Bau Darah Orangutan dalam Mobil Paman Sam
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
SOROT
Senin, 25 Agustus 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Hamparan hutan tropis lebat nan menakjubkan yang membentang sejauh mata memandang di perbukitan karst di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, mendadak berganti hamparan tanah tandus mengerikan. Hamparan ini tercabik-cabik jalanan baru dan lalu lalang alat berat yang memindahkan kayu-kayu besar yang baru saja ditebang dan dipotong. Celakanya, hamparan hutan ini juga merupakan habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus morio).
Kayu-kayu hasil deforestasi atau penebangan hutan alam di lokasi tersebut diduga kuat mencemari industri kendaraan rekreasi (RV-recreational vehicle) di Amerika Serikat, yang dikenal mempromosikan gaya hidup kembali ke alam dan berkelanjutan. Dugaan tersebut muncul dari hasil investigasi Earthsight dan Auriga Nusantara, dua kelompok masyarakat sipil lintas negara yang memantau penghancuran hutan alam di Indonesia.
Hasil investigasi mereka menyimpulkan, lembaran-lembaran kayu lapis ringan dan tahan air jenis meranti atau lauan, yang dihasilkan dari penebangan hutan alam di bagian timur Kalimantan itu, terindikasi dipergunakan untuk dinding, lantai, dan langit-langit kendaraan rekreasi. Sekitar 700 kaki persegi (setara 65 meter persegi) lauan dipakai pada kendaraan rekreasi.
Earthsight dan Auriga memulai investigasi ini lebih dari satu tahun lalu, ketika menelisik peredaran kayu salah satu perusahaan pendeforestasi Indonesia terkemuka PT Mayawana Persada di Kalimantan Barat, yang mengarahkan para penelisik ke salah satu importir kayu lapis yang berbasis di California, Amerika Serikat. Dari temuan inilah keterlibatan industri kendaraan rekreasi dengan penghancuran rumah orangutan kalimantan terungkap.

Berdasarkan penggalian informasi lebih dalam, kelompok masyarakat sipil menemukan bahwa rantai pasok kayu deforestasi ini hanyalah puncak gunung es. Mereka, dua kelompok masyarakat sipil yang berbasis di Amerika Serikat dan Indonesia itu, menemukan bahwa booming kendaraan rekreasi, tanpa disadari didukung oleh warga Amerika yang mencintai alam, telah menjadikan Amerika Serikat sebagai konsumen terbesar kayu hutan tropis Indonesia.
Mereka menemukan indikasi bahwa perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang mengimpor dan menggunakan lauan justru menyadari risiko deforestasi barang-barang tersebut, terlihat dari klaim ke publik bahwa keberlanjutan adalah inti dari bisnisnya. Namun, perusahaan-perusahaan ini justru menghindar membayar tambahan biaya kecil untuk memastikan kayu-kayu yang dibelinya dari sumber yang lebih kredibel.
Akibatnya, rantai pasok kendaraan rekreasi menjadi tercemar kayu-kayu deforestasi, dan penggunanya di Amerika Serikat tanpa sadar turut terlibat perusakan lingkungan pada skala industrial.
“Pemilik kendaraan rekreasi yang mencintai alam pasti terkejut mengetahui hobi mereka turut merusak hutan tropis,” kata Sam Lawson, Direktur Earthsight, dalam sebuah rilis, Rabu (20/8/2025).
Sam berpendapat, produsen raksasa kendaraan rekreasi harus keluar dari tahun bayangan 80-an dan menerapkan standar keberlanjutan minimum sebagaimana diterapkan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat lainnya selama beberapa dekade terakhir.
Earthsight dan Auriga mengaku sudah menyurati perusahaan-perusahaan terkait mengenai temuannya sebelum laporan ini dirilis. Tapi tidak ada yang respons yang diberikan dari perusahaan-perusahaan itu hingga waktu yang ditentukan.
Ketua Auriga Nusantara, Timer Manurung bilang, Indonesia telah kehilangan 23 juta hektare, atau 20%, hutan tropisnya sejak 1990. Itu merupakan kerugian yang luar biasa besar terhadap iklim, ekosistem, dan masyarakat lokal pun adat Indonesia
“Perusakan ini harus dihentikan. Saatnya pembeli, baik di Amerika Serikat maupun negara lainnya, memastikan tidak ada jejak deforestasi Indonesia pada rantai pasoknya,” katanya.
