Pemerintah Cabut 18 Izin Pemanfaatan Hutan
Penulis : Aryo Bhawono
Hutan
Sabtu, 08 Februari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Pemerintah resmi mencabut sebanyak 18 perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) seluas 526 hektare. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak Menteri Kehutanan mengumumkan nama setiap perusahaan tersebut dan memastikan kondisi kawasan yang dicabut.
Pencabutan ini diumumkan oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni melalui akun instagramnya. Ia duduk di meja kerja sambil memegang pulpen dengan setumpuk dokumen pencabutan PBPH.
“Sesuai dengan arahan Presiden Prabowo pada hari Senin yang lalu saat saya menghadap di Istana, hari ini secara formal saya telah menandatangani Surat Keputusan Menteri untuk mencabut Perizinan Berusaha Penguasaan Hutan (PBPH) 18 perusahaan yang tersebar dari Aceh hingga Papua dengan luas total 526.144 hektar,” ucapnya dalam video tersebut.
Sebelumnya usai bertemu dengan presiden pada Senin (3/2/2025), ia menyebutkan pencabutan ini dilakukan karena perusahaan pemegang PBPH tidak mengoptimalkan pemanfaatan hutan.
Ia pun menekankan pentingnya penerapan agroforestri sebagai solusi terhadap degradasi hutan serta upaya mendukung ketahanan pangan nasional. Pemerintah mencatat adanya 26,7 juta ha yang mengalami degradasi, termasuk lahan yang gundul dan bekas kebakaran. Untuk itu, pendekatan seperti tumpang sari dan agroforestri akan diterapkan guna mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Setelah dicabut izinnya lahan itu akan menjadi hutan negara. Sehingga bisa diterbitkan izin baru jika dibutuhkan. "Apakah nanti dikelola oleh BUMN, oleh Danantara, oleh Agrinas atau apapun," katanya.
Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan, Uli Arta Siagian, mendesak Menteri Kehutanan untuk mengumumkan perusahaan-perusahaan yang dicabut tersebut. Menurutnya penting sekali melihat kondisi kawasan yang telah dicabut izinnya tersebut.
Menurutnya pemerintah perlu mengkaji ulang kawasan yang PBPH-nya dicabut tersebut sehingga mendapatkan fungsi secara lebih tepat.
“Misalnya saja kawasan tersebut ternyata memiliki fungsi lindung dan konservasi meskipun secara kawasan bukan untuk itu. Maka pemerintah seharusnya memperkuat fungsi itu,” kata dia.
Beberapa PBPH yang tidak digarap saat ini justru teridentifikasi memiliki tutupan hutan yang baik sehingga memiliki fungsi lindung dan menjadi habitat satwa, termasuk satwa yang dilindungi.
Makanya keterbukaan data membantu pemerintah melakukan pengawasan dan pemberian informasi. Apalagi jika kawasan tersebut bersinggungan dengan masyarakat lokal atau masyarakat adat.
“Nah, sesuai Pasal 33 Konstitusi seperti kata Pak Menteri Kehutanan, mereka juga harus mendapat manfaat, jangan semua diberikan ke korporasi yang melakukan deforestasi,” kata dia.