480 Pelobi Solusi Iklim Palsu Berkeliaran di COP29

Penulis : Aryo Bhawono

Iklim

Selasa, 19 November 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Sebanyak 480 pelobi perusahaan dan kelompok pendukung penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS) memperoleh akses ke perundingan iklim COP29. CCS dianggap sebagai salah satu solusi iklim palsu karena hanya menjadi cara industri energi fosil menghindari tindakan iklim efektif. 

Pusat Hukum Lingkungan Internasional (Center for International Environmental Law/ CIEL) mengidentifikasi sebanyak 480 pelobi untuk perusahaan dan kelompok pendukung CCS di COP29 Baku, Azerbaijan. Identifikasi ini dilakukan setelah menganalisis latar pada pelobi sebagai perwakilan dari perusahaan yang terlibat dalam proyek CCS dan CCUS (Carbon Capture, Utilization, and Storage. 


Pengidentifikasian ini kemudian dicocokkan dengan basis data Badan Energi Internasional (International Energy Association/ IEA) dan perusahaan serta organisasi lain yang memiliki rekam jejak publik dalam mengadvokasi teknologi ini secara khusus.

Jumlah pelobi CCS ini lebih tinggi daripada gabungan delegasi inti dari Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan Uni Eropa. Hampir setengahnya, sekitar 209, hadir sebagai anggota delegasi nasional, yang berpotensi memberi mereka akses lebih besar ke negosiasi. Bahkan presidensi COP29, Azerbaijan, mengundang 55 diantara pelobi itu sebagai tamu.

Di balik layar di Stadion Baku, tempat berlangsungnya konferensi perubahan iklim PBB terbaru, COP29, yang diselenggarakan di ibu kota Azerbaijan, pada 11-22 November. Foto: UN Climate Change/Habib Samadov.

Jumlah pelobi CCS ini meningkat dibandingkan tahun lalu ketika COP28 digelar di Dubai. Kala itu pelobi CCS sebanyak 475 pelobi. 

CIEL menyebutkan peningkatan pelobi CCS ini cukup besar apalagi keseluruhan peserta COP29, sebanyak 52.504 delegasi, lebih sedikit dengan delegasi di COP28, sebanyak 81.027. Angka tersebut tidak termasuk media dan staf pendukung. 

CCS dan CCUS merupakan topik utama di COP29. Para pelobi mengadvokasi penerapannya sebagai solusi iklim.

Namun CCS merupakan akal-akalan industri batu bara, minyak, dan gas untuk menghindari tindakan iklim yang efektif. Industri yang berkontribusi pada peningkatan karbon akan mengelola emisi karbon dioksida mereka dengan menjebaknya dan menyuntikkannya ke bawah tanah, atau dasar laut, atau menggunakannya dalam proses industri. 

Padahal teknologi ini tidak dapat diandalkan. Teknologi ini memiliki sejarah selama puluhan tahun yang menjanjikan tapi kurang memberikan hasil, dengan 78 persen proyek skala besar dibatalkan atau ditunda.

Proyek CCS secara rutin gagal memenuhi harapan dan emisi siklus hidup penuh sering kali tidak diperhitungkan. Sebuah studi tahun 2021 menemukan bahwa 78 persen dari proyek CCS skala besar yang dicoba gagal atau dihentikan karena masalah teknis atau pengeluaran berlebihan.

Laporan tahun 2023 dari Universitas Oxford menyebutkan CCS rentan merusak ekonomi dan menghabiskan biaya setidaknya 30 triliun dolar AS lebih banyak daripada energi terbarukan, efisiensi energi, dan elektrifikasi. CCS dapat memperburuk kerusakan pada masyarakat yang sudah terbebani oleh infrastruktur bahan bakar fosil dengan meningkatnya polusi udara.

CCS juga dapat menimbulkan risiko kebocoran yang signifikan dan kerusakan lain yang berasal dari pengangkutan dan penyimpanan karbon dioksida.

Teknologi seperti Direct Air Capture (DAC) juga telah digunakan untuk membenarkan penundaan penghentian bahan bakar fosil. Laporan CIEL 2023 mengungkap potensi DAC untuk menimbulkan lebih banyak kerugian daripada manfaat dengan memperpanjang umur infrastruktur bahan bakar fosil dan mengalihkan sumber daya dari solusi iklim yang lebih efektif dan terbukti.