Dari Kalimantan Timur berlayar ke California
Menurut Asosiasi Industri Kendaraan Rekreasi (RV Industry Association) kayu lapis lauan digunakan dalam pembuatan hampir setiap kendaraan rekreasi. Jenis kendaraan rekreasi yang paling populer di Amerika Serikat adalah travel trailer, yang 40% di antaranya dibuat oleh satu perusahaan saja, yakni Thor Industries.
Perusahaan yang terdaftar di bursa saham ini merupakan pembuat kendaraan rekreasi terbesar di dunia dan memiliki berbagai merk kendaraan rekreasi, termasuk Jayco dan Airstream. Situs web Jayco mengkonfirmasi bahwa kendaraan rekreasi yang dibuatnya, termasuk jenis terlaris di Amerika Serikat, yakni Jayco Jay Flight, menggunakan kayu lapis lauan.
Pemasok lauan terbesar Jayco, sebagaimana terlihat saat penganugerahan penghargaan pemasok tahun 2023 perusahaan tersebut, adalah perusahaan bernama MJB Wood. Catatan pengapalan yang diperoleh Earthsight/Auriga Nusantara menunjukkan bahwa salah satu pemasok lauan MJB Wood adalah perusahaan Indonesia PT Kayu Lapis Alam Murni (KLAM).
Pengiriman terkini PT KLAM ke MJB Wood, sebanyak 7 kontainer, berlabuh di Baltimore pada 3 April 2025. Data resmi, yang disampaikan KLAM kepada Pemerintah Indonesia, menunjukkan bahwa 87% kayu tropis yang dipakai perusahaan ini pada 2024 berasal dari satu sumber, yakni konsesi pembabat hutan alam PT Indosubur Sukses Makmur (ISM).
Di dalam konsesi PT ISM inilah pembabatan hutan tropis lebat berubah jadi tanah tandus di Kutai Timur, yang disinggung di awal tulisan, itu terjadi. Data menyebutkan, dalam rentang waktu 2021 hingga 2024, PT ISM diduga kuat telah membabat hutan alam seluas sekitar 1.007 hektare. Sedangkan pada 7 Januari-2 Maret 2025 PT ISM telah membabat 138 hektare, sekitar 3 kali lapangan football Amerika.
Tampak dari ketinggian kendaraan alat berat sedang memuat kayu alam hasil deforestasi ke atas truk di areal kerja PT Indosubur Sukses Makmur. Foto: Auriga/Earthsight.
Juru Kampanye Auriga, Hilman Afif, mengaku timnya telah melakukan kunjungan lapangan dan menyaksikan secara langsung hamparan hutan alam yang hilang di PT ISM dalam proses konversi menjadi kebun kayu monokultur. Daerah-daerah yang tadinya hutan lebat kini berupa hamparan tandus dengan alat-alat berat sibuk mengangkut kayu gelondongan yang telah ditebang dan dipotong.
“Penduduk setempat juga mengeluhkan penebangan pohon dan pembabatan hutan ini memutus akses terhadap sumber daya hutan sebagai mata pencaharian mereka, pun minimnya komunikasi dan kompensasi oleh PT Indosubur Sukses Makmur,” kata Hilman.
Pada 2024, PT ISM diketahui memasok kayu hutan alam ke berbagai perusahaan, salah satunya adalah PT Kayu Lapis Asli Murni (PT KLAM). Data menunjukkan, terdapat 17.853 meter kubik kayu bulat hutan alam, terdiri dari 14.292 meter kubik kayu meranti dan 3.560 meter kubik kayu campuran. Jumlah ini mencapai 87% dari total pasokan kayu bulat hutan alam PT Kayu Lapis Asli Murni pada 2024.
Penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa PT KLAM mengekspor setidaknya 11.712 meter kubik produk kayu, termasuk kayu lapos dan kayu laminasi yang 49,7 persennya diekspor ke Amerika Serikat. Dokumen ekspor menyatakan terdapat 2 perusahaan penerima kayu PT KLAM, yakni Tumac Lumber Co yang mengimpor kayu lapis keras, dan MJB Wood Group yang mengimpor 502 meter kubik kayu lapos meranti notary. Pengiriman terkini ke MJB Group sebanyak 7 kontainer yang berlabuh di Baltimore pada 3 April 2025.
