Madani Minta Pemerintah Tak Kendorkan Ambisi Iklim
Penulis : Gilang Helindro
Iklim
Kamis, 19 Juni 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID -Di tengah meningkatnya ancaman krisis iklim global, MADANI Berkelanjutan mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera mengajukan dokumen Second Nationally Determined Contribution (Second NDC) yang ambisius dan berpihak pada keadilan iklim. Penundaan penyampaian SNDC serta wacana revisi target FOLU Net Sink 2030 ke arah yang kurang ambisius dinilai mengirim sinyal negatif kepada dunia, terutama di saat komunitas global tengah memperkuat komitmen iklimnya.
Nadia Hadad, Direktur Eksekutif MADANI Berkelanjutan, merespons pernyataan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni pada 16 Juni lalu yang menyebut bahwa SNDC harus realistis, inklusif, dan dapat dieksekusi. “Dunia saat ini membutuhkan kepemimpinan, bukan kehati-hatian yang justru membuat kita stagnan,” tegas Nadia Hadad dikutip Rabu, 18 Juni 2025.
SNDC merupakan pembaruan lima tahunan dari komitmen iklim nasional (NDC) yang diamanatkan Perjanjian Paris. Tahun 2025 menjadi tonggak penting, ketika seluruh negara diharapkan mengajukan NDC baru yang lebih ambisius demi mencegah kenaikan suhu global melewati ambang batas 1,5°C. Namun, skenario terkini justru menunjukkan bahwa jalur global saat ini masih menuju pemanasan antara 2,5–2,9°C.
“Justru saat seperti inilah Indonesia harus berani memimpin. Dunia tidak butuh kehati-hatian yang melemahkan aksi bersama, tapi komitmen kuat dengan kebijakan konkret,” kata Nadia. Ia menilai, langkah melemahkan target FOLU Net Sink komitmen penting Indonesia dalam sektor kehutanan demi menghindari kegagalan pencapaian hanya akan menjadi kemunduran diplomatik dan ekologis.

Pernyataan Raja Juli yang menyebut bahwa target net sink perlu mempertimbangkan dinamika pembangunan nasional seperti ketahanan pangan dan bioenergi justru memperkuat kekhawatiran publik. Menurut MADANI, hal ini berpotensi menjadi alasan untuk mengendurkan ambisi yang sebelumnya telah mendapatkan pengakuan global.
“FOLU Net Sink adalah tulang punggung strategi mitigasi Indonesia. Melemahkannya bukan solusi, apalagi saat dunia sedang meningkatkan ambisinya,” ujar Nadia.
MADANI menekankan bahwa SNDC harus menjadi alat penguatan pembangunan berkelanjutan dan adil iklim. Penundaan penyampaian dokumen hanya akan memperbesar risiko kerugian ekonomi, sosial, dan ekologis di masa depan, serta melemahkan posisi strategis Indonesia sebagai negara pemilik hutan tropis terbesar ketiga di dunia.
Sebelumnya, pada Agustus 2024, 64 organisasi masyarakat sipil telah menyerahkan dokumen rekomendasi SNDC kepada pemerintah menjelang COP di Baku. Rekomendasi itu menekankan pentingnya keselarasan dengan ilmu pengetahuan, keadilan sosial, dan pelibatan aktif masyarakat sipil, terutama kelompok rentan.
“Pemerintah tidak bisa lagi menyusun dokumen hanya untuk memenuhi kewajiban administratif. SNDC harus mencerminkan kebutuhan rakyat, bukan hanya kepentingan industri. Kalau tidak, kita hanya akan punya dokumen rapi yang gagal menjawab krisis nyata,” ujar Nadia.
MADANI Berkelanjutan kembali menegaskan bahwa transisi iklim yang adil dan berkelanjutan tidak bisa dicapai tanpa keberanian dan keadilan. “Ambisi tinggi bukan hal yang bertentangan dengan realitas justru itulah satu-satunya jalan menuju masa depan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Nadia.