Pameran Foto AJI: 30 Sisi Gelap Proyek Strategis Nasional

Penulis : Kalakay, JAKARTA

Lingkungan

Minggu, 11 Agustus 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Untuk siapa Ibu Kota Negara Nusantara, jika penduduk setempat, yang sudah beranak-pinak bergenerasi-generasi di sana, tidak merasakan manfaatnya, alih-alih terusir? Itulah salah satu pesan yang nyaris tersurat dari foto yang dipamerkan pada malam resepsi ulang tahun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ke-30, Jumat, 9 Agustus 2024, di Pusat Perfilman H. Usman Ismail, Jakarta.

Foto itu bertajuk "Proyek IKN Dikebut, Warga Pemaluan Krisis Air Bersih", karya Kartika Anwar, yang menggambarkan betapa sulitnya akses air bersih bagi warga yang tinggal di sekitar proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru. 

Menurut Bayu Wardhana, Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, foto tersebut merupakan salah satu foto hasil kurasi liputan mendalam yang dimaksudkan untuk menangkap penderitaan warga akibat proyek ambisius pemerintahan Joko Widodo, yakni Proyek Strategis Nasional (PSN). Fokus liputan di 3 daerah, yakni Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Jawa Barat. Total ada 30 karya foto yang dipamerkan.

Selain karya Kartika, jurnalis Kalimantan Timur, tempat IKN berada, menyumbang 4 foto lainnya tentang realita di IKN. Dua foto jurnalistik di antaranya adalah karya Fitri Wahyuningsih. Judulnya “IKN Dikebut Debu Bikin Semaput” dan “Hancurnya Sungai Pemaluan Akibat Pembangunan IKN”. Seperti judul fotonya, yang dikabarkan adalah dampak ekologis IKN yang menghancurkan lingkungan sekitarnya. 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memperingati ulang tahun ke-30

Ada pula karya Lutfi Rahmatunnisa berjudul “IKN Gilas Tanaman Herbal Suku Balik” dan “Trobos Tanah Warga demi Ambisius Bandara VVIP IKN”. Keduanya menunjukkan bagaimana proyek ambisius Rezim Jokowi meminggirkan masyarakat lokal dan mengabaikan hak-hak mereka.

Dari Maluku Utara, ditampilkan foto jurnalistik karya Mahmud Ici, tentang kuburan warga Gemaaf, Halmahera Tengah, yang dibikin di pekarangan rumah lantaran terjadi perampasan lahan oleh perusahaan tambang sehingga tak ada lagi untuk perkuburan umum. Ada pula foto Rian Hidayat Husni ihwal banjir di Halmahera Tengah yang terjadi akibat perusahan-perusahan tambang yang datang beroperasi. Foto lainnya karya Fadli Kayoa di Obi, Halmahera Selatan, tentang pembongkaran hutan yang dilakukan perusahaan tambang.

Di Jawa Barat, ada foto jurnalistik karya Virliya Putricantika soal kereta cepat di Tegalluar dan Panel Surya di Waduk Cirata. Ada pula karya Anza Suseno yang menceritakan soal PLTU di Pelabuhan Ratu Sukabumi serta Abdulla Fikri Ashri mengangkat cerita perjuangan petani perempuan Indramayu untuk energi bersih akibat beroperasinya PLTU di Indramayu.

‘’Foto ini berbeda dengan yang ada di media pada umumnya," kata Bayu. Di media-media umum itu, dia melanjutkan, PSN dikatakan memberi dampak positif, dan sebagainya. Tapi, "Foto ini memperlihatkan sebaliknya, dilihat dari sisi masyarakat yang mengalami ketidakadilan. Ada sisi lain yang perlu dicermati, masyarakat tidak punya kuasa, mengalami ketidakadilan, entah tanah digusur, entah polusi debu, bahkan tidak punya lahan untuk pemakaman. Foto-foto ini justru menangkap kondisi yang  'tidak tertangkap itu'," ujarnya.

Pameran foto Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tentang PSN peda peringatan ulang tahun ke-30.

Peringatan ulang tahun AJI ke-30 mengangkat tema "Membangun Resiliensi di Tengah Disrupsi Media dan Menguatnya Otoritarianisme". Ketua AJI, Nani Afrida mengungkapkan,  tema ini dipilih karena media memerlukan resiliensi dalam menghadapi dua persoalan besar sekaligus, yaitu distrupsi media dan menguatnya otoritarianisme. “Resiliensi ini artinya kemampuan umum menyesuaikan diri dalam menghadapi tantangan besar,” ujar Nani dalam sambutannya.

Penguatan otoritarianisme, kata Nani, ditandai dengan tingginya angka kekerasan terhadap jurnalis, baik secara fisik, digital, dan seksual. Sayangnya, semua kasus itu berakhir dengan impunitas. “Tahun ini, terjadi 40 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis baik seksual, digital, fisik,” dia menegaskan.