MJB Wood dan Tumac Lumber diketahui merupakan pemasok Patrick Industries—perusahaan pemasok suku cadang penting kepada para pembuat kendaraan rekreasi di Amerika Serikat. Kelompok masyarakat sipil mendapat indikasi bahwa kayu lapis yang digunakan oleh Patrick Industries tercemar dengan kayu deforestasi di PT ISM.
Sementara itu, Thor dan Forest River sendiri adalah konsumen terbesar Patrick Industries, keduanya membeli suku cadang dan bahan baku senilai lebih USD1 miliar (setara Rp16 triliun) dari Patrick Industries pada 2024. Patrick Industries juga memasok Winnebago Industries.
Grafis rantai pasok produk lauan, dari PT Indosubur Sukses Makmur hingga ke sejumlah industri kendararaan rekreasi. Sumber: Earthsight/Auriga.
Kebijakan lingkungan bertanggung jawab Patrick Industries hanya sepanjang satu halaman kertas, menjanjikan “bekerja dengan para vendor untuk memperkuat aspek sosial dan lingkungan produk dan layanan yang diberikan kepada konsumen”. Tidak ada satu kata pun “kayu” dalam laporan keberlanjutan 2024-nya.
Menurut Hilman, data-data yang dihimpun Earthsight/Auriga memang belum bisa menunjukkan kendaraan rekreasi mana saja persisnya yang menggunakan kayu deforestasi, namun data-data ini secara meyakinkan menunjukkan ketercemaran kayu lapis meranti atau lauan tropis dari Indonesia yang diimpor MJB Wood dan Tumac Lumber—dari KLAM dan pemasok lainnya dari Indonesia yang selanjutnya dijual ke para pengguna kendaraan rekreasi di Amerika Serikat—dengan deforestasi di Kalimantan
“Namun, industri kendaraan rekreasi di Amerika Serikat tampaknya sadar betul dengan risiko lingkungan bahan baku lauan, terlihat dari klaim industri ini ke publik bahwa kelestarian merupakan inti dari bisnis ini,” katanya.
Hilman menyebut lauan yang lebih kredibel tidak sulit ditemukan di Indonesia, terlihat dari banyaknya lauan yang diproduksi dari hutan-hutan yang dikelola dengan sertifikat kelestarian FSC (Forest Stewardship Council). Kalkulasi Earthsight menunjukkan bahwa biaya produksi hanya bertambah US$20 (setara Rp325.000) per kendaraan bila menggunakan kayu atau lauan hanya dari area atau perusahaan bersertifikat FSC.
"Temuan investigasi ini mengindikasikan keengganan industri kendaraan rekreasi ini membayar tambahan biaya semurah itu," ujar Hilman.
Banyak habitat orangutan kalimantan tersandera konsesi
Celakanya, hutan yang dibabat oleh PT ISM di konsesinya itu adalah rumah orangutan kalimantan. Menurut hasil analisis spasial, kurang lebih 16.560 hektare atau lebih dari separuh luas areal PT ISM—luas total konsesi sekitar 28 ribu hektare—merupakan habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus morio). Habitat orangutan ini masuk dalam lanskap atau bentang alam Sangkulirang, yang diperkirakan dihuni oleh sekitar 310 individu.
Peneliti Auriga Nusantara, Riszki Is Hardiyanto mengatakan, berdasarkan analisis data Mapbiomas Indonesia, per Desember 2024, luas hutan alam tersisa di konsesi PT ISM luasnya sekitar 23 ribu hektare. Sekitar 15 ribu hektare di antaranya berada di habitat orangutan.
Riszki mengatakan, bila perusahaan tersebut tetap melanjutkan pembukaan hutan, demi pembangunan kebun kayunya, maka orangutan akan semakin terdesak, karena kehilangan rumahnya. Potensi terjadinya orangutan terlantar hingga berujung pada interaksi negatif dengan masyarakat yang tinggal di pemukiman sekitar konsesi sangat besar.
“Kalau rumahnya dirampas bisa jadi dia (orangutan) jadi gelandangan ke pemukiman terus berakhir konflik. Jadi enggak cuma orangutan saja yang rugi, tapi manusia juga bisa mengalami kerugian,” katanya, Jumat (22/8/2025).
