Sampai Tuhan Datang pun, Alam (Harus) Masih Begini
Penulis : Nabot Sreklefat, KETUA ANAK MUDA ADAT KNASAIMOS
Kolom
Jumat, 08 Agustus 2025
Editor : Yosep Suprayogi
JIKA ditanya apa imajinasi untuk Tanah Papua, khususnya tanah masyarakat adat Knasaimos, Sorong Selatan, Papua Barat Daya, sa akan bilang: kitong punya alam harus terjaga hingga generasi-generasi yang akan datang. Bagaimana puluhan hingga ratusan tahun ke depan masyarakat adat masih bisa melihat hutan dan sungai, serta menghirup udara segar seperti yang kitong punya sekarang.
Orang tua sudah menjaga hutan ini turun-temurun, bahkan dengan pertumpahan darah. Kitong pu generasi akan jaga ini sampai seumur hidup. Jadi sa membayangkan, di masa depan masyarakat adat masih hidup di sini dan sampai Tuhan datang pun, alam ini masih terjaga begini.
Itu juga yang sa sampaikan kepada teman-teman anak muda adat Knasaimos.
Orang-orang tua kami telah berdiri untuk melawan illegal logging, transmigrasi, dan ekspansi kelapa sawit yang ingin masuk ke wilayah Knasaimos. Dari tahun 1998, mereka membentuk lembaga yang diberi nama Dewan Persekutuan Masyarakat Adat Knasaimos dan memayungi enam subsuku yang ada.

Mereka terus berjuang sampai tahun lalu, ada sebuah peristiwa yang bisa dibilang penting bagi komunitas kami. Kami mendapatkan pengakuan wilayah adat dari Bupati Sorong Selatan, setelah 17 tahun berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah daerah hingga pemerintah pusat.
Waktu menerima SK itu, kami merasa negara sudah sedikit mengakui kami masyarakat adat. Itu satu peristiwa yang kami merasa sangat luar biasa. Upaya kami masih berlanjut dengan harapan berikutnya giliran pemerintah pusat yang mengakui kami. Untuk itu, kami mengajukan permohonan pengakuan hutan adat ke Kementerian Kehutanan di Jakarta.
Anak Muda Menjaga Warisan
Melihat kerja keras orang-orang tua kami yang berjuang itu, tiga tahun lalu kami putuskan membentuk komunitas Anak Muda Adat Knasaimos (AMAK). Kami berpikir penting bagi kami anak muda untuk berdiri bersama-sama melawan program negara yang mengancam nasib masyarakat adat.
Kami buat komunitas ini untuk mengorganisasi muda-mudi di tiap subsuku, merangkul mereka, juga sama-sama menumbuhkan kesadaran. Jika melihat hari ini ada bahaya ke suku lain, jangan tong pikir itu tidak akan menimpa kita juga. Kitong pemuda jangan tidur karena ancaman sudah di depan mata untuk merusak Knasaimos.
Bedanya dengan Dewan Persekutuan Masyarakat Adat Knasaimos yang mengakomodasi semua subsuku, komunitas ini fokus ke konsolidasi pemuda yang ada di komunitas adat. Sa sampaikan ke teman-teman bahwa tong tahu tong punya marga di sini, tong harus berdiri dan berjuang untuk tong punya tanah, hutan, sungai. Bergerak untuk jaga tong punya ini, karena tidak ada marga lain yang akan bergerak untuk jaga tong punya hak-hak itu.
Saat ini, sudah terbentuk empat komunitas, yaitu komunitas adat Sadir Wet Yifi untuk subsuku Kna, Slobailo untuk subsuku Srer, Tival untuk subsuku Imyan, dan Salmetklausa untuk subsuku Salmetkalusa. Tinggal konsolidasi komunitas adat untuk dua subsuku lagi, yaitu Saifi dan Yaben.
Bertukar Cerita Perjuangan Masyarakat Adat di Dunia
Saya mendapat banyak pengalaman dan cerita tentang perjuangan masyarakat adat secara global saat mengikuti Kongres Sedunia untuk Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal dari negara tiga basin di Brazzaville, Kongo, pada bulan Mei lalu. Saya baru tahu bahwa ternyata bukan kami saja yang berjuang untuk menyelamatkan hutan dan sungai kami, tapi banyak orang di negara lain yang juga berjuang untuk melindungi dong punya hutan. Saya bertemu teman-teman dari negara lain yang bisa berjejaring dengan kami untuk memperjuangkan masyarakat adat.
Itu pengalaman yang luar biasa.
Ketika kembali ke Knasaimos, saya sampaikan ke komunitas kami bahwa perjuangan masyarakat adat bukan hanya di Papua, tapi seluruh dunia. Jadi, tong jangan menyerah. Kalau di tempat lain sudah banyak investasi yang masuk, lalu ada yang membujuk untuk terima, tidak bisa begitu. Kita harus kuat jaga tong punya hutan. Dari pertemuan itu, saya makin punya keyakinan bahwa perjuangan masyarakat adat sangat penting.
Sayangnya waktu itu hanya ada sedikit waktu bagi peserta dari setiap negara untuk menyampaikan apa tong punya perjuangan. Kalau diberi waktu bicara, tong bisa sampaikan agar negara-negara yang hadir punya perhatian untuk hutan kami juga, hutan di Papua. Dong harus tahu kalau produk yang dijual ke negara-negara itu hasil deforestasi. Tidak ada dampak baik untuk masyarakat adat.
Nabot Sreklefat, Ketua Anak Muda Adat KNASAIMOS, di Kongres Sedunia Masyarakat Adat dan Komunitas Lo
Dua Tanaman Penopang Kehidupan
Kami di Knasaimos punya nilai dan aturan adat yang sudah mengikat sejak zaman nenek moyang. Tong punya aturan, nilai-nilai, dan cara hidup itu semua sudah diatur oleh adat. Tong punya hidup ini tergantung pada hutan, pada sungai. Tanpa itu, generasi sekarang tidak bisa hidup.
Orang-orang tua, dong jaga sekali hutan adat karena di sana ada tempat-tempat penting yang tidak boleh diganggu atau dirusak oleh siapa pun. Ada dua pohon yang sangat penting di hutan dan tanah adat kami. Satu yang menandai hubungan kami dengan Sang Pencipta, satu lagi untuk kami hidup sehari-hari.
Pertama adalah pohon kayu besi, yang menjadi tempat pendidikan dan ritual adat. Sebelum ada agama, kami masyarakat Knasaimos sudah memiliki kepercayaan dan relasi dengan Sang Pencipta. Jadi jika hutan itu rusak, tempat kami berkomunikasi dan berhubungan dengan Sang Pencipta juga akan hilang.
Pohon penting lainnya yaitu pohon sagu. Di tanah adat Knasaimos, ada satu tempat yang menjadi dusun sagu. Kalau sagu hilang, kami masyarakat Knasaimos akan mati karena kehidupan kami sangat bergantung kepadanya.
Jadi itu dua tanaman penting yang menghidupi masyarakat Knasaimos. Kayu besi untuk menghubungkan manusia dengan Sang Pencipta, dan sagu yang memberikan manfaat untuk kehidupan kami sehari-hari.
Tong tidak bisa hidup tanpa hutan, tanpa sungai, tanpa tong pu sagu.