11 Masyarakat Adat Jambi Usulkan Pengakuan Hutan Adat ke Kemenhut
Penulis : Aryo Bhawono
Masyarakat Adat
Selasa, 17 Desember 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Masyarakat hukum adat dari Kabupaten Merangin dan Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi menyerahkan 11 usulan pengakuan hutan adat kepada Kementerian Kehutanan. Catatan Betahita menunjukkan pengakuan pemerintah atas status wilayah adat oleh pemerintah masih sedikit.
Penyerahan ini dilakukan pada saat lokakarya ‘Menguatkan Peran Hutan Adat sebagai Strategi Lestari untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim’ yang digelar oleh Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi di Kota Jambi pada Rabu sore (11/12/2024) lalu.
"Berkas 11 usulan hutan adat akan menjadi prioritas utama di tahun 2025 untuk dilakukan verifikasi teknis," ucap Kasubdit Penetapan Hutan Adat dan Hutan Adat (PKTHA) Kementerian Kehutanan, Yuli Prasetyo Nugroho.
Hutan adat telah eksis di Jambi sejak tahun 1990-an. Melalui pengelolaan adat, mereka menunjukkan menjaga lingkungan dan tradisi mereka. Bahkan, jauh sebelum Putusan MK 35 tentang hutan adat dan masyarakat adat.
Provinsi Jambi telah memiliki Peraturan Bupati terkait masyarakat hukum adat (MHA) dan hutan adat (HA) pada tahun 2006. Saat ini, di Indonesia sudah terdapat 131 SK pengakuan hutan adat, dan 29 diantaranya berada di Jambi, tersebar di Kabupaten Kerinci, Sarolangun, Merangin, dan Bungo.
Jumlah luasan hutan adat itu relatif kecil, namun hutan adat memiliki peranan penting dalam menjaga kelestarian hutan dan terbukti menekan kerusakan hutan.
Direktur KKI Warsi, Ade Junaidi, menyampaikan pentingnya pengakuan hutan adat untuk menjaga keberlanjutan lingkungan sekaligus memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat adat. Hutan adat bukan hanya sumber penghidupan, tetapi juga bagian tak terpisahkan dari identitas dan kearifan lokal masyarakat adat. Pengakuan ini paling tidak menunjukkan dukungan upaya pelestarian lingkungan dan mitigasi perubahan iklim.
"Hutan adat telah menunjukkan perannya yang sangat penting dalam menjaga kelestarian hutan dan terbukti mampu menekan kerusakan hutan secara signifikan," ucap Adi.
Sekretaris Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Yazel Fatra, mengaku akan berupaya memproses usulan ini sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pihaknya sadar keberadaan hutan adat penting dan mendukung visi pemerintah dalam kemandirian pangan melalui usaha perhutanan berbasis hasil hutan.
"Saat ini terdapat 23 KUPS (Kelompok Usaha Perhutanan Sosial) yang sudah terbentuk di hutan adat. Terdapat tiga aspek pengelolaan hutan adat yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial. Hutan adat sangat berpengaruh terhadap penyediaan air untuk pangan dan alih fungsi lahan,” kata dia
Perwakilan masyarakat adat yang juga Kepala Desa Berkun Kabupaten Sarolangun, Syahril mengungkapkan harapan mereka agar pemerintah segera mengakui hutan adat tersebut. Tanpa pengakuan hutan adat mereka tidak memiliki kewenangan dan legalitas ketika mendapatkan tekanan dari luar.
"Kami telah menjaga hutan ini selama turun-temurun, apakah proses pengakuan hutan adat dapat dipangkas, saat ini ada ancaman perambahan dari luar, tanpa SK Pengakuan hutan adat dari kementerian lemah posisi kami," katanya.
Saat ini, ada 22 usulan hutan adat yang menunggu tahap verifikasi dan penetapan oleh pihak berwenang, yang diharapkan dapat segera terealisasi demi kesejahteraan masyarakat adat dan pelestarian hutan.
Hutan adat memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat adat, baik dari segi sosial, budaya, ekonomi, maupun lingkungan. Mereka mewarisi hutan ini turun temurun dan hidup bergantung dari hutan.
Data pemberitaan Betahita sendiri menunjukkan hingga Agustus 2024, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) telah meregistrasi sebanyak 1.499 wilayah adat dengan total luas mencapai 30,1 juta hektare yang tersebar di 32 provinsi dan 166 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Sertifikasi BRWA sendiri mencatat total wilayah adat yang teregistrasi, 7.598.135 hektare. Sebanyak 17.681.859 ha dalam status registrasi, 3.017.771 ha dalam proses verifikasi, dan 1.810.750 ha yang telah tersertifikasi BRWA.
BRWA menyebutkan status pengakuan resmi dari pemerintah daerah terhadap wilayah adat masih sangat minim. Hingga saat ini baru 4.850.689 hektare dari 284 peta yang telah diakui sebagai wilayah adat melalui produk hukum daerah.
Dalam hal penetapan Hutan Adat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga mencatat bahwa dari potensi hutan adat seluas 23,2 juta ha yang ada, hingga saat ini baru seluas 265.250 ha yang ditetapkan sebagai hutan adat.