Kemarau 2025 Tak Kompak, tapi Berdampak
Penulis : Gilang Helindro
Iklim
Minggu, 22 Juni 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan imbauan kepada masyarakat di berbagai provinsi yang berstatus siaga menghadapi potensi kekeringan pada musim kemarau tahun ini. Imbauan tersebut menyusul peringatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menyatakan bahwa musim kemarau 2025 yang telah berlangsung sejak April akan terus meluas hingga Agustus.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan bahwa awal musim kemarau tahun ini tidak terjadi secara serempak di seluruh wilayah Indonesia. Sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) telah memasuki musim kemarau sejak April, dan jumlah itu meningkat pada Mei dan Juni seiring meluasnya wilayah yang terdampak. Wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau antara lain sebagian besar Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua.
Dwikorita mengungkapkan bahwa puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada bulan Agustus, terutama di wilayah Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku.
“Sekitar 60 persen wilayah Indonesia akan mengalami musim kemarau dengan sifat normal, 26 persen wilayah mengalami kemarau yang lebih basah dari biasanya, dan 14 persen lainnya lebih kering dari kondisi normal,” kata Dwikorita dalam keterangan resminya dikutip Jum’at 20 Juni 2025.

Meskipun intensitas kekeringan bervariasi, musim kemarau tahun ini diprediksi memiliki durasi yang lebih singkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya di sebagian besar wilayah Indonesia. Berdasarkan analisis dinamika iklim global dan regional hingga pertengahan April 2025, BMKG memproyeksikan kemarau yang lebih pendek di wilayah Jawa, Sulawesi, dan Bali-Nusa Tenggara. Namun, terdapat sekitar 26 persen wilayah, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan, yang justru diperkirakan mengalami kemarau dengan durasi lebih panjang dari biasanya.
BMKG juga mencatat adanya pergeseran awal musim kemarau di beberapa wilayah. Di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur, musim kemarau yang semula diperkirakan terjadi pada akhir April hingga awal Mei, bergeser ke akhir Mei hingga awal Juni. Pergeseran waktu ini berkisar antara 3 hingga 5 dasarian.
Sementara itu, di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, pergeseran terjadi selama 2 hingga 4 dasarian. Kendati demikian, puncak kemarau secara umum diprediksi tetap akan berlangsung antara Juli hingga Agustus, dengan kecenderungan lebih awal di wilayah Jawa dan Papua, serta sedikit lebih lambat di sebagian wilayah Sulawesi dan Sumatera.
Menanggapi kondisi ini, BNPB mengimbau masyarakat untuk mengambil langkah-langkah antisipatif menghadapi kekeringan. Imbauan tersebut meliputi penyimpanan air bersih di tempat tertutup, penggunaan air secara hemat dan bijaksana, serta menjaga sirkulasi udara dalam rumah agar tetap sejuk selama musim kemarau.
BNPB juga mengingatkan agar masyarakat tidak membakar sampah, karena dapat memicu kebakaran hutan dan lahan. "Jika terjadi kebakaran, masyarakat diimbau untuk segera memadamkannya semampu mungkin dan menyiapkan perlengkapan siaga darurat di lingkungan masing-masing," kata Dwikorita.
Imbauan ini menjadi bagian dari upaya BNPB untuk mengurangi dampak bencana kekeringan yang berpotensi mengganggu aktivitas masyarakat, ketahanan pangan, hingga kesehatan publik. Pemerintah daerah pun diminta memperkuat koordinasi lintas sektor guna menghadapi kemungkinan terburuk dari musim kemarau yang meskipun lebih singkat, tetap membawa ancaman serius di sejumlah wilayah Indonesia.