5 Tambang Ancam Wilayah Adat Kampung Iklim Banggai Kepulauan
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Tambang
Senin, 27 Januari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Ancaman eksploitasi tambang di Sulawesi kembali mengancam masyarakat adat. Di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah (Sulteng), 5 perusahaan sekaligus dilaporkan akan melakukan eksploitasi atau operasi produksi tambang batu gamping di wilayah adat di Desa Binuntuli. Kondisi ini menjadi ancaman terhadap kelangsungan hidup masyarakat adat yang tinggal desa tersebut, dan desa sekitarnya.
Lima perusahaan tambang batu gamping atau batu kapur dimaksud yakni PT Estetika Karya Abirama (99 hektare), PT Sinergi Tambang Mandiri (161 hektare), PT Kapur Alam Mandiri (198 hektare), PT Prima Asia Limeston (188 hektare), dan PT Maleo Berkah Jaya (99 hektare). Menurut analisis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Banggai Kepulauan, konsesi lima perusahaan seluas total 745 hektare ini berada di wilayah adat Banggai Kepulauan.
Kepala Desa Tangkop Mustarif Moidady, mengatakan sebagian besar warga masyarakat yang berada di wilayah desanya—tetangga Desa Binuntuli—berprofesi sebagai nelayan dan petani. Jumlahnya mencapai 315 jiwa. Mereka khawatir dengan kehadiran perusahaan tambang yang telah masuk ke wilayah adat Banggai Kepulauan. Sebab, wilayahnya punya potensi sumber daya alam yang berlimpah.
“Di wilayah adat kami, kandungan emas dan batu hitam (galena) sangat berlimpah. Kami khawatir suatu saat perusahaan-perusahaan itu akan mengambilnya,” kata Mustarif, dikutip dari AMAN, Rabu (22/1/2025).
Mustarif menyebut, sekitar 15 tahun yang lalu sudah ada aktivitas penambangan emas secara tradisional di wilayahnya. Namun, aktivitas tradisional tersebut sudah berhenti. Mustarif khawatir akan masuk perusahaan tambang ke wilayah adat mereka.
"Bisa jadi, awalnya perusahaan-perusahaan itu mau menggarap batu gamping. Tapi ternyata beralih mengambil emas dan batu hitam (galena)," ujarnya.
Menurut Mustarif, kehadiran perusahaan tambang di wilayah adat mereka bertentangan dengan predikat yang pernah diraih Desa Tangkop sebagai peraih tropi Program Kampung Iklim Tahun 2022.
“Ini tidak sejalan dengan masuknya perusahaan tambang batu gamping yang akan berdampak pada lingkungan sekitar. Apalagi, masyarakat di Desa Tangkop selama ini masih menjaga tradisi dan budaya leluhur,” kata Mustarif.
Mustarif khawatir, masuknya lima perusahaan tambang batu gamping di Desa Binuntuli akan menggerus tradisi dan wilayah adat yang ada di Desa Tangkop.
Ketua Pelaksana Harian AMAN Banggai Kepulauan, Jemianto Maliko, menuturkan, masuknya lima perusahaan tambang batu gamping di Desa Tangkop dan Desa Binuntuli ini akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan sekitar. Kemudian, menggerus tatanan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat adat setempat.
Jemianto berpendapat, selain merusak lingkungan, operasional perusahaan tambang juga akan mengikis budaya tradisional Masyarakat Adat seperti perayaan prosesi adat tahunan”Malabot Tumpe” akan tersingkir, diganti dengan suara dinamit dan ekskavator yang melakukan eksploitasi di wilayah tersebut.
Jika dilihat dari topografi wilayah, lanjut Jemianto, letak Desa Binuntuli dan Desa Tangkop berada paling ujung dan berada di tanjung yang menyerupai pulau. Menurutnya, ini akan sangat rentan jika ditambang karena yang akan digarap bukan hanya daratan akan tetapi di wilayah pesisir. Apalagi, Desa Tangkop merupakan salah satu wilayah penghasil ikan terbesar di Kabupaten Banggai Kepulauan.
“Selama ini Masyarakat Adat sangat memanfaatkan wilayah pesisir sebagai sumber pangan mereka untuk mencari ikan. Selain itu juga karst yang menjadi objek untuk ditambang, memiliki daya menyerap air hujan yang cukup besar, sehingga menghasilkan sumber sumber mata air yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar,” ucapnya.
Oleh karena itu, imbuh Jemianto, bila wilayah tersebut ditambang maka sumber air otomatis akan hilang. Volume debu yang akan dihirup oleh masyarakat akan meningkat setiap harinya.
Jemianto juga bilang, pembukaan lahan skala luas juga bisa menyebabkan terjadinya longsor. Apalagi, menurut Jemianto, tidak ada aktivitas penambangan batu gamping yang tidak menggunakan metode blasting atau peledakan.
“Ini sangat berisiko bagi anak anak, balita dan lansia. Setiap saat akan ada ledakan dan getaran," ujarnya.