PTPN XIV Mantadulu Diminta Setop Berpraktik Ilegal
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Agraria
Rabu, 18 Desember 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Ratusan petani dari tiga desa di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel), yakni Mantadulu, Tawakua, dan Taripa, beramai-ramai melakukan aksi reklaim terhadap tanah-tanah mereka yang dianggap telah dirampas oleh perusahaan milik negara, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIV—saat ini PTPN IV. Pendudukan kembali lahan ini dilakukan dengan cara mendirikan tenda-tenda perjuangan pada 11 Desember 2024.
Dalam rilis bersama Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Persatuan Petani Sulsel (PPSS) disebutkan, tanah milik petani dari tiga desa itu telah dirampas oleh PTPN XIV Unit Mantadulu sejak 1994. Tanah-tanah pertanian warga itu terbagi atas lahan transmigrasi dan lahan garapan warga setempat.
Kelompok masyarakat sipil itu menyebutkan, dalam rentang waktu 30 tahun terakhir, berbagai upaya telah dilakukan masyarakat dalam memperjuangkan hak atas tanahnya. Sebelumnya, pada 4 Juni 1999, Komnas HAM pernah mengirimkan surat kepada Gubernur Sulsel meminta kasus di Wana-Wana, Desa Mantadulu, diselesaikan sesuai aduan warga.
Pada 2023, para petani melakukan aksi demonstrasi menutup akses jalan perusahaan, sampai ke DPRD kabupaten. Tapi lagi-lagi, pemerintah merespons aksi itu secara represif dengan menurunkan aparat brimob.
Mundur ke belakang, saat para petani berhasil mengambil lahan sawit pada 2004, seluas sekitar 455 hektare, perusahaan kembali menekankan biaya kepada mereka. Besarannya tak tentu dari setiap luasan lahan.
“Ada yang membayar ratusan hingga jutaan rupiah,” kata kelompok masyarakat sipil itu, dalam rilisnya, 13 Desember 2024.
Selanjutnya, pada 23 Januari 2005, Bupati Luwu Timur mengeluarkan SK Pembentukan Tim Verifikasi Konflik. Tiga tahun kemudian, bupati juga mengeluarkan SK Tim Pemetaan Tanah Garapan Warga.
“Pada 13 Juli 2017 masyarakat resmi melayangkan gugatan terhadap PTPN XIV. Dalam proses persidangan terungkap bahwa PTPN XIV Mantadulu tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU),” ujar kelompok masyarakat sipil.
Menurut sejarah keberadaan PTPN XIV di Sulsel, klaim penguasaan lahan korporasi plat merah ini terjadi di sejumlah kabupaten, di antaranya Kabupaten Wajo seluas 12.170 hektare dengan izin pemanfaatan sawit, Kabupaten Enrekang seluas 5.230 hektare dengan izin pemanfaatan tapioka/ubi kayu, Kabupaten Luwu Timur yaitu PKS 1 Luwu dengan luas HGU 9.037 hektare.
Selanjutnya, pabrik gula Bone di Kabupaten Bone dengan luas areal HGU 7.771 hektare, pabrik gula Camming juga di Kabupaten Bone dengan HGU seluas 9.837 hektare, pabrik gula Takalar di Kabupaten Takalar dengan luas HGU sekitar 7.970. Lalu unit Sidrap dengan luas HGU 5.090 hektare di Kabupaten Sidrap, unit Sakkoli dengan luas HGU 4.583 hektare di Kabupaten Wajo.
Berikutnya kebun Jeneponto (kapas) dengan luas areal HGU 145 hektare di Kabupaten Jeneponto, kebun Kalosi (kopi) dengan luas HGU 26 hektare di Kabupaten Enrekang, perkebunan sawit di Kecamatan Mappideceng Kabupaten Luwu Utara seluas 3.102,75 hektare, dan Unit Gowa dengan luas HGU 1.650 hektare.
“Total klaim penguasaan lahan di Sulsel oleh PTPN XIV adalah sekitar 68 ribu hektare,” tulis kelompok masyarakat sipil itu.
Dari total klaim aset PTPN XIV itu juga disebutkan bahwa ada tiga unit HGU yang sudah berakhir masa berlakunya pada 2003, yaitu Unit PKS Keera, Wajo seluas 12.170 hektare, Unit Maroangin Enrekang seluas 5.239 hektare, dan Unit Sidrap seluas 5.090 hektare. Sehingga bila ditotal, luasan HGU PTPN XIV yang sudah berakhir di Sulsel mencapai 22.490 hektare.
“Reforma agraria dan penyelesaian konflik agraria yang menjadi janji Presiden Jokowi (Joko Widodo) terbukti telah gagal. Tidak satupun konflik agraria terkait dengan PTPN berhasil diselesaikan,” kata kelompok itu.
Kelompok ini beranggapan, pergantian tampuk pemerintahan dari Jokowi kepada Prabowo juga tidak memberikan kepastian penyelesaian konflik dan pelaksanaan reforma agraria. Pasalnya semenjak Prabowo mencalonkan diri sebagai presiden hingga terpilih, tak pernah sekalipun masalah konflik agraria dan pelaksanaan reforma agraria disinggung, apalagi masuk dalam program prioritas pemerintahannya.
“Aksi pendudukan petani ini adalah upaya mereka untuk mengambil kembali tanah-tanah mereka yang sudah dirampas PTPN XIV Mantadulu selama puluhan tahun,” kata kelompok masyarakat sipil.
Hingga 13 Desember 2024, para petani yang berasal dari organisasi tani lokal (OTL) Serikat Tani Mantadulu, Serikat Tani Tawakua, dan Serikat Tani Taripa, masih bertahan di tanah mereka, dengan mendirikan tenda-tenda perjuangan. Sehari sebelumnya, salah satu tenda perjuangan Serikat Tani Tawakula didatangi oleh aparat Brimob.
KPA dan PPSS menuntut dan mendesak Presiden Prabowo Subianto, segera melaksanakan reforma agraria dan penyelesaian konflik agraria kronik yang diakibatkan PTPN. Presiden juga didesa untuk memerintahkan Kapolri dan Kapolda Sulsel untuk segera menarik aparat kepolisian dari lokasi operasi ilegal PTPN XIV Mantadulu.
Selain itu, kelompok masyarakat sipil ini juga mendesak Presiden menginstruksikan Menteri Agraria dan Tata Ruang dan Tata/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk segera mengembalikan tanah petani yang dikuasai secara ilegal oleh PTPN XIV Mantadulu.