Rilis Mapbiomas Fire: 10 Tahun, Area Seluas Separuh Jawa Hangus

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Karhutla

Kamis, 08 Agustus 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Indonesia dalam rentang waktu 2013 hingga 2023 terindikasi telah menghanguskan area seluas 10,9 juta hektare. Dari angka tersebut, sekitar 2,3 juta hektare lahan mengalami kebakaran berulang. Demikian menurut Mapbiomas Indonesia Fire, sebuah platform pemantauan kebakaran, yang dirilis Mapbiomas Indonesia, pada Rabu (7/8/2024).

Mapbiomas Indonesia Fire Koleksi 1.0 sendiri merupakan pengembangan dari Mapbiomas Indonesia yang menyajikan data/peta lahan terbakar di Indonesia pada 2013 hingga 2023. Data-data tersebut juga tersedia sesuai dengan kelas penutupan dan penggunaan lahan berdasarkan MapBiomas Indonesia Landy Koleksi 2.0.

Mapbiomas Indonesia Fire dikembangkan oleh jejaring masyarakat sipil yang ada di beberapa daerah, yakni Auriga Nusantara, Jerat Papua, Save Our Borneo (SOB), Green of Borneo (GoB), Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Genesis Bengkulu, Hutan Kita Institute (HaKI), Mnukwar, Kompas Peduli Hutan (Komiu), dan Sampan Kalimantan. Dengan didukung oleh Mapbiomas dan Woods Wayside International (WWI).

Peneliti Yayasan Auriga Nusantara, Sesilia Maharani Putri, menjelaskan Mapbiomas Indonesia Fire ini diproses menggunakan machine learning dengan dukungan komputasi virtual (cloud computing) melalui Google Earth Engine, serta penerapan deep learning untuk pengenalan pola visual menggunakan Deep Neural Network (DNN).

Mapbiomas Indonesia meluncurkan platform Mapbiomas Indonesia Fire sebagai salah satu platform pemantauan karhutla di Indonesia, di Hotel Santika, DKI Jakarta, pada Rabu (7/8/2024). Foto: Auriga Nusantara.

Secara global, kata Sesil, ada beberapa platform yang menyediakan data karhutla, seperti GABAM, Fire Climate Change Initiative (CCI), MODIS, FIRMS Hotspot, dan VIIRS Hotspot. Tetapi untuk di nasional terbatas. Umumnya untuk analisis dan studi tentang karhutla, publik merujuk data yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Sesil menegaskan, meski menghasilkan data luas karhutla, Mapbiomas Indonesia Fire tidak dibangun untuk menandingi data karhutla yang disajikan platform lain yang sudah ada. Sebaliknya justru untuk melengkapi data, karena bisa jadi ada suatu wilayah yang mengalami karhutla tapi tidak semua terpetakan.

"Jadi semangatnya kita membuat Mapbiomas Fire itu untuk melengkapi sumber data dan informasi terkait data kebakaran yang ada di Indonesia," kata Sesil, dalam acara peluncuran Mapbiomas Indonesia Fire, di Hotel Santika, DKI Jakarta.

Mapbiomas Fire Koleksi 1.0 ini, kata Sesil, menyajikan peta karhutla secara tahunan, dari periode 2013 sampai 2023. Data tersebut bisa diakses dan diunduh oleh publik, dengan basis data mosaic tahunan Landsat 8.

Sesil bilang, ada beberapa produk yang dihasilkan Mapbiomas Indonesia Fire, di antaranya peta area terbakar tahunan, frekuensi kebakaran, kebakaran bulanan, akumulasi kebakaran, area kebakaran pada kelas penutupan dan penggunaan lahan berdasarkan Mapbiomas Indonesia Landy Koleksi 2.0.

Sesil melanjutkan, data yang dihasilkan Mapbiomas Fire menunjukkan bahwa dari 2013 sampai 2023 total luas karhutla di Indonesia seluas 10,9 juta hektare. Bila diakumulasikan, dengan mengabaikan terjadinya kebakaran berulang di lahan yang sama, luas lahan terbakar di Indonesia luasnya mencapai 6,1 juta hektare, sebagian besar terjadi di Kalimantan dan Sumatra.

Dalam acara tersebut, Koordinator Panau Gambut, Iola Abas berharap, Mapbiomas Indonesia Fire bisa dimanfaatkan untuk kerja-kerja pemantauan kebakaran, termasuk kebakaran pada lahan gambut. Karena biasanya, dalam melakukan studi tentang kebakaran, masyarakat sipil menggunakan data historis kebakaran gambut dengan melakukan digitasi manual.

"Kami berharap data ini (kebakaran di Mapbiomas Indonesia Fire) bisa terus di-update. Jadi deteksi kebakarannya bukan indikasi lagi tapi juga berapa luasnya," kata Iola.

Di kesempatan yang sama, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari, mengatakan produk Mapbiomas Fire bisa menjadi salah satu input data krusial untuk kerja-kerja pemerintah, utamanya sebagai dasar untuk operasional di lapangan.

Di tempat terpisah, Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, Syafrul Yunardy, menilai Mapbiomas Fire sangat berguna untuk deteksi dini hostpot dan firespot di daerah. Khususnya di Sumsel, Mapbiomas Fire bisa diintegrasikan dengan Sistem Operasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Terpadu (Songket), yang selama ini digunakan di lapangan.

"Data Mapbiomas Fire, lanjutnya, dapat membantu analisis dinamika perubahan tutupan lahan dan prediksi kecenderungannya untuk mendukung perencanaan dan pengelolaan lahan di Sumatera Selatan," katanya.

Data dinamika tutupan lahan Mapbiomas, menurut Syafrul, juga dapat membantu analisis data dan tata guna lahan berkelanjutan, dan upaya restorasi bentang lahan dalam kerangka kerja pertumbuhan ekonomi hijau di Sumsel. Kemudian, masih kata Syafrul, Mapbiomas Fire juga bisa membantu identifikasi dan pemetaan dinamis daerah rawan karhutla serta analisis pola perubahannya terkait risiko kebakaran di Sumatera Selatan.

"Peluang lain, data kebakaran dan lahan bulanan dan tahunan dari Mapbiomas Fire dapat membantu upaya penegakan hukum di Sumatera Selatan," ujar Syafrul

Pakar Forensik Kebakaran Indonesia, Institute Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero, mengapresiasi beberapa platform pemantauan kebakaran yang dibangun oleh lembaga/kementerian, pemerintah daerah, termasuk Mapbiomas Indonesia Fire. Meski begitu, ia berharap produk yang dihasilkan Mapbiomas Fire tidak dibenturkan dengan data platform lain.

"Hati-hati jangan sampai nanti dibenturkan. Kalau kami ya coba merekonstruksi itu, bisa pakai Sentinel, ada Landsat, bisa pakai World View, dan lain sebagainya," kata Bambang.