Menurut Riszki, perusahaan yang areal kerjanya tumpang tindih dengan habitat orangutan dan atau satwa dilindungi lainnya, mesti menyiapkan areal khusus untuk konservasi, bukan hanya menyisakan tapi harus disiapkan dari awal. Karena orangutan merupakan satwa dilindungi, maka pihak perusahaan juga harus mengupayakan konservasinya.
“Karena kalau cuma disisakan saja (areal), khawatir areanya kecil atau bahkan area yang tidak sesuai untuk konservasi orangutan,” ujarnya.
Tapi ancaman kegiatan usaha kehutanan di Kalimantan terhadap habitat orangutan tidak hanya terjadi di PT ISM saja. Data menunjukkan, luas habitat orangutan yang tumpang tindih dengan areal usaha kehutanan di Kalimantan cukup besar, yakni sekitar 6.156.569 hektare.
Tumpang tindih habitat orangutan dengan konsesi kehutanan ini terjadi di areal kerja 218 unit perusahaan. Salah satunya PT Mayawana Persada yang berlokasi di Kalimantan Barat. Menurut data sekitar 49.208 hektare dari sekitar 138 ribu hektare total luas konsesi PT Mayawana merupakan habitat orangutan, dan beberapa waktu lalu perusahaan ini dilaporkan telah membabat hutan alam seluas lebih dari 33 ribu hektare, dalam rentang waktu 2021-2023, yang di antaranya merupakan habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii).
Industri kendaraan rekreasi harus bersihkan bahan bakunya
Earthsight dan Auriga mendorong agar Thor Industries, Forest River, dan Winnebago, serta para pemasoknya termasuk MJB Wood dan Patrick Industries, segera melakukan langkah nyata yang memastikan rantai pasoknya bebas dari kayu deforestasi. Menurut mereka, perusahaan-perusahaan ini mesti segera membentuk tim ahli independen untuk menelisik (assessment) rantai pasok kayunya, melacaknya hingga ke titik tebangan, dan merilisnya ke publik.
Kemudian, mereka juga mendorong agar perusahaan-perusahaan ini mengeluarkan kebijakan pembelian kayu yang cukup jelas dan tegas sebagaimana yang telah dilakukan oleh perusahaan Amerika Serikat lainnya yang pernah mengalami risiko deforestasi sejenis. Kebijakan ini mencakup salah satunya larangan pembelian kayu dari pabrik/produsen yang menggunakan kayu deforestasi.
Perusahaan-perusahaan ini juga perlu memastikan setiap kayu yang dipakai memiliki sertifikat legal, lestari, dan bebas-deforestasi oleh FSC sesuai dengan standar kepatuhan-EUDR yang baru dan lebih ketat. Kelemahan-kelemahan FSC juga dinilai perlu dijawab dengan memastikan ketertelusuran penuh (full traceability) yang diperiksa melalui audit dan pengujian ilmiah, dan mewajibkan publikasi laporan tahunan pelaksanaan kebijakan tersebut.
Kayu lapis lauan yang digunakan pada dinding dan atap kendaraan rekreasi yang diproduksi Jayco. Sumber: Earthsight/Alice McCall.
Earthsight dan Auriga juga berpendapat agar para pembeli kendaraan rekreasi harus menuntut agar pembuat kendaraan rekreasi mengambil langkah-mendesak nyata yang disebut di atas. Konsumen mestinya menolak membeli kendaraan rekreasi sebelum para pembuatnya melaksanakan hal-hal tersebut.
“Para pembeli kendaraan rekreasi perlu mendesak semua ini ke distributor (dealer) setempat, yang semestinya melanjutkan desakan tersebut ke pabrikan kendaraan rekreasi,” ucap Hilman.
Hilman menambahkan, menurut informasi yang pihaknya kumpulkan, Thor Industries (THO), Winnebago (WGO), dan Forest River (melalui Berkshire Hathaway - BRK) terdaftar di Bursa Efek New York, sedangkan Patrick Industries (PATK) terdaftar di NASDAQ. Untuk itu investor dan pemilik saham perusahaan-perusahaan ini harus meminta adanya tindakan nyata perusahaan terhadap hal-hal yang diangkat laporan ini.
“Karena mengancam reputasi merk, penjualan, dan laba, serta bertentangan dengan janji-janji keberlanjutan yang selama ini disampaikan kepada investor/pemegang saham,” ujar Hilman.