Barbodes klapanunggalensis, Si Buta dari Gua Klapanunggal
Penulis : Zahra Timur, BOGOR
Spesies
Minggu, 02 Maret 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Spesies baru kembali ditemukan "tidak jauh dari rumah". Setelah penemuan jenis katak baru Leptophryne javanica sp. di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), yang berjarak hanya 3-4 jam dari Jakarta, pada 2013, kini ditemukan ikan spesies baru, Barbodes klapanunggalensis, di Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi temuan ikan baru ini ke Jakarta jaraknya bahkan lebih dekat lagi, cuma 1 jam-an.
Seperti penemuan spesies baru katak Gunung Ceremai (warga lokal menyebutnya: katak merah), penemuan spesies ikan baru itu juga berawal dari ”ketaksengajaan”. Katak merah ditemukan setelah difoto oleh peserta lomba foto flora fauna di kawasan Blok Ipukan TNGC pada 2012 (KSDAE, 2018), sedangkan ikan Klapanunggal pertama kali teramati dalam kegiatan susur gua (caving) di gua Cisodong, Klapanunggal.
Ceritanya, pada Agustus 2020, M. Iqbal Willyanto melakukan kegiatan caving di Klapanunggal bersama tim Latgab Caving Jabodetabek Indonesia Spelelogical Society (ISS) dan Gema Balantara. Di gua Cisodong 1 di kompleks karst itu, mereka menemukan ikan unik serupa wader (sunda: beunteur), tapi tak bermata dan tak transparan.
Ikan itu ditemukan di dua kolam di bawah tanah. Kolam pertama terletak pada kedalaman 27 meter, jika diukur dari pintu masuk gua. Di sana mereka menemukan dua spesimen ikan tersebut yang sedang berenang. Kolam kedua terletak pada kedalaman 51,6 meter. Di kolam dengan air yang mengalir lambat ini jumlah ikannya lebih banyak, lebih dari 20 spesimen.

Iqbal dan kawan-kawannya tidak membawa spesimes ikan tersebut, tapi mereka mengambil gambarnya.
Hampir 2 tahun kemudian, pada Juli 2022, Iqbal dan rekannya kembali ke gua Cisodong 1. Kali ini misinya untuk menjawab sebuah pertanyaan serius tentang ikan yang dulu mereka lihat: Apakah beunteur itu spesies baru?
Dari kolam pertama, mereka membawa dua spesimen. Adapun pengambilan spesimen dari kolam kedua dilewatkan, karena medannya sulit dan lokasinya dua kali lebih dalam dari kolam pertama.
Peta Gua Cisodong 1 di Kompleks Karst Klapanunggal yang menjadi habitat Barbodes klapanunggalensis (
Spesimen kemudian diidentifikasi di BRIN, Bogor. Prosesnya melibatkan tim ahli dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN bersama dengan kolborator dari Indonesia Speleological Society (ISS) dan Yayasan Species Obscura Indonesia.
Eureka, hasil identifikasi menyatakan bahwa beunteur ini merupakan spesies baru, yang termasuk dalam genus Barbodes. Maka, ikan ini pun diberi nama latin Barbodes klapanunggalensis, merujuk tempat di mana ikan ini ditemukan pertama kali. Penemuan ini telah dipublikasikan oleh penemunya, Kunto Wibowo, M. Iqbal Willyanto, Anik Budhi Dharmayanthi, Cahyo Rahmadi, dan Daniel Natanael Lumbantobing di jurnal ZooKeys pada 24 Februari 2025 (https://zookeys.pensoft.net/article/135950).
Menurut Kunto Wibowo, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, seperti dikutip dari siaran pers BRIN (27/2), ikan wader gua buta (tak enak mengejanya, jadi sebut sajalah ”Si Buta dari Gua Klapanunggal”, biar kayak judul serial komik yang pernah populer di Indonesia), memiliki ciri unik yang membedakannya dengan spesies ikan gua lainnya. Yang menyolok, ikan ini sepenuhnya buta dan bahkan sudah kehilangan matanya. Di tempat di mana biasanya mata berada, yang tersisa hanya cekungan orbital yang tertutup kulit.
Mata pada ikan beunteur ini menghilang dalam proses evolusi diduga karena tak memiliki kegunaan apapun di dalam gua tanpa cahaya. Memang sih buat apa mata, dalam keadaan gelap gulita? Yang ada malah bikin baper. Namun, kapan ikan ini mulai kehilangan matanya, berapa lama perubahan itu berlangsung, sejauh ini informasinya belum dituliskan para penelitinya di jurnal tersebut.
