Jumlah Burung Indonesia Capai 1.836 Spesies

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Selasa, 11 Februari 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Burung Indonesia, kekayaan spesies burung di Indonesia pada awal 2024 mencapai 1.836 spesies. Jumlah ini meningkat 10 spesies lebih banyak dari pada awal tahun sebelumnya, yang berjumlah 1.826 spesies.

Menurut Burung Indonesia, perubahan kekayaan spesies ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni utamanya oleh pemecahan taksonomi (taxonomic split) dan catatan baru tentang spesies burung yang tersebar di Indonesia. Selain itu, terdapat juga penggabungan taksonomi yang berdampak pada penyusutan jumlah spesies.

Organisasi masyarakat sipil yang fokus pada konservasi burung ini menyebut, tidak kurang dari delapan spesies burung mengalami pemecahan taksonomi. Pemecahan ini menghasilkan sembilan spesies baru sekaligus menambah kekayaan spesies burung di Indonesia. Sementara itu, lima spesies lainnya baru diketahui pertama kali tersebar di Indonesia

“Dengan demikian, terjadi penambahan 14 spesies dalam daftar,” kata Burung Indonesia, dalam Status Burung Indonesia 2024.

Burung takur ungkut-ungkut memangsa serangga. Foto: Jihad/Burung Indonesia.

Diketahui juga terdapat lima spesies burung yang merupakan catatan baru untuk wilayah Indonesia, meliputi camar paruh-ramping (Larus genei), uncal kalimantan (Macropygia tenuirostris), petrel kermadec (Pterodroma neglecta), penggunting-laut hitam (Ardenna grisea), dan seriwang india (Terpsiphone paradisi). Perjumpaan camar paruh-ramping diketahui dari observasi pengamat burung di Sumatera yang memantau kehadirannya yang sedang bermigrasi di wilayah Provinsi Sumatera Selatan (Iqbal et al., 2023).

Sementara catatan kehadiran empat spesies lainnya di Indonesia didapatkan dari penggalian data hasil observasi lapangan yang dikumpulkan oleh para pengamat burung di berbagai daerah ke dalam platform sains warga eBird. Penggunaan platform sains warga seperti eBird kian hari kian diminati, karena menawarkan kemudahan dalam proses pencatatan dan mendokumentasikan hasil pengamatan, serta mempermudah pertukaran informasi antar pengamat.

Pada sisi lain, keterlibatan warga dalam pengumpulan data, memungkinkan keragaman jenis burung di Indonesia dapat dipantau secara lebih inklusif dan sistematis. Oleh karena itu, platform sains warga dan ilmuwan warga (citizen scientist) saat ini juga memainkan peran penting dalam menyediakan data dan informasi untuk pelestarian dan pengelolaan habitat burung di Indonesia.

Meskipun begitu, daftar panjang spesies burung di Indonesia juga mengalami penyusutan akibat penggabungan taksonomi (taxonomic lump). Sebanyak sembilan spesies burung di Indonesia mengalami penggabungan menjadi lima spesies.

“Empat takson burung dikembalikan menjadi subspesies atau ras dari spesies burung yang telah ada sebelumnya, sehingga terjadi pengurangan jumlah spesies sebanyak empat dari daftar sebelumnya,” ujar Burung Indonesia. 

Status burung endemis Indonesia

Burung endemis Indonesia didefinisikan sebagai spesies burung yang hanya tersebar di dalam batas wilayah administrasi Indonesia. Adanya pemecahan taksonomi yang terjadi turut memengaruhi jumlah dan komposisi spesies burung endemis Indonesia.

Dari 15 spesies yang baru masuk ke dalam daftar pada periode ini, empat di antaranya tersebar terbatas di wilayah Indonesia. Dengan begitu, total kekayaan spesies burung endemis Indonesia pada 2024 yaitu sebanyak 542 spesies. Jumlah ini semakin mengukuhkan Indonesia sebagai negara dengan kekayaan spesies burung endemis terbanyak di dunia.

Burung Indonesia mengatakan, Indonesia dikenal memiliki tujuh wilayah avifauna dimana masing-masing wilayah memiliki keunikan keragaman spesies burung (Sukmantoro et al., 2007). Spesies endemis juga tersebar relatif tidak merata antar wilayah avifauna tersebut.

