Jawa dan Maluku, Tujuan Perdagangan Satwa Ilegal dari Tanah Papua

Penulis : Muhammad Ikbal Asra, PAPUA

Satwa

Sabtu, 07 September 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Perdagangan satwa ilegal dari Papua kebanyakan dikirim ke Jawa dan Maluku. Pengembalian satwa-satwa ini ke Papua butuh biaya besar.

Rian Agustina, Kepala Seksi Konservasi Wilayah IV Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Kabupaten Sarmi, menyampaikan hal tersebut di sela-sela kegiatan pelepasliaran satwa di Kota Jayapura, Papua, akhir bulan lalu (29/8).

Menurut Rian Agustina, tantangan utama yang dihadapi BBKSDA Papua dalam pelepasliaran satwa dilindungi adalah minimnya biaya anggaran pemulangan satwa. Selain itu kurangnya lembaga konservasi yang membantu proses relokasi dan habituasi satwa. Bahkan, tidak ada dokter hewan di BBKSDA Papua. "(Kami) biasanya dibantu dari dokter hewan BBKHIT ataupun dari luar," ujarnya.

BBKHIT adalah Balai Besar Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan.

Pelepasliaran Burung Papua di Kota Jayapura pada Agustus 2024.

Menurut Rian, satwa-satwa Papua biasanya ditangkap dan dijual ke luar Papua. "Paling banyak ke Jawa dan Maluku," ujarnya. "Tantangan paling besar adalah bagaimana mentranslokasikan dan mengembalikan satwa itu ke Papua karena itu butuh biaya. Setelah kembali ke sini pun tidak semua satwa dilepasliarkan di Jayapura. Sebagian besar di Merauke, Papua Selatan. Dan, itu butuh biaya juga untuk ke sana,” ungkapnya.

Hingga saat ini, satwa liar yang dipulangkan ke Papua mencapai 18.404 ekor. Jenisnya di antaranya burung kakatua raja (Probosciger aterrimus), burung kasturi kepala hitam (Lorius lory), burung nuri bayan (Eclectus roratus), burung kakatua jambul kuning (Cacatua galerita), ular boa tanah papua (Candoia aspera) dan cenderawasih kuning besar (Paradisaea apoda). Satwa tersebut ada yang berasal dari hasil penyerahan sejumlah BBKSDA di luar Papua dan hasil pengamanan di Bandara Sentani.

Pelepasliaran 28 hasil sitaan

Pelepasliaran Burung Papua di Kota Jayapura pada Agustus 2024 (M. Iklabl Asra).

BBKSDA Papua bersama BBKHIT Papua, Bea Cukai Papua, perwakilan tokoh agama dan masyarakat, perwakilan BUMN PT. Brantas Abipraya melepasliarkan 28 satwa endemik Papua di sebuah tempat yang dirahasiakan di Kota Jayapura, Papua, Kamis 29 Agustus 2024. Satwa tersebut sebagian merupakan hasil sitaan pada Jumat sore, 21 Juni 2024 di kompleks RS. UPT Vertikal Papua yang sedang dibangun Proyek BUMN bidang Konstruksi PT. Brantas Abipraya dan hasil penyerahan dari BBKHIT.

Ke 28 satwa yang dilepasliarkan tersebut adalah 4 ekor burung cenderawasih kuning kecil (Paradisaea minor), 2 ekor burung kakatua koki (Cacatua galerita), 1 ekor burung nuri cokelat (Chalcopsitta duivenbodei), 13 ekor burung nuri bayan (Eclectus), 1 ekor kanguru pohon (Dendrolagus sp), 1 ekor walabi (Macropus agilis papuanus), 2 ekor burung mino muka kuning (Mino dumontii), 1 ekor burung kakatua raja (Probosciger aterrimus), 2 ekor burung mambruk victoria (Goura victoria), dan 1 ekor ulars sanca hijau (Morelia viridis).

Rian mengatakan, lokasi pelepasliaran dipilih yang cocok untuk mendukung keberlangsungan satwa-satwa tersebut untuk hidup di alam bebas, mencari pakan dan jauh dari pemukiman warga. Lokasi ini, kata dia, sudah diperiksa sebelumnya. Ini diketahui dari literatur satwa itu hidup dimana, di ketinggian berapa.
“Kemudian, teman-teman groundcheck atau melihat langsung ke lokasi. Nah di lokasi inikan sudah lima kali (pelepasliaran). Jika kemudian kita datang dan (satwanya) tidak ada yang balik, maka itu aman untuk kita lakukan dan dijadikan spot untuk pelepasliaran."

Hewan-hewan ini sebelumnya juga sudah diperiksa kesehatannya oleh BBKHIT Papua. Satwa tersebut sudah dinyatakan bebas dari penyakit, sehat, serta sifat liarnya sudah kembali. Jadi, "Sudah bisa dilepaskan di alam bebas,” ujarnya.

