Hutan DAS Kahayan-Kapuas Menghilang, Banjir Datang

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Ekologi

Senin, 02 Desember 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Deforestasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan-Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng), yang mengakibatkan menurunnya daya dukung lingkungan, telah mendatangkan bencana ekologi bagi masyarakat sekitar. Bencana berupa banjir tersebut telah merendam sejumlah desa di Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, dan Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau.

Menurut pantauan kelompok masyarakat sipil, banjir tersebut menggenangi pemukiman warga dan telah menghambat mobilitas barang dan memengaruhi jalur transportasi lintas kabupaten di kedua kecamatan tersebut. Banjir diperkirakan akan semakin meluas dan intens.

Data yang dihimpun Save Our Borneo (SOB) dari Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dan Pusdatinkom Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan, dari Januari hingga Oktober 2024, sebanyak 9.089 rumah terendam, 60.416 jiwa terdampak, dan 252 orang terpaksa mengungsi di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau.

Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng, Bayu Herinata, mengatakan salah satu faktor utama yang memperburuk bencana banjir ini adalah menurunnya daya dukung lingkungan di DAS Kahayan-Kapuas. “Aktivitas deforestasi besar-besaran oleh perusahaan-perusahaan di sektor kehutanan dan pertambangan telah merusak hutan dan sungai di kawasan ini,” kata Bayu, Senin (2/12/2024).

Kondisi debit air di wilayah Pujon, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, pada Jumat (29/11/2024). Foto: Istimewa.

Lebih lanjut Bayu menjelaskan, pembukaan hutan untuk perkebunan dan penambangan, mengurangi kemampuan alam dalam menyerap air, memperburuk erosi, serta mengganggu keseimbangan ekosistem. Berdasarkan data rekapitulasi bencana ekologis Walhi Kalteng, sejak 2020 hingga 2023, wilayah yang terdampak banjir semakin meluas. Kabupaten-kabupaten seperti Katingan, Kotawaringin Timur, Seruyan, Barito Utara, Barito Selatan, Pulang Pisau, Kapuas, dan Kota Palangka Raya telah menjadi daerah langganan banjir.

Bahkan daerah-daerah baru seperti Kabupaten Murung Raya, Barito Timur, Gunung Mas, dan Lamandau juga mulai mengalami kejadian banjir yang semakin sering. “Desa-desa di bentang alam DAS Kahayan-Kapuas yang mengalami banjir berulang setiap tahun adalah bukti nyata bahwa kondisi lingkungan semakin kritis. Pemulihan segera diperlukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut,” ujar Bayu.

Tampak dari ketinggian pembukaan hutan alam PT Industrial Forest Plantation, di DAS Kahayan-Kapuas, Kalimantan Tengah, 21 November 2024. Foto: Auriga Nusantara/Earthsight.

Direktur SOB, Muhamad Habibi, menyebut di kawasan DAS Kahayan-Kapuas terdapat perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Hutan Tanaman (PBPH-HT) atau Hutan Tanaman Industri (HTI) yang beroperasi, yang diduga telah membabat hutan alam. “Berdasarkan data yang dihimpun SOB dari Nusantara Atlas, pada tahun 2024, total deforestasi akibat aktivitas perusahaan-perusahaan tersebut mencapai 3.367 hektare hutan,” ucap Habibi.

Habibi menambahkan, kehilangan hutan yang signifikan ini memperburuk kondisi lingkungan dan memperparah bencana banjir. “Kawasan ini terletak di hulu anak-anak sungai, sehingga deforestasi di konsesi perusahaan berdampak langsung pada hilir sungai. Akibatnya, banjir di daerah-daerah hilir semakin parah,” ujar Habibi.

Menanggapi situasi ini, Walhi Kalteng dan SOB mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam di wilayah ini, terutama yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar. Pemerintah perlu mengevaluasi kembali aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di sektor ekstraksi sumber daya alam. Menurut mereka, tanpa langkah tegas, kerusakan lingkungan akan terus berlanjut dan memperburuk bencana ekologis yang merugikan masyarakat.

Tampak dari ketinggian pembukaan hutan alam di PT Babugus Wahana Lestari di Desa Pujon, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, 16 Agustus 2024. Foto: Auriga Nusantara/Earthsight.

Dua organisasi masyarakat sipil yang fokus pada isu-isu lingkungan dan sumber daya alam itu mengingatkan bahwa tanpa upaya mitigasi dan pemulihan yang konkret, dampak bencana akan semakin besar, baik bagi lingkungan maupun masyarakat. Banjir yang semakin parah akan terus mengancam jika tidak ada langkah nyata dari pemerintah. “Krisis ekologis ini memerlukan penanganan yang serius dan sistematis, bukan hanya sebagai respons jangka pendek, tetapi sebagai bagian dari strategi mitigasi bencana yang lebih luas,” ucap Bayu.

Berdasarkan analisis data spasial, terdapat sejumlah perusahaan pemegang PBPH tumbuh alami yang beroperasi di DAS Kahayan-Kapuas, di antaranya PT Babugus Wahana Lestari (BWL), PT Industrial Forest Plantation (IFP), dan PT Bumi Hijau Prima.

Berdasarkan pantauan Auriga Nusantara pada pertengahan Agustus 2024, diketahui telah dibangun jaringan jalan yang melintang dan membujur membentuk pola kotak-kotak berukuran 1 km x 250 m, pada area seluas 1.811 hektare. Dari satelit, jaringan jalan di area seluas 2.000 kali lapangan sepakbola internasional itu nampak berwarna putih. Kontras dengan warna vegetasi yang menghijau di kiri dan kanannya.

“Kuat dugaan, hutan ini sedang disiapkan untuk dibabat habis. Land clearing,” kata Supintri Yohar, Direktur Hutan Auriga Nusantara, lembaga yang memantau kawasan tersebut bersama Earthsight. Auriga Earthsight telah menerbitkan laporan mengenai kegiatan BWL ini pada 24 September 2024.