Konflik Kepentingan Jadi Catatan Buruk Menteri Kelautan: Kiara
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Kelautan
Jumat, 18 Oktober 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Menjelang akhir periode masa jabatannya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono, menjadi sorotan masyarakat sipil. Menurut Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Menteri Wahyu diduga menyalahgunakan kekuasaan dan konflik kepentingan, terkait pemberian izin usaha dan penangkapan ikan kepada Kapal TMP 51-56 milik PT Trinadi Mina Perkasa, yang diduga dimiliki oleh Indra Trenggono dan Rino Febrian melalui PT Indo Mina Lestari.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati menyebutkan hal ini menutup catatan buruk tata kelola perikanan dan kelautan di tubuh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Menurutnya, alih-alih berbenah dan mengevaluasi kebijakan yang tidak menyelesaikan problematika penyejahteraan sekitar 2,4 juta jiwa nelayan, Menteri Wahyu justru diduga melakukan penyalahgunaan kekuasaan dengan menerbitkan keputusan yang patut diduga memiliki konflik kepentingan dengan keluarganya maupun lingkaran kekuasaan hari ini.
Dugaan tersebut diperkuat dengan temuan bahwa Kapal TMP 51-56 milik PT Trinadi Mina Perkasa merupakan kapal-kapal yang pada awalnya diduga dimiliki oleh PT Dwikarya. Pada 2015, izin usaha perikanan dan surat izin penangkapan ikan oleh kapal-kapal tersebut dicabut oleh Menteri KP saat itu karena melakukan pelanggaran-pelanggaran.
"Akan tetapi kapal-kapal tersebut diduga berubah kepemilikan dan diduga didaftarkan ulang ke Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadi Kapal TMP 51-56,” kata Susan, dalam sebuah siaran pers, Selasa (15/10/2024).
Susan melanjutkan, beberapa kebijakan yang diduga berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan dan konflik kepentingan dapat dilihat melalui ditetapkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 43 Tahun 2022 tentang Penetapan Pelabuhan Benjina sebagai pelabuhan perikanan yang tidak dibangun pemerintah pada 24 Juni 2022 dan dilanjutkan dengan ditetapkannya kebijakan penangkapan ikan terukur pada 6 Maret 2023, serta memberikan izin beroperasinya kapal bekas asing setelah “dinasionalisasikan”.
Susan mengatakan, Kiara mencatat bahwa pelabuhan Benjina berlokasi di Kecamatan Aru Tengah, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku, di mana sebelumnya dikelola oleh PT Pusaka Benjina Resources yang bergerak di bidang perikanan. Dalam perjalanannya, pada 2015 terkuat fakta bahwa di Benjina telah terjadi praktik illegal unreported and unregulated (IUU) fishing, perdagangan manusia dalam konteks pekerja perikanan, perbudakan awak kapal perikanan hingga kematian pekerja perikanan yang tidak dilaporkan.
"Atas dasar temuan-temuan dan fakta tersebut, pada 2015 pemerintah pusat melalui Menteri Kelautan dan Perikanan mencabut izin pengelolaan Pelabuhan Benjina dari PT Pusaka Benjina Resources," ujarnya.
Akan tetapi, lanjut Susan, Pelabuhan Benjina diaktifkan kembali oleh Menteri KP saat ini melalui Keputusan Menteri KP No. 43 Tahun 2022 pada 24 Juni 2022. Aktiviasi tersebut merupakan respon atas pengajuan permohonan pengelolaan Pelabuhan Benjina sebagai pelabuhan perikanan oleh PT Industri Perikanan Arafura (PT IPA yang merupakan transformasi dari PT Pusaka Benjina Resources).
Hal ini juga telah disebutkan dalam investigasi yang dilakukan oleh Tempo. Aktiviasi pelabuhan Benjina sejalan dengan tingginya potensi sumber daya ikan yang terkandung dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI), di mana Pelabuhan Benjina berada dalam WPP NRI 718.
Estimasi potensi sumber daya ikan di WPP NRI 718 merupakan yang tertinggi di Indonesia, khususnya pada komoditas ikan pelagis, ikan pelagis besar, ikan demersal, dan udang panaeid--tertinggi ke-2. Akan tetapi besarnya estimasi potensi sumber daya ikan tersebut sejalan dengan tingginya tingkat pemanfaatan sumber daya ikan yang mana 9 jenis komoditas yang ada tingkat pemanfaatannya telah dominan.
Secara detil, tujuh komoditas dengan status fully exploited, dengan rincian komoditas yaitu pelagis kecil, pelagis besar, ikan demersal, udang panaeid, lobster, kepiting dan rajungan. Dua komoditas lainnya berstatus over exploited, dengan rincian komoditas yaitu ikan karang dan cumi-cumi.
“Dalam investigasinya, Tempo menyebutkan bahwa dalam akta PT Trinadi Mina Perkasa terdapat kepemilikan 250 lembar saham oleh PT Indo Mina Lestari. Sedangkan dari akta perusahaan PT Indo Mina Lestari, 750 lembar saham dipegang oleh Indra Nugroho Trenggono (putra Sakti Wahyu Trenggono) dan 500 lembar saham dipegang oleh Rino Febrian (menantu Menteri Sekretaris Negara, Praktikno)," ujar Susan.
Dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan konflik kepentingan ini, lanjut Susan, telah semakin mengerucut dan mengarah kepada Menteri Wahyu sebagai Menteri KP. Susan berpendapat, seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil sikap untuk mengusut dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan konflik kepentingan.
Menurut Susan bilang, salah satu faktor pendorong terjadinya tindak pidana korupsi adalah adanya konflik kepentingan di mana seseorang memanfaatkan kedudukan dan wewenang yang dimilikinya (baik disengaja maupun tidak disengaja) untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau golongannya sehingga tugas diamanatkan tidak dapat dilaksanakan dengan obyektif dan berpotensi menimbulkan kerugian kepada pihak tertentu.
"Ini akan menjadi penutup betapa buruknya tata kelola kelautan dan perikanan oleh KKP dalam 5 tahun terakhir,” ucap Susan.