Tentu saja perlu ada cara baru agar mereka tetap bisa menjelajahi kolam yang gelap, hingga menemukan makanan. Maka, ikan ini pun mengembangkan perlengkapan untuk merasakan dan meraba sekelilingnya. Hasilnya adalah dua sungut yang cukup panjang untuk ”melihat”.
Makanan ikan ini adalah mikroorganisme yang jumlahnya tidak melimpah di gua itu. Untuk itu ikan ini mengembangkan reseptor sensorik pada tubuh dan siripnya untuk menemukan makanan dan mengembangkan metabolisme yang lambat, demi menghemat energi. Pada hewan darat, contoh hewan dengan metabolisme lambat macam ni adalah kukang.
Ciri lainnya ikan ini adalah, “Tubuhnya tidak memiliki pigmen hitam (melanofor), sehingga terlihat putih keperakan dengan sirip yang transparan,” kata Kunto.
“Spesies ini telah menunjukkan karakter morfologi yang sangat teradaptasi pada habitat gua yang gelap dan terisolasi. Ikan ini hidup di kolam-kolam kecil di dalam gua yang dialiri oleh air yang merembes dari lantai gua. Kolam-kolam ini memiliki substrat tanah liat halus dan air yang jernih. Ikan ini cenderung diam di air yang tenang, namun akan aktif berenang ketika air terganggu," dia menambahkan.
Ciri morfologi lainnya si buta dari klapanunggal yang berbeda dari genus Barbodes lainnya adalah memiliki sirip yang relatif panjang dengan sirip dada 26-31,4% SL; sirip perut 21,5-24,4% SL. SL itu singkatan dari Standart Length ya, istilah akrab di kami anak ikan, yang merupakan panjang baku horizontal ikan dari ujung mulut hingga pangkal ekor ikan.
Menurut Kunto, posisi sirip posterior (sirip perut dan sirip dubur) ikan ini saling berdekatan dengan bentuk sirip mengarah ke belakang. Terdapat sisik perut aksiler pada ikan ini yang relatif pendek dan bulat.
Bentuk ikan betina dan jantan spesies ini juga berbeda. Bentuk tubuh ikan betina lebih bulat, sedangkan ikan jantan lebih panjang.
Spesies Terancam
Karst Klapanunggal. Di gua bawah tanah di sini Barbodes klapanunggalensis ditemukan (Foto: BRIN)
Keanekaragaman hayati dari ekosistem gua di Indonesia bertambah dengan adanya penemuan spesies Barbodes klapanunggalensis ini. Saat ini, Indonesia memiliki enam spesies ikan gua endemik, terdapat dua spesies yang ditemukan di Jawa yaitu Barbodes klapanunggalensis dan Barbodes microps, sedangkan spesies lainnya ditemukan di kawasan karst Sulawesi dan Papua Barat.
Barbodes klapanunggalensis yang sejauh ini baru ditemukan di gua Cisodong 1, di kawasan karst Klapanunggalensis membuatnya rentan terhadap perubahan lingkungan. Kawasan karst Klapanunggal ini memiliki luas sekitar 66 km², namun hanya 9,96% yang dilindungi oleh pemerintah dalam bentuk Kawasan Bentang Alam Karst Bogor. ”Ikan ini tergolong spesies terancam,” kata para penelitinya.
Soalnya, meskipun gua ini susah diakses dan jauh dari lokasi penduduk, ancaman atas habitat ikan ini tetap ada, terutama dari aktivitas penambangan batu kapur di daerah tersebut. Oleh karena itu, mengutip siaran pers BRIN, kawasan karst Klapanunggal harus mendapatkan perlindungan yang lebih ketat, terutama dengan memperluas area konservasinya. Selain itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami populasi dan ekologi spesies ini, serta upaya untuk melibatkan masyarakat lokal dalam upaya konservasi.
”Studi lebih lanjut diperlukan untuk memahami ekologi dan strategi konservasi yang tepat bagi Barbodes klapanunggalensis,” tulis BRIN dalam rilis persnya. “Dengan demikian, Barbodes klapanunggalensis dapat terus bertahan sebagai bagian dari kekayaan alam Indonesia.”