Bisnis Masyarakat Adat ala Namblong: PT Yombe Namblong Nggua
Penulis : Muhammad Ikbal Asra, PAPUA
Masyarakat Adat
Senin, 04 November 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ini unik. Bukan karena penuh kemewahan, malahan sebaliknya, berlangsung sederhana. Rapat itu digelar di pondok adat, hidangannya dari hasil bumi, dan diskusi dilakukan dalam suasana kekeluargaan. Adalah PT. Yombe Namblong Nggua yang menggelar RUPS itu. Musyawarah Adat Pemegang Saham (MAPS) Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA) digelar di Idyo Yamo Kampung Adat Ketmung, Kabupaten Jayapura, Papua.
PT. Yombe Namblong Nggua merupakan contoh inovasi dalam tata kelola perusahaan berbasis komunitas adat, yang tetap mempertahankan nilai-nilai budaya dalam pengambilan keputusan strategis. Dalam musyawarah yang digelar pada tanggal 30 Oktober 2024 itu, capaian perusahaan dilaporkan dan sejumlah keputusan penting diambil demi keberlanjutan usaha dan kesejahteraan masyarakat adat.
Peningkatan tata kelola dan manfaat Ekonomi bagi komunitas adat
Dalam laporannya, PT. Yombe Namblong Nggua mengungkapkan kemajuan signifikan dalam tata kelola perusahaan dan kemanfaatan bagi komunitas. Tercatat ada peningkatan penerima manfaat sebesar 285% dari tahun 2023 ke 2024. Sebanyak 1.400 warga masyarakat adat kini terlibat dalam berbagai kegiatan ekonomi perusahaan, didukung oleh 68 pemangku kepentingan dan 61 penerima manfaat dari rantai pasokan.
Secara ekonomi, terjadi lonjakan pendapatan sebesar 363% bagi anggota komunitas, dengan lebih dari Rp 160 juta dinikmati langsung oleh warga adat dan Rp 354 juta yang dikelola oleh perusahaan untuk pengembangan lebih lanjut. Usaha ini tidak hanya meningkatkan pendapatan, tetapi juga memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat adat.
Peningkatan kapasitas produksi dan pelayanan ekowisata
Kapabilitas produksi dan pengolahan vanili juga mengalami peningkatan sebesar 320%, dengan 144 kg vanili basah yang berhasil dibeli dari petani lokal. Selain itu, dua situs ekowisata dikembangkan untuk meningkatkan daya tarik wisata berbasis adat, dengan 52 hektar lahan yang diusulkan untuk pengelolaan wilayah adat yang berkelanjutan.
Direktur Utama PT. Yombe Namblong Nggua, Yohana Yokbeth Tarkuo, mengungkapkan, capaian ini adalah bukti bahwa Masyarakat Adat Suku Namblong memiliki kekuatan untuk mengelola sumber daya mereka sendiri. Selain itu, "Musyawarah adat seperti ini mengakar pada tradisi kami, tetapi juga mendukung masa depan yang lebih sejahtera. Kami ingin memastikan bahwa setiap keputusan yang kami buat membawa manfaat nyata bagi komunitas dan menghormati warisan leluhur kami," ujarnya.
RUPS dalam bentuk musyawarah adat ini, kata dia lagi, diharapkan juga menjadi inspirasi bagi model bisnis berbasis komunitas adat lainnya, membuktikan bahwa tradisi dan pembangunan ekonomi dapat berjalan berdampingan, menjaga keseimbangan antara budaya dan modernitas.
Iram (pemimpin marga) Kuimeno Kampung Kuipons, Terianus Daka yang juga sebagai pemegang saham mengatakan BUMMA PT. Yombe Namblong Nggua merupakan hal yang sangat baru bagi dia dan warga, namun pihaknya merasa bahwa kehadiran perusahan tersebut mengangkat perekonomian di Lembah Grime, khususnya Suku Namblong. "Kami berharap untuk Mitra BUMMA tetap mengawal kami dan jangan lepaskan kami hingga ini menjadi satu harapan masyarakat adat di lembah Grime dan kalau boleh BUMMA Namblong harus lebih menggali potensi-potensi yang kami punya untuk dikembangkan," ungkapnya.
Menurut Pegiat Masyarakat Adat, Ir. Abdon Nababan, Musyawarah Adat Pemegang Saham yang dilakukan PT. Yombe Namblong Nggua sudah semakin matang. Paling tidak, mereka sudah melaporkan perkembangannya selama tiga tahun terakhir. "Dengan demikian perusahaan ini sudah bisa menindaklanjuti dengan perencanaan bisnis untuk masing-masing sektor baik di bidang pertanian, peternakan, ekowisata maupun perkebunan. Selain itu juga sudah diputuskan permodalan sebesar Rp 100 juta yang akan disetor Iram secara bertahap. Ini bukti bahwa perusahaan PT Yombe Namblong Nggua itu perusahaan milik mereka (masyarakat adat)," kata Abdon Nababan
Abdon Nababan menambahkan, mengacu pada partisipasi masyarakat adat, ini adalah yang paling tinggi dari seluruh partisipasi karena mereka menjadi subjek sekaligus pemilik perusahaan dan pelaku usahanya. "Ini satu contoh yang baik untuk masyarakat adat ke depan. Jadi kalau ini bisa terjadi di banyak suku atau komunitas masyarakat adat, maka hasil RUPS yang dibahas kemarin itu mengubah wajah Indonesia ke depan di bidang ekonomi," ujarnya.
RUPS juga menghasilkan empat butir kesepakatan dan keputusan Musyawarah Adat, yakni:
1. Teknis modal disetor sebagai penyertaan saham dari masing masing Iram: Jumlah Rp 100 juta disetorkan secara bertahap. Setiap tahun disetor minimal Rp 20 juta selama 5 tahun dimulai dari tahun 2025.
2. Keberlanjutan kerja sama dengan mitra BUMMA: tetap perlu dukungan dari Mitra BUMMA sehingga kerja sama harus dilanjutkan sampai management PT (Pemegang Saham, Komisaris, Direksi dan Staf) benar benar mampu menjalankan perusahaan.
3. Menyetujui rencana usaha yang sudah disampaikan oleh Direktur Utama untuk menjadi prioritas rencana usaha tahun 2025 dengan tambahan rencana usaha lahan pertanian dan lahan perikanan.
4. Rapat Umum Pemegang Saham Tahun 2026 dilaksanakan di Kampung Berap.