Sumut Gagal Lindungi Mangrove, 15 Ribu Ha Rusak

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Ekologi

Jumat, 06 Desember 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Sumatera Utara (Sumut) tengah menghadapi ancaman serius akibat kerusakan hutan mangrove yang telah mencapai 15 ribu hektare. Imbasnya kawasan pantai Sumut kini semakin rentan terhadap abrasi, dengan ancaman nyata terhadap pemukiman dan mata pencaharian masyarakat pesisir.

Kerusakan mangrove tersebut disinyalir terjadi gara-gara alih fungsi mangrove untuk produksi arang skala besar dan praktik perampasan lahan yang ilegal. Wahana lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut  menganggap hal tersebut sebagai cerminan lemahnya pengawasan dan minimnya komitmen pemerintah dalam melindungi salah satu ekosistem paling kritis di wilayah ini.

Sayangnya, kata Walhi Sumut, di tengah kerusakan yang nyata ini, langkah-langkah tegas dari Pemerintah Sumut untuk melindungi mangrove belum terlihat. Walhi Sumut menduga mafia tanah terus beroperasi tanpa hambatan berarti, tumbuh subur di bawah bayang-bayang ketertutupan informasi, rendahnya pengawasan publik, dan minimnya penegakan hukum yang efektif.

“Hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan lingkungan seringkali tidak memberi efek jera,” kata Rianda Purba, dalam sebuah rilis, Rabu (4/12/2024).

Hutan mangrove di Desa Kwala Langkat, Kabupaten Langkat, Sumut, dikonversi menjadi perkebunan sawit oleh sejumlah oknum warga. Foto: Walhi Sumut.

Selain itu, katanya lagi, berbagai upaya untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum di sektor kehutanan dihadapkan pada tantangan besar, salah satunya adalah minimnya pemahaman hukum lingkungan di kalangan pemangku kepentingan, termasuk aparat penegak hukum. Egosektoral yang kuat antar instansi pemerintah juga menghambat koordinasi untuk melindungi kawasan mangrove. Demikian pula pandangan teknokratik yang dominan dalam birokrasi, mengabaikan pendekatan partisipatif dan lingkungan hidup.

Ketidakseriusan dalam mengatasi masalah ini menunjukkan kegagalan besar dalam menjalankan tanggung jawab melindungi lingkungan. Jika kondisi ini dibiarkan, hilangnya hutan mangrove tidak hanya menjadi ancaman ekologis, tetapi juga memperdalam krisis sosial dan ekonomi bagi masyarakat pesisir.

Rianda berpendapat, Pemerintah Sumut harus segera mengambil langkah nyata dengan menindak tegas mafia tanah dan pelaku perampasan hutan mangrove melalui penegakan hukum yang tidak pandang bulu. Itu saja tak cukup. Rian bilang, pemerintah juga barus memastikan perlindungan hutan mangrove menjadi prioritas melalui kebijakan yang berpihak pada lingkungan dan masyarakat.

Kemudian, imbuhnya, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam memahami dan menerapkan hukum lingkungan juga tak kalah penting. Terakhir, pemerintah perlu pula membuka ruang transparansi dan partisipasi publik dalam pengawasan dan pengelolaan kawasan mangrove.

“Tidak ada waktu lagi untuk menunggu. Ketidakpedulian terhadap hutan mangrove hari ini adalah ancaman nyata bagi masa depan lingkungan dan masyarakat Sumatera Utara,” ucapnya.