Anggrek Kuku Macan Sulawesi Ternyata Spesies Baru

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Selasa, 20 Agustus 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mempublikasikan temuan anggrek spesies baru dari Pulau Sulawesi. Anggrek spesies baru ini sebelumnya telah dikenal oleh masyarakat dengan nama anggrek kuku macan.

Anggrek genus Aerides ini dinamai kuku macan karena bagian dagu bunga genus ini berbentuk konus meliuk dan berujung runcing layaknya kuku macan.

Peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN Destario Metusala mengidentifikasi spesies baru anggrek kuku macan itu di bagian utara Sulawesi. Setelah melalui rangkaian observasi yang panjang, pada Mei 2024, Destario resmi mempublikasikan anggrek tersebut pada jurnal jurnal Edinburgh Journal of Botany sebagai spesies baru endemik Sulawesi dengan nama Aerides obyrneana.

Destario menjelaskan, sebelum spesies baru ini ditemukan, lima spesies Aerides tercatat dari Indonesia. Di antaranya spesies Aerides odorata yang tersebar luas di Sumatra, Jawa, Kalimantan, kepulauan Nusa Tenggara, hingga Sulawesi. Spesies Aerides endemik, A. timorana, tercatat dari kawasan kepulauan Nusa Tenggara.

Peneliti BRIN menemukan spesies baru anggrek endemik Sulawesi, yang kemudian diberi nama Aerides obyrneana. Foto: BRIN.

Sedangkan tiga spesies endemik lainnya tercatat berasal dari Sulawesi, yaitu A. huttonii, A. inflexa, dan A. thibautiana. Sejauh ini belum ada catatan ilmiah keberadaan anggrek Aerides dari habitat alami di kawasan Maluku dan Papua.

"Spesies baru ini memiliki sosok bunga atraktif dengan kombinasi warna yang langka di genusnya, yaitu sepal dan petalnya berwarna putih keunguan dengan bibir bunga berwarna kuning cerah kehijauan," ujar Destario, dalam sebuah keterangan resmi, 17 Agustus 2024.

Destario mengungkapkan, Epithet obyrneana pada spesies baru ini diambil dari nama mendiang Peter O’Byrne, pemerhati anggrek dan penulis berbagai referensi taksonomi anggrek di kawasan Asia Tenggara, khususnya Sulawesi.

"Ia juga sosok yang pertama kali mengajarkan taksonomi anggrek secara mendalam kepada saya,” katanya.

Destario menambahkan, anggrek tersebut hidup di habitat alaminya secara epifit, yaitu tumbuh menempel di permukaan batang pepohonan, namun tidak bersifat parasit yang merugikan pohon inangnya. Ukuran anggrek juga terbilang tidak terlalu besar. Batang berdaun hanya berukuran tinggi sekitar 10-16 cm saja.

Daunnya berseling memanjang seperti pita dengan bentang sepanjang 4-13 cm. Memiliki beberapa akar lekat yang panjangnya mencapai 60 cm dengan fungsi untuk menyerap kelembaban dari udara maupun dari kulit pepohonan, sekaligus sebagai tempat menyimpan cadangan air.

Saat mekar sempurna, bunganya berukuran lebar sekitar 2,4-2,6 cm. Sepal dan petal bunganya kaku dan berlilin, bibir bunganya bercuping tiga dengan cuping tengah berbentuk melebar seperti kipas (flabellate) yang terbelah membentuk 4 ruang (lobules) dengan tepi bergerigi.

"Anggrek ini juga memiliki dagu bunga (spur) yang melengkung dan biasanya berisi cairan nektar bagi serangga penyerbuk,” jelasnya.

Habitat tempat hidup anggrek Aerides obyrneana berupa tepian hutan semi-terbuka dengan sirkulasi udara yang lancar dan berintensitas cahaya sekitar 50-70 persen. Dengan memperhatikan morfologi daunnya yang sempit memanjang, memiliki jaringan daun yang cukup tebal, serta permukaan atas yang berkutikula, maka dapat diketahui bahwa anggrek ini nampaknya adaptif pada lingkungan dengan kelembaban rendah, serta suhu dan intensitas cahaya yang tinggi.

Karakter morfologi demikian, lanjut Destario, biasanya sangat menguntungkan untuk bertahan pada kondisi kekeringan berkepanjangan melalui penurunan laju penguapan serta mempertahankan kandungan air dalam jaringan.

Dilihat dari karakter bunganya, sambung Destario, spesies baru anggrek dari Sulawesi ini mirip dengan spesies Aerides upcmae yang endemik Filipina dan juga A. houlletiana dari kawasan Indochina, namun memiliki perbedaan mencolok pada cuping tengah bibir bunganya yang berbentuk kipas melebar serta terbelah membentuk 4 ruang, karakter kalus yang memanjang pada permukaan cuping tengah, serta perbedaan karakter ornamen kalus di bagian dalam dagu bunganya.

Berdasarkan data distribusi yang ada saat ini, anggrek Aerides obyrneana dianggap sebagai spesies endemik Sulawesi dengan jangkauan sebaran alami yang terbatas. Dengan ketersediaan data yang masih terbatas, status konservasi spesies baru ini diusulkan untuk masuk pada kategori kritis (critically endangered) berdasarkan kriteria IUCN Redlist (International Union for Conservation of Nature).

Selain ancaman konversi habitat alami, kekhawatiran lain datang dari potensi ancaman pengambilan tak terkendali di alam untuk memenuhi permintaan perdagangan komersial. Biasanya, kemunculan spesies baru anggrek akan mendorong permintaan yang tinggi dari para penghobi untuk mendapatkannya.

Terlebih anggrek A. obyrneana ini memiliki bunga dengan bentuk bibir bunga dan kombinasi warna unik yang sangat atraktif. Bahkan bisa disebut sebagai spesies anggrek Aerides paling indah di Indonesia.

"Maka dari itu, penting adanya kerjasama berbagai pihak, termasuk dari komunitas hobiis, untuk secara bersama-sama melakukan upaya pelestarian berkelanjutan agar perhiasan belantara ini tak kunjung punah," ucap Destario.