Walhi Kalbar Minta Calon Gubernur Kalbar Tolak Energi Nuklir

Penulis : aryo bhawono

Energi

Jumat, 16 Agustus 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat mendesak calon kepala daerah di provinsi itu menolak rencana pendirian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Risiko lingkungan atas pemanfaatan energi nuklir terlalu tinggi. 

Pilkada serentak akan digelar pada 27 November 2024 mendatang, termasuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Barat. Walhi Kalimantan Barat mengharapkan agar para kontestan pilgub menuangkan penyelamatan lingkungan pada visi misi mereka. 

Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalbar, Hendrikus Adam, mengungkapkan salah satu ancaman keselamatan lingkungan hidup di Kalbar adalah rencana pendirian tapak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Saat ini wilayah Sungai Raya Kepulauan di Kabupaten Bengkayang menjadi target lokasi tapak pendirian reaktor nuklir berbahan bakar uranium.  

Ia menilai risiko kecelakaan kegagalan teknologi, human error, bencana geologis, maupun bencana ekologis kelak ketika operasional PLTN berjalan akan menjadi ancaman serius bagi masyarakat, lingkungan hidup, dan kesehatan. Rencana pendirian PLTN tidak dapat dianggap main-main dan perlu dijauhkan dari Kalbar maupun di daerah lainnya. 

Desain ilustrasi pembangkit listrik tenaga nuklir. Foto: ITS

Menurutnya kecelakaan pada reaktor PLTN pada sejumlah negara seperti di Ukraina, Jepang, Uni Soviet, Amerika Serikat, dan lainnya menjadi contoh sempurna atas risiko penggunaan energi nuklir.  

“Kami meminta para calon kepala daerah agar memikirkan lebih jauh keselamatan rakyat dan ruang hidupnya dengan tidak ikut-ikutan memberi dukungan pada rencana pendirian PLTN” tegas Hendrikus melalui rilis pers. 

Pada kasus kecelakaan PLTN Chernobyl misalnya, kajian pada 20 tahun pasca kecelakaan di Ukraina pada 1986 yang dilakukan oleh Anders Pape Moller dan Timothy A. Mousseau dari Universite Pierre et Marie Curie, Perancis menyebutkan peristiwa itu menimbulkan dampak yang jauh lebih dahsyat dari yang diperkirakan semula. 

Kalbar juga akan menghadapi risiko sama jika PLTN jadi dibangun. Terlebih wilayah Kalbar, termasuk di daerah Bengkayang, rawan terjadi bencana geologis. 

Menurutnya  PLTN merupakan solusi palsu pemerataan energi yang berkeadilan. Narasi untuk kepentingan dan pemerataan listrik bagi rakyat hanyalah pemanis yang dihembuskan para promotor PLTN untuk menarik hati warga memberi persetujuan. 

Sebaliknya, pendirian PLTN menurutnya  lebih ditujukan untuk menopang kepentingan bisnis dan segelintir pihak.  

“Tentu tidak benar bahwa PLTN yang akan dibangun untuk pemerataan energi listrik yang berkeadilan bagi rakyat di berbagai penjuru wilayah Kalimantan Barat, termasuk yang ada di perkampungan saat ini. Tentu ini jelas solusi palsu. Sebab bila hendak memberikan pemerataan akses energi listrik bagi rakyat, yang dilakukan mestinya melakukan optimalisasi pemanfaatan potensi sumber energi terbarukan yang ada saat ini yang belum tergarap optimal,” ujar dia. 

Sebelumnya, pakar nuklir Iwan Kurniawan, menyampaikan dalam sebuah diskusi ‘PLTN, Mitos dan Realitas’ bahwa pembangunan PLTN bagi Indonesia masih berat. Tidak ada teknologi yang 100 persen sempurna menghadapi risiko radiasi. Apalagi jika didasarkan pada kepentingan bisnis belaka, maka risiko akan lebih besar. 

Hendrikus menekankan PLTN berisiko di semua lini operasinya, mulai daur bahan bakarnya, mulai dari penambangan bijihnya, pengolahannya untuk mengekstraksi uraniumnya, pengayaannya, fabrikasinya menjadi elemen bahan bakar nuklir, pembelahannya di dalam teras reaktor, sampai ke decommissioning PLTN tua. Potensi risiko ini seharusnya membuat pemerintah berpaling pada energi terbarukan.     

Ia pun mendesak calon gubernur Kalbar untuk menolak rencana pendirian PLTN di Kalimantan Barat. 

“Menjelang Pilkada yang akan dihelat pada 27 November 2024 mendatang, kami mengajak dan menyerukan agar para kontestan Pilkada memiliki komitmen untuk memastikan keselamatan rakyat dan lingkungan hidup dengan bersama menolak (rencana) pendirian PLTN di Kalimantan Barat, Indonesia dengan meminta pemerintah mengoptimalkan energi terbarukan” kata dia.