Suara Buldoser Sebelum Kutbah Jumat di Torobulu

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Tambang

Kamis, 21 Agustus 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Ketegangan antara warga Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra) dan PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) kembali terjadi. Penyebabnya, perusahaan tambang nikel itu masih mencoba menambang di dekat pemukiman, yang berjarak 200 meter dari rumah warga dan dekat dengan sekolah dasar di Torobulu, pada 15 Agustus 2025. 

“Saya sementara membersihkan masjid persiapan sholat jumat, tapi saya dengar suara alat berat, setelah saya telusuri ternyata lokasi tambang tidak jauh dari rumah saya, padahal sebentar saya mau khutbah akhirnya risau lagi perasaan saya,” kata Harjun, warga Torobulu, dalam keterangan tertulis 19 Agustus 2025.

Harjun melanjutkan, suara bersumber dari alat berat yang sedang melakukan aktivitas penambangan yang berada tepat di belakang rumah warga yang berjarak hanya kurang lebih 200 meter. Walhasil warga sempat terlibat cekcok dan perdebatan dengan pekerja (pengawas) pun tidak terelakkan. Warga menginginkan agar melakukan pertemuan di balai desa yang dihadiri oleh kepala desa, warga pemilik lahan, dan warga yang menolak aktivitas tersebut.

“Saya melibatkan diri dalam perjuangan menjaga lingkungan karena perintah agama, seandainya bukan perintah agama saya juga tidak mau, dalam agama sebaik-baiknya orang itu adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain, jadi ketika kita melihat orang yang terdzolimi kita bantu agar kita bisa digolongkan orang-orang yang bermanfaat,” ucap Harjun.

Sejumlah warga yang tergabung dalam Aliansi Pejuang Lingkungan dan HAM Torobulu melakukan aksi demonstrasi, memprotes aktivitas tambang yang sangat dekat dengan SDN 2 Laeya dan rumah warga. Foto: Walhi Sultra.

Menurut warga, aktivitas penambangan PT WIN menimbulkan suara bising dan menghasilkan debu yang mengganggu aktivitas warga, terutama dilakukan jika berada dekat dengan pemukiman. Pada 2019 PT WIN melakukan penambangan secara masif di sekitar sekolah dasar hingga pemukiman warga, kini lahan yang telah direklamasi dan ditanami berbagai jenis pohon kembali menjadi sasaran aktivitas tambang.

Dalam pertemuan antara warga dan pihak perusahaan, yang digelar pada 15 Agustus 2025, terungkap bahwa yang menjadi pemicu adanya aktivitas penambangan itu terjadi, adalah karena adanya beberapa warga yang meminta kepada pihak perusahaan/pemerintah desa untuk dilakukan pembuatan tanggul atau drainase di belakang rumahnya.

Atas dasar itulah perusahaan memberikan persyaratan, bahwa mereka menyanggupi melakukan permintaan warga tersebut jika dibolehkan melakukan aktivitas penambangan terlebih dahulu, tanpa pemberitahuan dengan warga yang memiliki rumah di sekitar aktivitas penambangan tersebut, aktivitas penambangan itu dilakukan. Pertemuan tersebut tak menemui titik terang di antara warga yang menolak aktivitas tambang, dan pemerintah desa yang diwakilkan kepala desa.

Alimuddin, warga Torobulu lainnya, mengaku tak terlalu mempersoalkan tambang, tapi ia memohon agar kegiatan keruk bumi itu jangan meresahkan masyarakat. Sebab, seperti yang terjadi pada 2019, debu yang dihasilkan kegiatan tambang berdampak pada kesehatan anak-anak.

“Dampak debu itu, kalau orang dewasa masih bisa kita hindari (pakai masker), tapi anak-anak kasihan, seandainya halaman rumahmu bisa dipindahkan ke halaman rumahku, maka kamu bisa rasakan apa yang saya rasakan sejak dulu,” kata Alimuddin.

“Kita bersyukur di masjid dan di rumah anak saya itu ada sumur bor, dan digunakan di banyak rumah, kalau tambang di dekat pemukiman dan menggali lebih dalam, nanti itu air da akan pergi di tempat yang lebih dalam,” imbuhnya.

Pertemuan warga dengan PT WIN itu tidak menghasilkan kesepakatan. Karena warga berkeras aktivitas tambang menimbulkan kesengsaraan warga di sekitar lokasi tambang.