Warga Wawonii Desak Penghentian Operasi Anak Usaha Harita
Penulis : Aryo Bhawono
Hukum
Selasa, 19 November 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Warga Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, menggelar aksi mendesak PT Gema Kreasi Perdana (GKP) untuk menghentikan aktivitas pertambangan. Perusahaan itu terus beroperasi meski berbagai putusan hukum pengadilan, hingga Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, telah memutus tak boleh ada tambang di pulau tersebut.
Aksi yang diikuti sekitar 500 warga ini digelar pada Senin (18/11/2024). Mereka menuntut perusahaan Grup Harita itu menghentikan aktivitasnya di Pulau Wawonii.
Para demonstran tadinya akan menggelar demo di depan mess karyawan perusahaan grup Harita, di Desa Roko Roko, Wawonii Tenggara. Namun barisan massa ini dicegat oleh aparat polisi dan sempat terjadi saling dorong. Mereka pun kemudian menggelar aksi di jalan Poros Wawonii.
Warga peserta aksi, Yamir, menyebutkan demonstrasi ini merupakan aksi damai, meski ada sedikit gesekan namun tidak menimbulkan korban. Tuntutannya pun jelas, aktivitas perusahaan harus dihentikan karena sudah ada putusan hukum.
“Tuntutan massa aksi itu untuk meminta perusahaan menghentikan aktivitas perusahaan baik di IPPKH maupun yang lain. Kedua, meminta agar perusahaan mematuhi segala bentuk putusan hukum yang dikeluarkan,” kata dia ketika dihubungi melalui telepon.
Aksi ini dilakukan karena MA telah membatalkan dan mencabut Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT GKP pada 7 Oktober 2024.
Bukan hanya itu saja yang seharusnya menghentikan aktivitas perusahaan itu. Pada Desember 2022 lalu, MA juga membatalkan pasal yang mengakomodir pertambangan pada Peraturan Daerah Konawe Kepulauan Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) melalui putusan Putusan No 57 P/HUM/2022.
Selain itu, MA juga memperkuat ketentuan pelarangan kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii melalui Putusan No 14 P/HUM/2023 tentang pengujian Perda RTRW Konkep yang kembali diajukan oleh masyarakat.
Tak hanya putusan di MA saja, MK juga telah menolak gugatan uji materi UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K) yang diajukan PT GKP. Putusan itu menegaskan tidak boleh ada tambang di pulau kecil, yakni pulau dengan luas tak lebih dari 2000 kilometer persegi. Pulau Wawonii sendiri merupakan pulau kecil dengan luas 867,58 kilometer persegi.
Yamir menyebutkan massa aksi ditemui oleh Direktur Operasional PT GKP, Bambang Murtiyoso. Namun pihak perusahaan hanya memberikan alasan yang sama, yakni mereka belum mendapat salinan putusan MA yang membatalkan dan mencabut IPPKH PT GKP.
Menurutnya alasan ini tidak jelas karena tidak hanya satu putusan hukum saja, melainkan tiga putusan MA dan satu putusan MK. “Kalau dilihat hukum itu tidak diindahkan. Putusan itu dibiarkan begitu saja tanpa eksekusi,” ucapnya.
Seharusnya setelah keluar putusan itu, kata dia, aparat penegak hukum dan Pemda Konawe Kepulauan mengambil sikap. “Kenapa kami demo, karena pihak kepolisian tidak mengambil sikap untuk menghentikan mereka,” ucapnya.
Penelusuran redaksi sendiri menunjukkan, situs MA telah mengunggah Putusan No 403 K/TUN/TF/2024 yang membatalkan IPPKH PT GKP.
“Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.576/ Menhut-II/ 2014, tanggal 18 Juni 2014 tentang IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) untuk Kegiatan Operasi Produksi Bijih Nikel dan Sarana Penunjangnya pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi atas nama PT GKP (Gema Kreasi Perdana) yang terletak di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, seluas 707,10 Ha,” tulis putusan tersebut.
Majelis hakim MA yang memutuskan perkara ini diketuai oleh Yulius dengan hakim anggota Lulik Tri Cahyaningrum dan Yosran.