Wamenlu Havas Pidato, Aliansi Jaga Raja Ampat Demo

Penulis : Gilang Helindro, M. Ikbal Asra

Lingkungan

Rabu, 04 Juni 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Suasana Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta diwarnai aksi damai dari aktivis Greenpeace Indonesia dan empat anak muda asal Papua dari Aliansi Jaga Alam Raja Ampat. Saat Wakil Menteri Luar Negeri, Arief Havas Oegroseno, memberikan sambutan dalam acara tersebut, para aktivis membentangkan spanduk dengan pesan keras seperti “Nickel Mines Destroy Lives”, “Save Raja Ampat from Nickel Mining”, dan “What’s the True Cost of Your Nickel?”

Tak hanya di ruang konferensi, aksi juga dilakukan di area pameran luar ruangan. Baner dengan pesan serupa terlihat terbentang di antara gerai dan pengunjung pameran, menyampaikan protes terhadap dampak negatif pertambangan dan hilirisasi nikel di Indonesia.

Raja Ampat adalah rumah bagi 75 persen spesies karang dunia, lebih dari 2.500 spesies ikan, 274 spesies burung, dan 47 spesies mamalia. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai global geopark oleh UNESCO.

Greenpeace menyoroti bahwa industri nikel, yang digadang-gadang sebagai tulang punggung transisi energi melalui produksi baterai kendaraan listrik, justru menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah. Penggunaan PLTU captive dalam proses pemrosesan nikel dinilai memperparah krisis iklim, serta merusak ekosistem, mencemari air, udara, dan merampas ruang hidup masyarakat lokal.

Aktivis Greenpeace Indonesia membentangkan banner bertuliskan “Nickel Mines Destroy Lives” (Tambang Nikel Menghancurkan Kehidupan) saat Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno memberikan sambutan di acara Indonesia Indonesia Critical Minerals Conference 2025 hari ini di Jakarta. Foto: Dhemas/greenpeace.

Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia dalam aksi itu, menyebutkan bahwa daerah seperti Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi telah mengalami dampak buruk dari industrialisasi nikel.

"Kini, ancaman serupa membayangi Raja Ampat, wilayah dengan keanekaragaman hayati luar biasa yang dikenal sebagai surga terakhir di Bumi," kata Iqbal, Selasa, 3 Juni 2025.

Dalam investigasinya, Greenpeace menemukan kegiatan pertambangan di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran—pulau-pulau kecil di Raja Ampat yang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 seharusnya tidak boleh ditambang. Analisis menunjukkan bahwa lebih dari 500 hektare hutan telah dibabat, mengakibatkan sedimentasi yang berpotensi merusak ekosistem terumbu karang Raja Ampat.

Ronisel Mambrasar, pemuda Papua dari kampung Manyaifun, mengungkapkan keprihatinannya. “Tambang nikel mengancam kehidupan kami. Bukan cuma merusak laut yang menjadi sumber penghidupan, tapi juga memecah belah harmoni masyarakat,” ujarnya.

Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah untuk menghentikan ekspansi industrialisasi nikel dan mengevaluasi kembali seluruh kebijakan yang berkaitan. Mereka menilai retorika keuntungan hilirisasi yang digaungkan sejak era Presiden Jokowi dan berlanjut di pemerintahan Prabowo-Gibran justru menutupi kenyataan pahit: kerusakan lingkungan, pelanggaran hak masyarakat adat, dan ancaman serius terhadap masa depan Bumi.

Dengan aksi damai ini, Greenpeace berharap suara masyarakat terdampak dapat terdengar di tengah gegap gempita investasi dan industrialisasi yang kerap mengabaikan keberlanjutan lingkungan serta keadilan sosial. Dengan berbagai ancaman ini, Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah untuk menghentikan ekspansi tambang nikel di Raja Ampat dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan industrialisasi nikel yang dinilai merugikan masyarakat dan lingkungan. "Raja Ampat bukan hanya kebanggaan Papua atau Indonesia, tetapi juga warisan dunia yang tidak bisa dikorbankan demi kepentingan ekonomi jangka pendek," sebut Greenpeace dalam maklumatnya.