Pembunuh Harimau Sumatra Ditangkap di Mandailing Natal

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Kamis, 31 Oktober 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Penjerat dan pembunuh harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara (Sumut), berinisial AF (24), akhirnya ditangkap Balai Gakkum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Wilayah Sumatera. Warga Kabupaten Tapanuli Selatan itu ditangkap pada 9 Oktober 2024 di Mandailing Natal.

Menurut Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera, AF merupakan pemasang jerat dan perekam video yang viral di media sosial pada pertengahan September 2024 lalu. Video berdurasi 20 detik tersebut memperlihatkan seseorang laki-laki yang sedang memegang ekor dan memukul kepala harimau sumatra yang terjerat kawat. Dalam video yang mulai beredar pada 10 September 2024 tersebut, anak harimau sumatra masih dalam keadaan hidup.

Pada 11 September 2024, harimau berusia 1,5 tahun tersebut ditemukan mati di Desa Hutarimbaru SM, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumut. Satwa dilindungi itu ditemukan oleh warga di dekat sawah dalam keadaan mati terjerat. Selanjutnya, harimau dievakuasi oleh pihak BBKSDA Sumatera Utara dan BTN Batang Gadis untuk dinekropsi.

Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera, Hari Novianto, menyebut hasil nekropsi yang telah dilakukan oleh tim medis menunjukkan bahwa anak harimau sumatra itu mengalami sepsis yang merupakan respon terhadap infeksi luka jeratan. Hal tersebut diperparah dengan kondisi dehidrasi atau kekurangan cairan yang dialaminya.

Anak harimau sumatra berusia 1,5 tahun ditemukan mati di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Foto: Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera.

“Berdasarkan bukti permulaan, AF kami tetapkan sebagai tersangka dan saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Panyabungan, sedangkan barang bukti berupa harimau sumatra dalam keadaan mati, kabel kawat, kayu penyangga jerat, hasil nekropsi, dan ponsel yang digunakan untuk merekam harimau terjerat diamankan di kantor Seksi Wilayah I Balai Gakkum KLHK Sumatera di Medan,” ujar Hari, dalam sebuah rilis, Jumat (25/10/2024).

Hari melanjutkan, AF yang merupakan warga Tapanuli Selatan dikenakan Pasal 40 A ayat (1) huruf d jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun.

“Kami sedang mendalami potensi adanya jaringan perdagangan satwa dilindungi lintas Provinsi Sumatera. Kami akan usut tuntas,” ucap Hari.