Tambang Harita di Wawoniii Membangkang Terhadap Negara
Penulis : Aryo Bhawono
Tambang
Senin, 11 November 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Aktivitas PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara tak hanya melanggar hukum tetapi juga melakukan pembangkangan konstitusi. Polisi seharusnya menghentikan dan menindak aktivitas perusahaan itu sejak Mahkamah Konstitusi memutuskan tambang di pulau kecil sebagai kegiatan ilegal.
Direktur Penegakan Hukum Yayasan Auriga Nusantara, Roni Saputra, menyebutkan deret putusan hukum di Mahkamah Agung dan MK seharusnya sudah menjadi legitimasi cukup untuk menghentikan aktivitas perusahaan tambang nikel Grup Harita di Pulau Wawonii itu. Pendapat ini ia berikan menyusul ditemukannya aktivitas PT GKP memuat ore nikel di Wawonii pada Selasa 29 September 2024 lalu.
Tak hanya itu PT GKP juga melakukan penyerobotan lahan warga pada pekan sebelumnya, tepatnya Rabu 23 Oktober 2024. Penyerobotan ini terjadi di lahan La Baa seluas 40×80 meter di Desa Sukarela Jaya Kecamatan Wawonii Tenggara Kabupaten Konawe Kepulauan
Padahal MA telah membatalkan dan mencabut Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT GKP pada 7 Oktober 2024.
Namun tak hanya putusan hukum itu yang seharusnya memaksa PT GKP untuk menghentikan operasi. Roni mengingatkan Mahkamah Konstitusi telah menolak gugatan uji materi UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K) yang diajukan PT GKP. Putusan itu menegaskan tidak boleh ada tambang di pulau kecil dan Wawonii sendiri merupakan pulau kecil dengan luas 867,58 kilometer persegi.
“Kalau dari putusan MK ini maka semua aktivitas pertambangan di pulau kecil, termasuk Pulau Wawonii tidak diperbolehkan dan ilegal. Dan peraturan di bawah perundangan tidak berlaku jika bertentangan dengan UU No 27 Tahun 2007 yang diperbarui dengan UU No 1 Tahun 2014 Tentang UU PWP3K,” kata dia.
Roni justru heran perusahaan tambang itu masih beraktivitas normal, bahkan sampai melakukan pengiriman ore nikel dan penggusuran. Seharusnya polisi menghentikan dan menyita ore maupun alat produksi karena aktivitas itu ilegal.
“Siapa yang melakukan penindakan, sesuai UU wilayah pesisir itu berada di bawah kewenangan kepolisian. Harusnya penegak hukum tidak perlu menunggu laporan dari siapapun,” kata dia.
Lokasi tambang PT GKP di Pulau wawonii. Sumber: Jalan Kotor Kendaraan Listrik - Jejak Kejahatan Ling
Kepentingan korporasi kalah maka hukum bertindak lambat
Pengkampanye Energi Trend Asia, Arko Tarigan, menyebutkan putusan MA mencabut IPPKH PT GKP di Pulau Wawonii seharusnya segera dilaksanakan oleh pemerintah, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (sekarang Kementerian Kehutanan), selaku institusi yang mengeluarkan izin, sementara perusahaan sendiri harus menghentikan aktivitas.
Arko, yang juga duduk menjadi Tim Advokasi Penyelamatan Pulau-pulau Kecil (TAPaK) dan mendampingi proses gugatan IPPKH itu, berpendapat seharusnya pemerintah dan lembaga yudikatif, MA, bergerak cepat agar putusan ini tidak mendapat hambatan birokrasi untuk dilaksanakan. Menurutnya isi putusan itu belum ditindaklanjuti oleh perusahaan.
“Apa yang terjadi di Wawonii menunjukkan pemerintah seperti tak acuh,” ucapnya.
Padahal aktivitas tambang memiliki dampak kerusakan lingkungan signifikan terhadap pulau kecil seperti Wawonii. Belum lagi dampak yang harus ditanggung masyarakat.
“Mereka kebunnya diterobos sehingga tanaman cengkeh berusia 20 tahun habis, sumber air rusak hingga mereka harus membeli air untuk dikonsumsi, lalu kerusakan perairan terjadi sehingga masyarakat tidak bisa cari ikan,” kata dia.
Putusan ini juga semestinya membuat pemerintah menyegerakan dampak kerugian negara akibat aktivitas tambang PT GKP tersebut.
Putusan hukum terkait pertambangan di Wawonii sendiri berlapis. Selain pencabutan IPPKH PT GKP oleh MA dan putusan MK soal larangan tambang di pulau kecil, Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Kepulauan No 2 Tahun 2021 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pertambangan Pulau Wawonii yang memberikan ruang pada pertambangan dinyatakan tidak berlaku.
Roni menyatakan putusan itu juga mengacu pada UU No 1 Tahun 2014 Tentang PWP3K. Artinya pulau kecil lain seharusnya juga tidak boleh ditambang. Di Sulawesi Tenggara sendiri terdapat satu pulau kecil lainnya, Pulau Kabaena, yang dibebani oleh 15 izin pertambangan. Sekitar 73 persen, yaitu 650 km² dari 891 km² total luas Kabaena, telah diserahkan kepada perusahaan tambang.
“Seharusnya apa yang terjadi di Wawonii dan Kabaena ini sudah tidak boleh terjadi karena merupakan pembangkangan terhadap konstitusi," kata dia.
Tampak dari ketinggian kondisi salah satu sudut Pulau kabaena yang rusak akibat eksploitasi tambang
TAPak sendiri kini mencatat ada 218 izin usaha pertambangan dengan luas konsesi yang mencapai lebih dari 274.00 hektare di 34 pulau-pulau kecil di Indonesia. Semuanya dibiarkan saja.
Terpisah, PT GKP mengeluarkan pernyataan resmi bahwa aktivitas perusahaannya terus berjalan karena masih menunggu salinan putusan MA tersebut.
“Sambil menunggu salinan resmi tersebut, kegiatan operasional PT GKP tetap berjalan normal sesuai dengan standar dan kaidah good mining practice yang berlaku, sebagai bentuk tanggung jawab kami dalam menjaga kepercayaan para pemangku kepentingan,” tulis surat yang ditandatangani oleh GMN External Relations PT GKP, Bambang Murtiyoso, tersebut.