Diduga Bikin Banjir Bandang, Galian C untuk IKN Diminta Setop
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Tambang
Kamis, 08 Agustus 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Pemerintah diminta untuk melakukan audit lingkungan dan melakukan moratorium izin usaha pertambangan (IUP), terutama komoditi pasir dan batuan, di pesisir Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng). Sebab, aktivitas pertambangan galian c yang masif di daerah tersebut, untuk memenuhi material proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, terindikasi menyumbang peran terjadinya bencana ekologis, berupa banjir bandang di pesisir Palu-Donggala.
Berdasarkan laporan masyarakat sipil, dalam dua bulan terakhir, tercatat terjadi dua kali banjir bandang di beberapa titik, dan merugikan masyarakat setempat juga pengguna jalan yang melintas wilayah pesisir Palu-Donggala. Karena banjir tersebut membawa material, berupa batu kerikil dan lumpur, yang mengganggu pengguna jalan, baik roda dua maupun roda empat, yang rentan mengakibatkan kecelakaan.
Kelompok masyarakat sipil menduga banjir bandang ini disebabkan oleh aktivitas pertambangan galian c yang masif melakukan eksploitasi di bagian hulu tanpa mempertimbangkan daya tampung dan daya dukung lingkungan.
Mohammad Tauhid dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, mengatakan Pemerintah Provinsi Sulteng serta Pemerintah Kota Palu dan Kabupaten Donggala, harus serius melakukan evaluasi terhadap seluruh kegiatan pertambangan yang ada di sepanjang wilayah pesisir Palu-Dongggala. Sebab wilayah tersebut diduga merupakan wilayah kawasan rawan bencana yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palu dan Kabupaten Donggala.
"Sehingga kegiatan pertambangan pasir dan batuan, berpotensi mempercepat wilayah pesisir Palu-Donggala terdampak bencana," katanya, dalam sebuah keterangan tertulis, Rabu (7/8/2024).
Tauhid mengungkapkan, Jatam Sulteng menemukan sedikitnya ada 72 IUP yang sudah diterbitkan, baik berstatus operasi produksi maupun pencadangan, yang berpotensi mengakibatkan krisis ekologi di wilayah pesisir Palu-Donggala. Jatam Sulteng, kata Tauhid, mendesak Pemerintah Provinsi Sulteng serta Kota Palu dan Kabupaten Donggala, mengambil langkah konkret mengatasi persoalan tersebut.
"Melakukan audit lingkungan mengenai daya tampung dan daya dukung lingkungan di sepanjang pesisir Palu-Donggala dan melakukan moratorium pemberian izin usaha pertambangan, untuk mencegah kerusakan yang lebih parah," kata Tauhid.
Wandi, dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng, menambahkan, pada awal Juli lalu Pemerintah Kota Palu, Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) dan para pengusaha tambang galian c, melakukan pertemuan di Kantor Wali Kota Palu. Pertemuan tersebut menyepakati beberapa keputusan, di antaranya pemeliharaan infrastruktur jalan, pengendalian kerusakan lingkungan, serta peran tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Namun, Wandi melihat pemerintah seolah mengabaikan dan tidak serius dalam penanganan pengendalian daya rusak lingkungan yang berlangsung cukup lama. Buktinya, saat musim penghujan terjadi malah mengakibatkan banjir sangat parah di pesisir Palu-Donggala.
"Kami mendesak gubernur dan wali kota untuk serius menangani aktivitas pertambangan sepanjang pesisir Palu-Donggala. Ini seperti ada pembiaran," kata Wandi.
Kondisi di Palu-Donggala, menurut Wandi, sangat ironis. Di satu sisi, keuntungan penjualan material yang diproduksi oleh perusahaan tambang di Palu-Donggala dan dikirim ke Ibu Kota Nusantara (IKN) sudah mencapai triliunan rupiah, dan Pemerintah Kota Palu sangat membanggakan keberhasilan meraih penghargaan Adipura.
Tapi di sisi lain, Palu bagian barat, khususnya di Kelurahan Buluri dan Kelurahan Watusampu, terdapat aktivitas tambang galian c yang melakukan ekstraksi sumber daya alam yang menyebabkan kerusakan lingkungan, bencana ekologis.
"Dan parahnya jumlah orang terpapar infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), meningkat," katanya.