Polusi Plastik Bikin Burung Kena Tanda-tanda Pikun

Penulis : Gilang Helindro

Sampah

Selasa, 24 Juni 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Dua studi terbaru mengungkapkan dampak serius polusi plastik terhadap kesehatan burung dan potensi ancaman terhadap manusia. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa partikel plastik tidak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga merusak sistem saraf dan paru-paru burung yang menjadi indikator kesehatan ekosistem.

Penelitian pertama dilakukan oleh Alix de Jersey dari University of Tasmania’s School of Medicine. Studi ini meneliti burung migran jenis penggunting laut kaki merah (Ardenna carneipes) yang hidup di Pulau Lord Howe, Australia dan Jepang. Burung-burung tersebut secara tidak sengaja mengonsumsi sampah plastik yang diberikan induknya, sehingga plastik menumpuk di perut anak burung. Tes darah menunjukkan pola protein yang menyerupai gejala penyakit Alzheimer yang ditandai dengan serangan pikun dan Parkinson pada manusia.

“Temuan ini hampir setara dengan seorang anak kecil yang menderita Alzheimer,” kata de Jersey dalam laporannya dikutip Senin, 23 Juni 2025.

Sementara itu, studi lain dari University of Texas at Arlington yang dipimpin oleh Shane Du Bay juga menemukan keberadaan partikel plastik mikroskopis di jaringan paru-paru burung liar. Penelitian dilakukan terhadap 56 burung dari 51 spesies di sekitar Bandara Tianfu, China. Hasil analisis kimia menunjukkan tingginya kandungan mikroplastik dan nanoplastik dalam jaringan paru-paru burung, termasuk jenis plastik seperti polietilenaterklorinasi dan karet butadiena.

Tidak hanya biota laut, polusi sampah tersebut juga bisa mengganggu burung jenis air saat mencari makan. Foto: Falahi Mubarok

Peneliti memperingatkan bahwa keberadaan partikel ini dapat menyebabkan penyakit jantung, gangguan kesuburan, hingga kanker, baik pada hewan maupun manusia. Mereka juga menekankan perlunya tindakan mendesak untuk menangani polusi plastik secara sistematis dan global.

Polusi plastik telah lama menjadi sorotan dunia sejak viralnya video kura-kura laut yang kesulitan bernapas akibat sedotan plastik. Menurut laporan United Nations Environment Programme (UNEP), jutaan ton plastik masuk ke ekosistem perairan setiap tahun, dan sebagian besar berasal dari produk sekali pakai serta aktivitas daratan.

Selain mencemari laut, partikel mikroplastik juga menumpuk di tanah dan masuk ke tubuh organisme melalui rantai makanan. Situasi ini diperburuk oleh minimnya infrastruktur pengelolaan limbah di berbagai negara, terutama di negara berkembang.

Untuk menjawab krisis ini, sejumlah upaya global sedang digalang, termasuk implementasi Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global, Perjanjian Paris, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendorong langkah-langkah seperti pengurangan produksi plastik, peningkatan desain produk berkelanjutan, hingga penguatan legislasi dan pendanaan pengelolaan limbah.

Meski tantangan besar, para ilmuwan dan pemerhati lingkungan menyatakan bahwa perubahan masih mungkin terjadi jika ada tindakan kolektif. Langkah sederhana seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan mendorong tanggung jawab produsen dinilai dapat memberikan dampak nyata.