Akamsi Laporkan Bangunan di Bantaran Kali Surabaya
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Ekosistem
Senin, 24 Maret 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Aliansi Komunitas Penyelamat Bantaran Sungai (Akamsi) resmi mengirimkan surat pengaduan kepada Gubernur Jawa Timur dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, terkait dugaan pelanggaran dalam pemanfaatan bantaran Kali Surabaya. Pengaduan ini didasarkan pada temuan sejumlah aktivitas yang berpotensi merusak ekosistem sungai serta melanggar regulasi yang mengatur pemanfaatan ruang sempadan sungai.
Dalam sebuah pernyataan tertulis, Akamsi menjelaskan, berdasarkan hasil investigasi gabungan, ditemukan sebanyak 2.325 unit bangunan liar di sepanjang bantaran Kali Surabaya. Mirisnya ditemukan lebih dari 30 sertifikat tanah yang diterbitkan di lahan bantaran.
Padahal dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 134/1997, telah diatur larangan mendirikan bangunan permanen untuk hunian atau tempat usaha di area bantaran sungai. Bahkan, ancaman pidana jika berdasarkan Undang-Undang No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
“Kami menemukan indikasi pembiaran terhadap pelanggaran pendirian bangunan permanen dan tempat usaha yang berada di bantaran sungai. Padahal ini mengganggu keseimbangan ekosistem Kali Surabaya. Seharusnya bantaran sungai berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan daerah resapan air,” ujar Alaika Rahmatullah, Koordinator Tim Investigasi Penyalahgunaan Bantaran Kali Surabaya.

Alaika melanjutkan, pihaknya mengirimkan aduan ini karena ingin mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk segera mengambil tindakan sebagai contoh seperti yang dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Barat yang saat ini gencar melakukan penertiban bangunan yang berdiri di bantaran sungai akibat alih fungsi lahan. Bahkan tidak segan untuk menyegel tempat usaha dan menertibkan rumah-rumah yang mengurangi catchment area untuk resapan air, sehingga menyebabkan banjir besar di Bekasi pada awal maret lalu.
Sementara itu, Manuel Togi Marsahata Sidabutar Koordinator dari komunitas Aksi Biroe mengungkapkan, sebenarnya sudah ada papan-papan larangan mendirikan atau memanfaatkan lahan bantaran sungai, namun faktanya pemerintah tidak melakukan sosialisasi atau menjemput bola door to door supaya mencegah masyarakat untuk mendirikan bangunan di atas tanah bantaran sungai.
“BBWS Brantas harus gercep (gerak cepat), kami ingin mereka berkoordinasi dengan ATR/BPN ada sekitar 30 an rumah yang justru secara status bersertifikat padahal di atas tanah bantaran. Minimal harus konfirmasi ke lapangan lalu menindak tegas bahkan jangan segan untuk mencabut sertifikat jika terbukti melanggar,” ujarnya
Manuel menuturkan, pengelolaan sungai sebagai upaya mitigasi banjir harus dimulai dari memperbaiki daerah tangkapan atau resapan air utamanya adalah bantaran sungai. Aktivitas pembangunan di atas sempadan sungai juga telah menyebabkan hilangnya banyak habitat ikan dan spesies lain yang bergantung pada ekosistem sungai.
Menurut Manuel, salah satu yang terdampak adalah bulus di Sungai Brantas, yang merupakan hewan langka dan kini semakin terancam karena degradasi habitatnya. Keberadaan bangunan di sempadan sungai tidak hanya merusak keseimbangan ekosistem tetapi juga mempercepat hilangnya biodiversitas yang seharusnya dilindungi.
Alaika menyebutkan, surat pengaduan yang dikirimkan ke Gubernur Jawa Timur dan BBWS Brantas ini berisi permintaan agar pemerintah segera melakukan peninjauan terhadap pemanfaatan bantaran sungai dan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti melanggar aturan.
Akamsi dalam hal ini menuntut pemerintah untuk melakukan moratorium izin di bantaran sungai di Kali Surabaya untuk mencegah maraknya bangunan liar, pembatalan sertifikat rumah/usaha yang berdiri di atas tanah bantaran sungai, dan melakukan pembongkaran rumah yang telah berdiri di bantaran sungai, dan terbukti melanggar hukum sesuai peraturan yang berlaku.
Kemudian mensertifikatkan lahan bantaran sungai untuk dijadikan sebagai tanah negara, dan memaksimalkan fungsi pengawasan dan penegakan hukum terhadap oknum yang melanggar ketentuan dalam regulasi terkait pelanggaran alih fungsi lahan bantaran Kali Surabaya.