Perdagangan Bebas Indonesia - Eropa Berisiko Picu Pelanggaran HAM
Penulis : Aryo Bhawono
Krisis Iklim
Kamis, 20 Februari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa ingin mempercepat penyelesaian perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA). Sebanyak 120 lebih kelompok masyarakat sipil di Indonesia dan Eropa memperingatkan perjanjian itu memicu perampasan sumber daya dan pelanggaran HAM.
Keinginan mempercepat penyelesaian perundingan ini terungkap dalam pertemuan virtual antara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dengan Komisioner Perdagangan Uni Eropa (UE), Maros Sefcovic, pada Kamis (13/2). Perundingan I-EU CEPA merupakan perjanjian dagang bilateral komprehensif yang dilakukan Indonesia dengan negara mitra yang telah dilakukan sebanyak 19 putaran dalam sembilan tahun terakhir.
“Terdapat urgensi bagi Indonesia dan UE untuk segera menyelesaikan proses negosiasi yang akan menjadi peluang baru bagi Indonesia dan negara-negara anggota UE untuk meningkatkan volume perdagangan dan investasi,” ucap Airlangga seperti dikutip dari website Kementerian Koordinator Perekonomian.
Namun lebih dari 120 organisasi masyarakat sipil dan serikat pekerja dari Indonesia dan Eropa saat ini menyerukan kedua belah pihak menghentikan perundingan perjanjian perdagangan bebas ini. Mereka menyebutkan perjanjian ini mengancam lingkungan, iklim, dan hak-hak perempuan, masyarakat adat, pekerja, petani kecil, dan nelayan.

Penguasaan sumber daya nikel misalnya. Kini bernilai global, pengelolaan sumber daya tersebut harus dilakukan secara berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat lokal di Indonesia.
Rachmi Hertanti dari Transnational Institute menyebutkan perjanjian perdagangan bebas mengharuskan sektor bahan mentah dibuka sepenuhnya terhadap pasar global dan perusahaan asing. Hal ini akan membatasi langkah-langkah yang ada saat ini untuk mendorong pengolahan bahan mentah seperti nikel di dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, dan menambah nilai.
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun untuk mendukung pembangunan masyarakat kita perlu membatasi ekstraksi berlebihan ekspor komoditas mentah yang hanya menguntungkan perusahaan transnasional.
“Perjanjian perdagangan ini berisiko menjebak Indonesia dalam perdagangan bernilai rendah dan melemahkan demokratisasi energi dengan meliberalisasi kebijakan mineral penting yang menghilangkan ruang kebijakan bagi pemerintah Indonesia untuk melindungi penghidupan masyarakat,” ujarnya.
Pengkampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Fanny Tri Jambore berpendapat pembangunan sumber daya alam di Indonesia perlu dilakukan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab demi melindungi bumi, komunitas lokal, dan hak-hak pekerja.
“Ada terlalu banyak contoh buruk dan kami mendorong upaya untuk memperbaikinya. Namun perjanjian perdagangan ini berisiko melemahkan upaya-upaya ini, yang dapat menimbulkan konsekuensi buruk bagi manusia dan alam,” ucap dia.
Senior Policy Advisor di Both ENDS yang berbasis di Belanda, Marius Troost menyatakan kegigihan UE untuk mencapai liberalisasi pasar secara maksimal justru berdampak buruk bagi dirinya sendiri. Meskipun UE sedang berselisih dengan Indonesia terkait peraturan perdagangan, Tiongkok telah menginvestasikan puluhan miliar dolar pada industri pertambangan dan pemurnian nikel di Indonesia dan kini mendominasi sektor ini.
“Eropa perlu membangun kemitraan yang lebih setara dengan Indonesia agar saling menguntungkan, menghormati kebutuhan satu sama lain, dan membayar harga yang adil. ”
Juru Kampanye Perdagangan di Friends of the Earth Europe, Julie Zalcman, menyebutkan bahan mentah penting diperlukan untuk transisi energi namun eksploitasinya tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan hak asasi manusia, keanekaragaman hayati, dan air.
UE, kata dia, harus secara serius mempertanyakan permintaannya akan bahan mentah dan mengadopsi target pengurangan konsumsi, sebelum bergegas mengambil lebih banyak sumber daya dari planet yang terbatas ini.