakat adat Sihaporas sesuai dengan tugas dan fungsinya di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

"Tetapi faktanya aparat Polres Simalungun justru melakukan kekerasan dan intimidasi kepada masyarakat adat Sihaporas," kata Judianto.

Tak sampai di situ, menurut Judianto, penyalahgunaan wewenang yang dilakukan aparat Polres Simalungun diduga melanggar kode etik profesi Polri, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Polri No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri khususnya terkait dengan kewajiban aparat kepolisian menjaga keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Kuasa hukum masyarakat adat Sihaporas lainnya, Gregorius B.Djako, menyatakan, dengan laporan ini, pihaknya berharap Divisi Propam Polri, Itwasum Polri dan Kompolnas melakukan langkah-langkah, yakni meminta keterangan dari aparat Polres Simalungun terkait dengan perilaku ketidakprofesionalan aparat Polres Simalungun, yang dalam melakukan penangkapan terhadap masyarakat adat Mamontang Laut Sihaporas mengedepankan tindakan kekerasan dan intimidatif, melakukan evaluasi dan pengawasan terkait dengan perilaku ketidakprofesionalan aparat Polres Simalungun tersebut.

Gregorius melanjutkan, khusus Propam Polri, terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri, diharapkan mengadakan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) atas dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri yang dilakukan oleh aparat Polres Simalungun, dan memberikan sanksi berupa pemecatan kepada aparat Polres Simalungun, apabila terbukti melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri.

Untuk Itwasum Polri, lanjut Gregorius, diharapkan memberikan perintah kepada Kapolda Sumatera Utara dan Kapolres Simalungun agar menghentikan segala bentuk kekerasan dan kriminalisasi kepada masyarakat adat Sihaporas, dan memberikan teguran kepada aparat Polres Simalungun terkait dengan perilaku ketidakprofesionalan aparat Polres Simalungun yang dalam melakukan penangkapan terhadap masyarakat adat Mamontang Laut Sihaporas mengedepankan tindakan kekerasan dan intimidatif.

Selanjutnya, secara khusus kepada Kompolnas diharapkan memberikan rekomendasi Kapolri, Kapolda Sumatera Utara dan Kapolres Simalungun agar menghentikan segala bentuk kekerasan dan kriminalisasi kepada masyarakat adat Sihaporas.

Gregorius bilang, pengaduan di Kompolnas diterima oleh bagian pengaduan. Bagian pengaduan kompolnas menyatakan akan menindaklanjuti pengaduan dan akan menyurati Polda Sumatera Utara dan Polres Simalungun untuk meminta klarifikasi.

"Jika tidak ada respon dari Polda Sumatera Utara dan Polres Simalungun, maka Kompolnas akan mendatangi Polda Sumatera Utara dan Polres Simalungun," kata Gregorius.