Perundingan Dana Iklim COP29 Melewatkan Petani Kecil
Penulis : Aryo Bhawono
Iklim
Rabu, 20 November 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Panas, banjir, dan topan dalam beberapa tahun belakangan sudah bertandang berkali-kali ke kebun pertanian petani kecil Filipina, Esther Penunia. Kebunnya berkali-kali mengalami banjir setinggi dada dan membuat tanamannya hancur.
Ia bilang, perubahan iklim itu benar-benar ada dan petani kecil menjadi pihak paling terdampak.
“Perubahan ini mempengaruhi tanaman pangan, hasil panen, dan pendapatan kami. Semua orang benar-benar terdampak,” ucapnya di COP29 di Baku, Azerbaijan.
Penunia adalah Ketua Asosiasi Petani Asia (Asian Farmers Association/ AFA) yang datang di pertemuan puncak COP29 untuk mendorong akses yang lebih besar pendanaan bagi petani skala kecil. Dana ini akan menjadi bekal petani kecil beradaptasi dengan cuaca yang tidak menentu.
Petani keluarga kecil menanam lebih dari sepertiga pangan dunia dan bahkan hingga 80 persen di wilayah seperti Asia dan Afrika. Namun, analisis oleh Climate Focus mencatat hanya 14 persen dari 9,1 miliar dolar AS pendanaan iklim publik internasional untuk pertanian petani kecil ini.
Kini kurang dari 3 persen dari semua pendanaan iklim publik masuk ke sistem pangan, meskipun sistem tersebut menghasilkan sekitar sepertiga dari emisi gas rumah kaca global.
Pada COP28 tahun lalu di Dubai, isu pangan masuk dalam menu pembicaraan iklim, namun pada pembicaraan SOP29 di Baku pembicaraan ini lebih sepi. Para penyelenggara dikecam karena kurangnya pilihan pangan pengganti daging.
Negara-negara diharapkan membuat perjanjian untuk memasukkan target pemotongan metana dari limbah organik, termasuk makanan. Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/ FAO) akan segera menerbitkan tahap kedua peta jalan pangan menuju nol bersih.
Prakarsa dan hasil dari presidensi COP29 telah menguraikan Inisiatif Iklim Harmoniya bagi petani untuk mendorong keuangan dan kolaborasi di bidang pertanian.
Pendiri ClimEat, sebuah lembaga think tank untuk transformasi pangan, Danush Dinesh menyebutkan presidensi COP telah mengumumkan rencana serupa di masa lalu namun tidak banyak berpengaruh.
Menurutnya daripada menghabiskan upaya diplomatik setiap tahun untuk menciptakan inisiatif baru yang membuat semua orang tampak baik, fokusnya perlu dialihkan untuk mendapatkan uang, teknologi, dan kapasitas bagi petani.
"Pada akhirnya emisi dari sistem pangan tidak menurun dan ketahanan petani di garis depan juga tidak membaik," kata dia.
Sebelumnya, pada sidang plenary COP29 lalu, Utusan Khusus Delegasi Republik Indonesia Hashim Sujono Djojohadikusumo justru menempel food estate sebagai proyek pangan untuk menghadapi krisis iklim. Proyek ini dikelola korporasi besar, bukan petani kecil.
Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad, menyikapi pidato itu dan menyebutkan Food Estate justru berpotensi menjadi karpet merah untuk eksploitasi sumber daya alam dan hutan.