Juru Kampanye Penangkapan Karbon Internasional CIEL, Rachel Kennerley, menyebutkan CCS merupakan greenwashing bahan bakar fosil oleh pelaku industri itu sendiri. Kehadiran besar para pelobi ini merupakan konfirmasi bahwa industri penangkapan karbon bekerja keras untuk mempromosikan teknologi CCS yang salah arah. 

“Namun, pemerintah dan perusahaan tidak dapat ‘membersihkan’ batu bara, minyak, dan gas mereka dengan menangkap dan ‘mengelola’ emisi: CCS telah berulang kali gagal memberikan hasil,” kata dia melalui rilis pers. 

Menurutnya jumlah pelobi CCS yang signifikan di COP29 menunjukkan investasi besar industri bahan bakar fosil dalam upaya mengamankan masa depannya, meskipun ada kebutuhan mendesak untuk menghentikan bahan bakar fosil. 

Sementara promosi CCS terus berlanjut di koridor dan ruang pertemuan pembicaraan iklim, dampak sebenarnya akan terlihat di dunia nyata. Berinvestasi dalam teknologi yang mahal dan tidak dapat diandalkan ini akan mengunci bahan bakar fosil dan membuang-buang waktu dan uang yang berharga. 

“Pengangkutan dan penyimpanan CCS skala besar juga disertai dengan risiko kesehatan dan keselamatan yang signifikan,” ucapnya.

Pengacara Senior CIEL, Erika Lennon menyebutkan lebih banyak lagi perwakilan perusahaan bahan bakar fosil dan pendukung mereka yang hadir di Baku mungkin juga menggunakan COP29 untuk mempromosikan teknologi penangkapan karbon lainnya seperti Penangkapan Udara Langsung. Tindakan ini diharapkan dapat menutupi emisi mereka yang terus berlanjut. 

“Jika tidak dicegah, korporasi akan menguasai — seperti yang ditunjukkan oleh banyaknya pelobi bahan bakar fosil yang berkeliaran di koridor dan ruang COP29 — dan akan terus menghambat kemajuan menuju aksi iklim. Sudah saatnya bagi UNFCCC dan negara-negara untuk mengatasi konflik kepentingan yang nyata dengan membiarkan mereka yang merusak planet ini memengaruhi proses penyelamatannya,” ujarnya.

Kita, kata dia, perlu mereformasi proses negosiasi iklim dan memastikan suara orang-orang di garis depan, bukan suara pencemar, menjadi pusat perhatian.

Analisis CIEL dirilis satu hari setelah Kick Big Polluters Out Coalition melaporkan bahwa 1.773 pelobi bahan bakar fosil memperoleh akses ke pembicaraan iklim tahun ini.

aksi ARUKI pada Peringatan Global Day of Action for Climate Justice di Kementerian Lingkungan Hidup

Sementara di Indonesia aksi berbagai organisasi lingkungan yang tergabung Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARUKI) menyebutkan CCS/CCUS merupakan bagian dari solusi iklim palsu. Pada peringatan Peringatan Global Day of Action for Climate Justice Senin (18/11/2024) mereka menggelar demonstrasi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan menyebutkan CCS/CCUS merupakan salah satu solusi sesat yang ditawarkan delegasi Indonesia di COP29 yang dipimpin oleh Hashim Djojohadikusumo. 

“Pidato Hashim Djojohadikusumo masih sarat dengan solusi sesat dalam merespons krisis iklim. Mulai dari Proyek Strategis Nasional, Perdagangan Karbon, teknologi penyimpanan karbon dalam Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Utilization, and Storage (CSS/CCUS), hingga proyek Food Estate adalah solusi sesat iklim yang justru tidak sejalan dengan prinsip CBDR yang seharusnya menjadi landasan utama dalam aspek kebijakan, pendanaan iklim, bahkan terbukti menjadi persoalan baru yang berdampak pada keselamatan rakyat,” ucap Risma Umar, dari Aksi! for Gender, Social and Ecological Justice.