Jika Jakarta Ingin Sehat, Ganti BBM ke Euro 4

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Rabu, 20 November 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Studi terbaru menemukan, peningkatan kualitas bahan bakar minyak setara standar Euro IV mengurangi polusi udara dan mengurangi biaya kesehatan hingga ratusan miliar setiap tahun di Indonesia. 

Euro IV ditetapkan oleh Uni Eropa untuk kendaraan bermotor–mobil, bus, dan truk–yang mengatur batasan emisi lebih rendah untuk sejumlah polutan seperti nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), dan partikel padat (PM).

Menurut studi tersebut, sektor transportasi merupakan salah satu kontributor utama polusi udara di Indonesia, akibat penggunaan BBM yang berkualitas rendah dan jauh di bawah standar internasional.  Bahan bakar diesel, misalnya, mengandung sulfur hingga 3.500 ppm, jauh lebih tinggi dibandingkan standar Euro IV yang membatasi sulfur pada 50 ppm. 

Julius Christian, analis senior Institute for Essential Services Reform (IESR) dan penulis kajian tersebut mengatakan, penerapan standar BBM Euro IV dapat secara signifikan mengurangi beban polusi udara di wilayah Jabodetabek. Penerapan ini mampu menurunkan emisi polutan seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2), serta konsentrasi PM2.5 dan PM10 hingga lebih dari 80%. 

Seorang pesepeda melintasi di jalan utama Jakarta. Foto: Adhi Wicaksono/Greenpeace

“Penerapan BBM Euro IV akan meningkatkan biaya produksi BBM, yang dapat ditanggung oleh pemerintah melalui penambahan anggaran subsidi. Tanpa kompensasi melalui subsidi, maka dapat memicu peningkatan inflasi,” kata Julius pada peluncuran kajian di Jakarta, Selasa, 19 November 2024. 

“Alternatif lain, pemerintah dapat menerapkan pembatasan akses BBM subsidi sehingga dapat menghemat anggaran dan membatasi dampak inflasi ke sebagian segmen masyarakat saja,” katanya.

Menurut Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, sekitar 45% polusi udara di Jakarta berasal dari sektor transportasi. Mayoritas BBM di pasar Indonesia, seperti Pertalite dan Pertamax, memiliki kualitas rendah yang diindikasikan dari kandungan sulfur mencapai 150–400 ppm, jauh di atas standar Euro IV. Sulfur merupakan komponen alami minyak mentah yang terdapat pada bensin dan diesel. Saat dibakar, sulfur menghasilkan emisi berupa sulfur dioksida. Untuk itu, ia mendorong penurunan kandungan sulfur dengan memperketat standar kualitas BBM, seperti menerapkan Euro IV yang membatasi sulfur maksimal 50 ppm.

Penggunaan bahan bakar yang memenuhi standar Euro IV telah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) LHK No. 20/Setjen/Kum.1/3/2017 tanggal 10 Maret 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O. Aturan ini berlaku sejak 2018. 

Menurut Fabby, salah satu solusi paling efektif untuk masalah pencemaran udara di sektor transportasi adalah meningkatkan kualitas bahan bakar. “Khususnya menurunkan kandungan sulfur dalam diesel serta mengurangi bahan-bahan kimia berbahaya dalam bensin,” katanya. 

“Polusi udara menyebabkan kerugian perekonomian yang  meningkatkan biaya kesehatan, menurunkan produktivitas masyarakat dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan laporan Bank Dunia, polusi udara di Indonesia mengurangi PDB negara sekitar US 220 miliar atau sekitar 6,6 persen per tahun,” ujarnya. 

Temuan lain dari studi tersebut, peningkatan kualitas BBM ke standar Euro IV juga berpotensi menurunkan lebih dari 50 persen penyakit yang disebabkan oleh polusi udara. Dari sisi kesehatan, langkah ini dapat menghemat biaya pengobatan hingga Rp550 miliar per tahun, hanya untuk Jakarta.

Budi Haryanto, Ketua Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) yang terlibat dalam penelitian tersebut mengatakan, total kasus penyakit akibat polusi udara, seperti ISPA, asma, radang dan infeksi paru-paru, mencapai 175 ribu hingga 599 ribu kasus pada periode 2016-2021. Total biaya pengobatan yang diklaim melalui BPJS Kesehatan pada periode yang sama mencapai Rp 191 juta hingga Rp 1,8 milar pada periode yang sama.

“Kualitas udara yang lebih bersih akan mengurangi risiko rawat inap dan biaya pengobatan terkait penyakit akibat polusi,” kata Budi. 

“Dengan mempromosikan kualitas BBM yang lebih tinggi, maka dapat melindungi kesehatan masyarakat sekaligus mengurangi beban ekonomi yang disebabkan oleh biaya pengobatan jangka panjang,” ujarnya. 

Penelitian ini dipimpin oleh IESR, bersama dengan Center of Reform on Economics (CORE Indonesia), Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), dan RCCC-UI.