Banjir Sipora Diduga Akibat Penyusutan Hutan Mapadegat
Penulis : Gilang Helindro
Ekologi
Sabtu, 14 Juni 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Banjir yang melanda sejumlah desa di Pulau Sipora pada Selasa (10/06) diduga kuat dipicu oleh makin menyusutnya kawasan hutan di daerah aliran sungai (DAS) Mapadegat. Desa-desa terdampak meliputi Tuapejat, Sidomakmur, Bukit Pamewa, Goiso Oinan, Matobe, dan Saureinu.
Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat, Tommy Adam, menyatakan bahwa kerusakan lingkungan di DAS Mapadegat telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. “Berdasarkan analisis spasial terbaru per 11 Juni 2025, kawasan ini telah kehilangan sekitar 540 hektare tutupan pohon sejak 2001. Ini setara dengan penurunan 18 persen dibandingkan kondisi tahun 2000,” kata Tommy saat dihubungi Kamis 12 Juni 2025.
Menurutnya, kehilangan tutupan hutan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas penebangan kayu berskala besar, baik legal melalui izin SIPUHH (Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan), maupun ilegal. “Aksi pembalakan tersebut tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengganggu sistem hidrologis DAS yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat,” tambahnya.
DAS Mapadegat yang memiliki luas sekitar 3.470 hektare merupakan bagian dari hutan hujan tropis Kepulauan Mentawai, dan masuk dalam bioma Hutan Lembap Tropis dan Subtropis Berdaun Lebar. Kawasan ini selama ini berfungsi sebagai wilayah tangkapan air utama bagi desa-desa di Pulau Sipora, termasuk Tuapejat, Bukit Pamewa, Sipora Jaya, dan Sidomakmur.

Namun, laporan terbaru 11 Juni 2025 menunjukkan bahwa tidak ada lagi kawasan hutan utuh (intact forest) yang tersisa di wilayah ini. Hal ini mengindikasikan fragmentasi dan degradasi ekosistem yang serius, yang berdampak langsung terhadap kualitas air bersih, produktivitas pertanian, hingga ketahanan pangan masyarakat setempat.
“Laporan hasil analisis time series menggunakan sistem informasi geografis (GIS) menunjukkan bahwa tekanan terhadap integritas ekosistem DAS Mapadegat meningkat signifikan dari tahun ke tahun. Ini memperburuk kerentanan wilayah terhadap bencana ekologis seperti banjir,” jelas Tommy.
Tommy menegaskan, kondisi ini memerlukan perhatian serius dari pemerintah daerah, lembaga konservasi, serta partisipasi aktif masyarakat. “Tanpa langkah pemulihan dan pengawasan ketat, kerusakan yang terjadi di DAS Mapadegat bisa berdampak jangka panjang bagi lingkungan dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Sipora,” ungakp Tommy.