Perusahaan Keuskupan Maumere x Suku Soge dan Goban: 8 Ditahan

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Selasa, 05 November 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengecam penahanan delapan masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut di Nangahale, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Mereka meminta kepolisian untuk membebaskan delapan orang itu. 

Penahanan delapan masyarakat adat Suku Soge dan Goban ini dilakukan usai pemeriksaan di Polres Sikka pada Jumat lalu (25/10/2024). Polisi menyangkakan dugaan tindak pidana perusakan terhadap lahan HGU PT Krisrama. 

Delapan orang tersebut adalah Nikolaus Susar, Bernadus Baduk, Thomas Tobi,  Germanus Gedo, Yohanes Woga, Yosep Joni, dan dua orang perempuan adat yakni Magdalena Marta serta Maria Magdalena Leny.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menilai penahanan ini merupakan  pembungkaman terhadap suara-suara perjuangan masyarakat adat dalam memperjuangkan hak atas tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) di Nangahale. Ketua Pelaksana Harian Wilayah AMAN Nusa Bunga, Maximilianus Herson Loi, mengatakan selain penahanan delapan masyarakat adat tersebut juga merupakan bentuk kriminalisasi. 

Pendampingan Masyarakat Adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut di Polres Sikka. Foto: AMAN

“Kami mengecam keras tindakan polisi yang menahan delapan orang masyarakat adat ini. Mereka tidak bersalah, mereka hanya berjuang mempertahankan keutuhan wilayah adat mereka,” kata Maximilianus Herson Loi.

Ia menyebutkan delapan anggota masyarakat adat ini mempertahankan kampungnya dari eksploitasi dan pengambilan secara sepihak oleh pihak luar. Semestinya polisi harus melindungi dan menghormati upaya ini.

Suku Soge Natarmage dan Goban Runut diketahui tengah bersengketa dengan PT Krisrama, milik Keuskupan Maumere. Lahan mereka dimasukkan dalam HGU milik perusahaan itu oleh pemerintah. 

Menurutnya perilaku kepolisian tidak adil karena melakukan penindakan hukum di saat sengketa masih terjadi. 

Sebelumnya delapan masyarakat adat ini datang ke kepolisian untuk diperiksa dengan diantar oleh sekitar 60 masyarakat adat. Namun usai pemeriksaan polisi langsung melakukan penahanan dengan alasan untuk menghindari penghilangan barang bukti atau melarikan diri dan atau melakukan tindak pidana lainnya. 

Satu dari delapan orang itu, yakni Maria Magdalena Leny, menjadi tahanan luar karena memiliki anak balita. 

Herson Loi mendesak Kepolisian Resor Sikka untuk segera membebaskan delapan pejuang Masyarakat Adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut yang saat ini masih ditahan. 

“Kami mendesak Polres Sikka segera membebaskan delapan pejuang Masyarakat Adat yang masih ditahan,” tandasnya.

Sementara aktivis AMAN NTT, Johny Bala, menyebutkan PT. Krisrama hendak membersihkan 200 rumah milik masyarakat adat Suku Soge dan Goban Runut di Nangahale. Perusahaan itu mengklaim telah mengantongi sertifikat HGU atas 10 Persil tanah di itu.

Menurutnya penerbitan HGU ini janggal karena seharusnya status tanah harus tidak ada sengketa. Bila masih ada sengketa maka sertifikat belum bisa terbitkan.

“Namun, kalau kita berkaca dari Kasus Nangahale ini. Jelas-jelas status tanahnya masih sengketa. Dan saya yakin pihak ATR/BPN Sikkapun tahu itu. Tapi kok sertifikat HGU tetap diterbitkan,” kata John melalui status media sosialnya.