Pemda Haltim Didesak Turut Tutup Tambang PT Priven Lestari
Penulis : Aryo Bhawono
Tambang
Senin, 10 Februari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-Wato mendesak pemerintah daerah Halmahera Timur, DPRD, dan Pemerintah Kabupaten, turut serta menutup tambang PT Priven Lestari. Tumpang susun pemetaan yang mereka lakukan menunjukkan konsesi perusahaan tambang nikel itu telah mencaplok 547,7 hektare kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan 2.672 ha kawasan Hutan Lindung.
Desakan ini mereka sampaikan saat audiensi di DPRD Halmahera Timur (Haltim) pada Senin lalu (13/1/2025). Pertemuan ini, dihadiri oleh Pimpinan DPRD, juga hadir Kepala Bagian Hukum, Kepala Badan Lingkungan Hidup, serta pihak Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah Haltim.
AMBPW mendesak Pemerintah Haltim menindaklanjuti aspirasi warga kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk meninjau ulang serta mencabut izin operasional PT Priven Lestari.
Bupati Haltim juga harus memberi arahan kepada pemerintah tingkat kecamatan hingga desa untuk tidak melakukan proses jual-beli lahan pada kawasan APL kepada PT Priven Lestari.
![](https://cdn.betahita.id/9/5/0/8/9508_840x576.jpeg)
Juru Bicara AMBPW, Said Marsaoly, mengatakan perusahaan itu terus membujuk pemilik lahan untuk menjual tanah kepada perusahaan. Padahal tanah milik warga di kawasan APL tersebut, menurut RTRW 2010 - 2029 dan Rekomendasi Penyesuaian Tata Ruang, tidak diperkenankan untuk kegiatan penambangan.
“Penambangan di atas lahan APL itu, akan berdampak buruk pada perkembangan kawasan permukiman Buli. Dan berdasarkan pemanfaatan dan peruntukan ruang dalam RTRW, tidak boleh ada kegiatan tambang,” kata dia.
Hasil tumpang susun pemetaan, konsesi tambang nikel PT Priven Lestari itu berada di atas 547,7 ha kawasan APL dan 2.672 ha kawasan Hutan Lindung.
Tumpang susun pemetaan konsesi PT Priven Lestari berada di atas 547,7 hektare kawasan Areal Pengguna
Bupati, kata dia, harus menugaskan dinas terkait agar melakukan sosialisasi Perda RTRW di Buli.
“Kami juga meminta, DPRD Haltim untuk memfasilitasi pertemuan antara Aliansi Masyarakat Buli Peduli Wato-Wato dengan DPRD Provinsi Maluku Utara, Dinas ESDM, Dinas Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup Malut, guna membahas permasalahan ini secara lebih menyeluruh,” ujarnya.
Sementara beberapa kawasan hutan pada kawasan Pegunungan Wato-wato sudah ditetapkan sebagai peruntukkan perhutanan sosial dalam skema hutan desa. Penetapan status hutan desa ini dikeluarkan melalui keputusan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup pada 2021 dan 2022.
“Itu bisa dijadikan sebagai dasar pengusulan pencabutan IUP PT Priven Lestari,”
Selain itu juga, menurut Said, wilayah Buli saat ini sudah menjadi korban dari sederet operasi tambang nikel, mulai dari perusahaan plat merah, PT Aneka Tambang, hingga korporasi nikel swasta.
“Dari pengalaman yang kami saksikan, perusahaan sebesar Antam yang konon katanya telah mendapat sertifikasi ISO dalam manajemen lingkungan pun tetap saja kewalahan menangani pencemaran di Teluk Moronopo. Lalu bagaimana dengan PT Priven Lestari yang kantornya perwakilannya saja tidak jelas,” kata dia.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Maluku Utara, Julfikar Sangaji mengatakan, Pegunungan Wato-wato yang persisnya berada di balik pemukiman warga Buli erat hubungannya dengan kehidupan warga di Buli. Bentang alam tersebut menyediakan sumber air bagi sungai-sungai yang dimanfaatkan oleh warga.
“Sungai yang membentang, memiliki peran vital dalam melayani kebutuhan air bersih warga setiap hari. Karena itu, warga pasti marah jika sumber air bersih sebagai sumber penghidupan mereka akan lenyapkan oleh operasi tambang. Namun ironisnya, Pemerintah Haltim tidak melihat tambang itu sebagai ancaman serius dalam keberlangsungan warga,”
Seharusnya Pemerintah Haltim melindungi Wato-wato sebagai sumber penghidupan penting dan berani mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin tambang terhadap PT Priven Lestari dengan melayangkan surat resmi ke kementerian ESDM.
“Jika itu dilakukan maka Pemerintah Haltim bekerja untuk rakyat, bukan melayani korporasi tambang. Pun sebaliknya,” kata dia.