Anak Sorbatua: Ini Kelalaian Negara. Kami akan Tetap Melawan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Masyarakat Adat

Kamis, 15 Agustus 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Sorbatua Sialagan, terpaksa menelan kekecewaan. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Simalungun, menyatakan tetua masyarakat adat keturunan Ompu Umbak Siallagan, yang tinggal di Nagori Pondok Bulu, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut) itu bersalah.

Putusan itu dibacakan Majelis Hakim PN Simalungun dalam persidangan perkara nomor 155/Pid.B/LH/2024/PN Sim, pada Rabu (14/8/2024). Dalam perkara itu Sorbatua divonis 2 tahun kurungan penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan penjara.

Dari pantauan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, persidangan dikawal dengan aksi ritual adat, tabur bunga dan orasi di depan gedung PN Simalungun. Persidangan juga diwarnai dengan datangnya papan bunga dengan bertuliskan "Turut Berduka Cita atas Matinya Keadilan di Negara ini" dan "Terima Kasih Kepada Hakim atas Nilai Keadilan untuk Masyarakat Adat".

Sebelumnya, Sorbatua Siallagan, didakwa menduduki kawasan hutan negara dan membakar hutan negara. Melalui nota pembelaannya, Sorbatua membantah dakwaan tersebut. Sorbatua menyampaikan bahwa selama ini areal yang ia garap adalah wilayah adat Ompu Umbak Siallagan. Wilayah adat yang sudah dikuasai dan digarap Ompu Umbak Siallagan dan keturunannya selama 11 generasi.

Tetua adat sekaligus Ketua Komunitas Adat Dolok Parmonangan, Sorbatua Siallagan, saat akan menjalani persidangan. Foto: AMAN Tano Batak.

Boy Raja Marpaung, penasihat hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN) mengatakan, pihaknya, sebagai penasihat hukum, tidak menerima putusan tersebut. Karena Sorbatua jelas tidak menduduki kawasan hutan negara tapi wilayah adatnya.

Penasihat hukum lainnya dari TAMAN, Nurleli Sihotang mengapresiasi hakim Agung Corry Laia yang melakukan disenting opinion (perbedaan pendapat hakim). Yang mana hakim anggota tersebut berpendapat Sorbatua Siallagan seharusnya bebas, dengan alasan karena perkara ini adalah masalah sengketa lahan yang secara administrasi harus diselesaikan dulu konfliknya.

"Penasihat hukum dan Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan mengucapkan terima kasih kepada hakim tersebut. Perjuangan ini masih panjang. " ujar Nurleli Sihotang, dalam sebuah pernyataan tertulis, Rabu (14/8/2024).

Putusan bersalah terhadap Sorbatua Siallagan itu tentu membawa kekecewaan bagi keluarganya. Seperti disampaikan Jerni Elisa Siallagan, putri Sorbatua Siallagan.

"Ini kelalaian negara yang belum juga mengesahkan kebijakan untuk mengakui dan melindungi hak masyarakat adat. Makanya bapak saya mengalami kriminalisasi ini. Kami keluarga akan tetap melawan," ujar Jerni.

Sebelumnya pada 2019, Sorbatua dan beberapa komunitas masyarakat adat pernah bertemu langsung dengan Siti Nurbaya Bakar, Menteri KLHK Republik Indonesia. Siti Nurbaya mengeluarkan SK tentang penyelesaian konflik antara Masyarakat Adat dengan PT Toba Pulp Lestari. Akan tetapi sampai hari ini, belum juga dilaksanakan. Sorbatua Siallagan dan keturunan Op. Umbak Siallagan akan terus mempertahankan wilayah adat mereka dari rampasan perusahaan perusak lingkungan yakni TPL.

Jika merujuk pada data Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), kelompok Ompu Umbak Siallagan memiliki wilayah adat seluas 851 hektare. Sumber yang sama juga menyebutkan bahwa sengketa wilayah ini sebelumnya sudah terjadi dengan perusahaan lain, sehingga bukan hanya dengan PT TPL.

Dalam perkembangannya, Komnas HAM telah memberikan rekomendasi penyelesaian sengketa wilayah adat ini. Demikian pula dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah mengeluarkan surat Keputusan untuk penyelesaian masalah hutan adat di wilayah ini.

Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan telah mendiami wilayah adat mereka sejak 1700-an, jauh sebelum Republik Indonesia merdeka pada 1945. Pemerintah menetapkan wilayah adat keturunan Ompu Siallagan menjadi kawasan hutan pada 1982.

Pada 1993, Pemerintah memberikan izin konsesi hutan kepada PT Toba Pulp Lestari. Akan tetapi, dalam surat dakwaan JPU justru mendakwa Sorbatua Siallagan membakar hutan dan menduduki kawasan hutan tanpa izin.

Sorbatua Siallagan, ditangkap polisi ketika hendak membeli pupuk pada Jumat (22/3/2024). AMAN Tano Batak menganggap proses penangkapan Sorbatua ini dianggap sebagai penculikan daripada tindakan hukum.