Dia melanjutkan, satwa-satwa itu merupakan penyerahan dari masyarakat. Pihaknya sengaja mengundang pihak yang menyerahkan satwa ke BBKSDA Papua dalam pelepasliaran "agar semua pihak tahu bahwa ketika satwa tersebut diserahkan ke BBKSDA Papua, satwa itu akan dirawat di kandang transit, dan setelah dinyatakan sehat dilepaskan. Jadi bukan kami pelihara atau digunakan untuk kepentingan lain."

“Kenapa pelepasliaran satwa dilakukan karena itu berdasarkan (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 yang berbunyi dilarang untuk menangkap, memelihara, memperjualbelikan dalam keadaan hidup maupun mati.Jadi kita sebagai aparat pemerintah turut mengamankan dan mengembalikan ke alam. Karena secara ilmiah keberadaanya di alam sudah semakin berkurang. Pun, larangan terkait satwa liar diatur dalam pasal 21 ayat 2 UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya,” kata dia.

Rian berharap, satwa-satwa liar tidak semakin banyak dipelihara. Pihaknya juga berharap semakin sedikit melakukan kegiatan pelepasliaran satwa. “Semakin tinggi pemahaman masyarakat soal satwa dilindungi, semakin sedikit yang dipelihara oleh masyarakat,” ujarnya

Kepala Bidang Teknis KSDA Papua, Yulius Palita, menyatakan pihaknya menyampaikan terima kasih karena pada saat ini mulai banyak kampanye penyadaran yang dilakukan oleh komunitas lingkungan dan lembaga swasta. Hal tersebut menggugah masyarakat untuk tidak melakukan perburuan terhadap satwa liar. “Saya berharap teman-teman di Komunitas bisa mengkampanyekan stop perburuan satwa liar itu secara masif,” ujarnya.

Yulius Palita mengungkapkan, jenis satwa liar yang paling banyak diburu yaitu burung nuri kepala hitam (Lorius lory), burung kakatua raja (Probosciger aterrimus), burung kakatua jambul kuning (Cacatua galerita), burung kakatua koki (Cacatua galerita triton), burung cenderawasih kuning besar (Paradisaea apoda) dan Kuskus (Spilocuscus papuensis dan Spilocuscus rufoniger).
“Faktor yang mempengaruhi maraknya perburuan yakni ekonomi, karena masyarakat tidak mempunyai alternatif lain untuk mencari kehidupan yang layak. Terpaksa mereka (pemburu) menjual satwa-satwa yang dilindungi ke oknum maupun penadah,” ucapnya.

“Ada beberapa pihak yang mungkin (ikut bermain) dengan faktor ekonomi kemudian mempengaruhi masyarakat, terutama juga ada mafia yang bermain di belakang itu yang menjadi tantangan utama terbesar kami. Dan diharapkan kepada teman-teman komunitas dan berbagai pihak yang peduli terhadap lingkungan hidup bisa menyuarakan kampanye ini dan (menghentikan) perburuan satwa liar,” ujarnya.

Data yang diperoleh Betahita, dari tahun 2019-2024 beberapa Unit Pelaksana Tugas (UPT) BBKSDA Papua telah melepasliarkan 18.404 satwa endemik Papua. Di antaranya pada 2019 5.142 satwa liar, terbesar labi-labi moncong babi (Carettochelys insculpta) sebanyak 5.100 ekor.

Tahun 2020 dilepasliarkan 42 satwa, di antaranya 1 ekor burung kakatua raja (Probosciger atterimus) dan 2 ekor nuri kepala hitam (Lorius lory).

Tahun 2021 dilepasliarkan 228 satwa liar, terbanyak kasturi kepala hitam (Lorius lory) 59 ekor dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea) 96 ekor.

Tahun 2022 dilepaskan 853 satwa liar, di antaranya ikan arwana irian (Scleropages jardinii) 300 ekor, cenderawasih toowa cemerlang (Lophorina magnifica) 2 ekor, cenderawasih kuning kecil (Paradiseae minor) 6 ekor, dan cenderawasih mati kawat (Seleucidis melanoleucus) 2 ekor.

Tahun 2023 dilepasliarkan 5.467 satwa liar, termasuk kakatua koki (Cacatua galerita) 27 ekor, kasturi kepala hitam (Lorius lory) 72 ekor, dan ular boa tanah papua (Candoia aspera) 70 ekor.

Pada 2024, hingga paruh pertama, telah dilepaskan 6.742 satwa liar, termasuk buaya irian (Crocodylus novaeguineae) 5 ekor.

Pelepasliaran Burung Papua di Kota Jayapura pada Agustus 2024 (M. Ikbal Asra).