Sebagian besar (169 spesies, 31%) spesies endemis Indonesia tersebar di Sulawesi, diikuti Maluku (23%), dan Nusa Tenggara (20%). Hal ini juga menjadikan region Wallacea yang melingkupi ketiga wilayah tersebut sebagai hotspot spesies burung endemis Indonesia.

“Kalimantan menjadi wilayah sebaran spesies endemis paling sedikit (6 spesies, 1%) dikarenakan sebagian besar spesies burung endemis pulau ini juga tersebar di wilayah Malaysia,” kata Burung Indonesia.

Burung Indonesia menyebut, terjadi perubahan status keterancaman spesies burung yang cukup banyak pada periode ini. Evaluasi tahunan Daftar Merah IUCN oleh BirdLife International menunjukkan bahwa terdapat perubahan status keterancaman pada 62 spesies burung di Indonesia. Perubahan tersebut meliputi peningkatan status delapan spesies dari kategori keterancaman rendah ke kategori dengan risiko keterancaman yang lebih tinggi.

“Sebaliknya, 40 spesies lainnya ditempatkan dalam kategori keterancaman lebih rendah dari sebelumnya. Selain itu, 14 spesies lainnya baru berhasil dievaluasi dan ditetapkan kategori keterancamannya, termasuk di dalamnya sembilan spesies baru dari hasil pemecahan taksonomi,” ujar Burung Indonesia.

Burung Indonesia menguraikan, dari delapan spesies yang mengalami peningkatan status keterancaman, empat spesies dievaluasi sebagai spesies terancam punah secara global. Tiga spesies dalam kategori Rentan (VU) yaitu paruh-kodok besar (Batrachostomus auritus), luntur tunggir-coklat (Harpactes orrhophaeus), dan cica-kopi jawa (Pomatorhinus montanus), serta satu spesies dalam kategori Genting (EN) yaitu cerek-pasir mongolia (Charadrius mongolus).

Berdasarkan IUCN (2023), ancaman kerusakan dan degradasi hutan menyebabkan populasi paruh-kodok besar dan luntur tunggir-coklat menjadi menurun signifikan. Sementara populasi cica-kopi jawa terdampak signifikan oleh ancaman penangkapan untuk diperdagangkan dan dipelihara. Sementara itu, cerek-pasir mongolia mendapati ancaman yang cukup beragam di sepanjang proses bermigrasinya, misalnya ancaman predasi dan reklamasi di tempat perkembangbiakannya serta degradasi habitat di lokasi bermigrasinya.

“Sementara itu, 40 spesies diturunkan ke dalam kategori keterancaman yang lebih rendah, umumnya ke dalam kategori Mendekati Terancam Punah (NT) dan Risiko Rendah (LC),” kata Burung Indonesia.

Dari evaluasi IUCN (2023), lanjut Burung Indonesia, secara umum penurunan status spesies tersebut  disebabkan oleh penambahan informasi dan pemahaman baru tentang populasi dan tingkat ancamannya. Beberapa spesies diketahui memiliki perkiraan ukuran populasi yang lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya sehingga tidak mencapai ambang batas kategori keterancaman yang lebih tinggi.

Sebanyak 14 spesies lainnya baru dievaluasi pada 2024. Spesies robin salju (Petroica archboldi), cerek muka-putih (Charadrius dealbatus), atoku bintang (Aegotheles tatei), dan atoku kepala-burung (Aegotheles affinis) sebelumnya masih dikategorikan kurang data (DD). Namun dengan penambahan informasi baru tentang sebaran dan populasinya, kini keempat spesies tersebut dievaluasi dalam kategori NT, LC, LC, dan NT secara berturut-turut.

Kacamata wangi-wangi (Zosterops paruhbesar) merupakan burung yang baru dievaluasi status keterancamannya pada tahun ini, meskipun telah dikenal oleh dunia ilmiah sejak dideskripsikan pada 2022 lalu. Ukuran populasi yang relatif kecil dan hanya tersebar di Pulau Wangi-Wangi, serta ancaman tinggi akibat kehilangan habitat dan juga perburuan membuat spesies ini langsung ditetapkan dalam kategori Genting (EN) (IUCN, 2023).