Gubernur Bengkulu Didesak Tolak PPKH Tambang Emas Bukit Sanggul
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Tambang
Senin, 14 April 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Penolakan tambang emas di Bukit Sanggul, Kabupaten Seluma, Bengkulu, terus berlanjut. Kali ini kelompok masyarakat sipil mendesak Gubernur Bengkulu untuk tidak memberikan rekomendasi Persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan (PPKH), yang diajukan perusahaan tambang emas PT Energi Swa Dinamika Muda (ESDM) untuk aktivitas tambangnya.
“Kami mendesak agar Gubernur Bengkulu menolak permohonan rekomendasi PPKH yang diajukan tambang emas PT ESDM. Hal ini terkait dengan adanya dugaan korupsi perizinan tambang emas ini yang telah kami laporkan ke Kejagung RI,” kata Dodi Faisal, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu, dalam sebuah keterangan tertulis, 9 April 2025.
Ada alasan penolakan lainnya. Pada Rabu (9/4/2025), PT ESDM menggelar focus group discussion (FGD) pembahasan permohonan rekomendasi Gubernur Bengkulu untuk PPKH PT ESDM. Walhi Bengkulu, melihat FGD tersebut menunjukkan bahwa PT ESDM berupaya memaksakan agar operasi produksi tambang emasnya dapat segera dilakukan, walaupun konsesi PT ESDM diketahui berada di dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB).
“Faktanya konsesi tambang berada di Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru. Sementara Inpres No. 5 Tahun 2019, telah menginstruksikan agar seluruh gubernur untuk menghentikan penerbitan rekomendasi dan izin Lokasi di kawasan hutan,“ kata Dodi.

Dodi bilang, Walhi Bengkulu bersama kelompok masyarakat sipil lainnya, sejak 2018 telah menegaskan penolakan terhadap rencana pertambangan PT ESDM seluas 24.800 hektare—sebelumnya memiliki luas sekitar 30.010 hektare—di kawasan Hutan Lindung Bukit Sanggul, Kabupaten Seluma. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, lanjut Dodi, beroperasinya tambang emas itu hanya akan menciptakan bencana ekologis daripada keuntungan ekonomi yang selama ini digaungkan.
“Pertambangan ini akan menimbulkan krisis ekologis, merugikan masyarakat yang bergantung pada kelestarian hutan dan daerah aliran sungai serta menghancurkan keanekaragaman hayati yang terdapat di Hutan Lindung Bukit Sanggul,” ucap Dodi.
Sementara itu, berdasarkan Peta Rencana Kerja Sub Nasional Arahan Pelaksanaan Aksi Mitigasi Indonesia’s Forestry and Other Land Use (Folu) Net Sink 2030, kawasan Bukit Sanggul, termasuk hampir seluruh areal Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT ESDM, masuk dalam kriteria Perlindungan Areal Konservasi Tinggi (RO11).
Seperti diberitakan sebelumnya, PT ESDM telah meningkatkan IUP-nya menjadi IUP Operasi Produksi melalui SK nomor 91202066526110014 yang berlaku sejak 17 Januari 2025 hingga 17 Januari 2045, dengan luas wilayah 24.800 hektare.
Meningkatnya izin PT ESDM ini terjadi selepas terbitnya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.533/MenLHK/Setjen/PLA.2/5/2023, yang menurunkan fungsi kawasan Hutan Lindung Bukit Sanggul seluas 19.939,57 hektare menjadi kawasan Hutan Produksi.
“Situasi ini memperjelas investasi yang menjadi motivasi diturunkannya fungsi Hutan Lindung Bukit Sanggul oleh KepMen LHK SK.533 Tahun 2023 adalah investasi tambang emas untuk kepentingan PT ESDM,” kata Egi Saputra, Direktur Yayasan Genesis Bengkulu, Senin (17/2/2025).
Egi berpendapat, penurunan status dari Hutan Lindung menjadi Hutan Produksi Bukit Sanggul ini mengakibatkan ekosistem menjadi rentan. Sebab, awalnya penunjukan Bukit Sanggul sebagai kawasan hutan dengan fungsi lindung tidak lepas dari kondisi topografi, kelerengan, dan sebagai wilayah perlindungan kelestarian lingkungan hidup, termasuk tanah, air, dan flora-fauna. Selain itu juga berfungsi mencegah bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
Egi bilang, hadirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 semakin memperlemah status Hutan Lindung dari ancaman aktivitas pertambangan, terutama pertambangan emas. Pada pasal 38 Ayat (1) menegaskan aktivitas di luar kegiatan kehutanan dapat dilakukan pada kawasan Hutan Produksi dan kawasan Hutan Lindung. Kemudian, pada Pasal 38 Ayat (4) disebutkan, pada kawasan Hutan Lindung dilarang melakukan penambangan pola pertambangan terbuka.
Telah meningkatnya status izin PT ESDM menjadi Operasi Produksi, lanjut Egi, akan semakin membuat perusahaan leluasa melakukan aktivitas pertambangan emas. Ditambah dengan sudah menurunnya sebagian area Hutan Lindung Bukit Sanggul menjadi Hutan Produksi, memungkinkan perusahaan untuk melakukan pertambangan terbuka.
Egi mengatakan, Genesis Bengkulu telah melakukan analisis tutupan lahan Bukit Sanggul yang memiliki total luas 74.152,51 hektare. Hasilnya, sebesar 85,5% atau 63.426,69 hektare masih berupa hutan alami, sedangkan 14,4% atau 10.668,36 hektare telah dirambah menjadi lahan pertanian, semak belukar dan lahan terbuka, dan sebesar 0,1% atau 57,45 hektare merupakan tubuh air berupa sungai.
“98,9% area konsesi PT ESDM yang berada pada kawasan Bukit Sanggul masih berupa tutupan hutan alami, sedangkan 317,64 hektare atau 1,1% telah dirambah menjadi lahan pertanian, semak belukar dan lahan terbuka,” kata Egi.