Mapbiomas Indonesia 4.0: Cerita 34 Tahun Lahan Negeri Kita

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hutan

Selasa, 26 Agustus 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Tutupan lahan di Indonesia mengalami perubahan, seiring semakin masifnya operasi industri ekstraktif berbasis lahan yang menjamur di berbagai daerah. Dinamika tutupan lahan itu kini terekam dan cukup mudah dipelajari lewat platform Mapbiomas Indonesia Koleksi 4.0 yang dirilis 11 lembaga masyarakat sipil lintas negara, pada Selasa (26/8/2025).

Koordinator Mapbiomas Indonesia, Timer Manurung, mengatakan, peluncuran Mapbiomas Indonesia Koleksi 4.0 ini adalah hadiah dari masyarakat sipil untuk Indonesia, yang baru saja merayakan 80 tahun kemerdekaannya. Seperti slogan Mapbiomas Indonesia, yakni learning from the past for the future, Timer berhadap melalui peta interaktif ini Indonesia bisa belajar dari masa lalu untuk masa depan yang lebih baik, khususnya dalam hal pengelolaan lahan.

Timer mengatakan, delapan dekade lalu para pendiri bangsa memperjuangkan kemerdekaan politik Indonesia, dan kini generasi penerus bangsa menghadapi tantangan menjaga kemerdekaan dan keadilan ekologis, termasuk memastikan tanah, hutan, air, dan udara tetap menjadi penopang hidup rakyat.

Untuk itu, lanjut Timer, Mapbiomas Indonesia Koleksi 4.0 hadir sebagai alat pengetahuan bersama untuk melanjutkan cita-cita tersebut. Menurut Timer, kemerdekaan tidak hanya soal bebas dari penjajahan, tapi juga soal merdeka menentukan arah pembangunan tanpa mengorbankan hutan dan tanah air.

Pantauan lapangan oleh tim Auriga Nusantara memverifikasi deforestasi yang terjadi di areal konsesi PT Kayan Kaltara Coal di Kalimantan Utara. Foto ini diambil pada 27 Desember 2024. Sumber: Auriga Nusantara.

“Data Mapbiomas ini adalah wujud kedaulatan anak bangsa,” ujar Timer, dalam acara rilis Mapbiomas Indonesia Koleksi 4.0, yang digelar di Hotel Santika, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

Timer menjelaskan, apabila sebelumnya hanya ada 11 kelas tutupan lahan, pada versi Koleksi 4.0 ini terdapat 13 kelas, dengan tambahan kelas pemukiman dan hutan rawa gambut. Dengan itu, Mapbiomas mampu menggambarkan dinamika bentang alam Indonesia secara lebih detail, dari hutan hingga permukiman padat penduduk (urban area).

Menurut Timer, selama 34 tahun terakhir, perubahan tutupan lahan Indonesia menggambarkan cerita besar, yakni ekspansi perkebunan, urbanisasi, degradasi hutan, sekaligus upaya perlindungan kawasan penting. Dengan Mapbiomas Koleksi 4.0, semua pihak dapat membaca kisah tersebut secara terbuka.

“Peluncuran ini menjadi kado kemerdekaan 80 tahun Indonesia—sebuah pengetahuan kolektif agar tanah air tidak hanya merdeka secara politik, tetapi juga lestari secara ekologis untuk generasi mendatang,” ucapnya.

Koordinator Mapbiomas Indonesia, Timer Manurung, saat membuka peluncuran Mapbiomas Indonesia Koleksi 4.0 di Hotel Santika, Jakarta, Selasa (26/8/2025). Foto: Auriga Nusantara.

Timer menjelaskan, Mapbiomas Indonesia Koleksi 4.0 hadir dengan berbagai pembaruan yang membuatnya semakin mudah diakses dan digunakan oleh publik. Peta ini dapat diakses gratis dan terbuka untuk siapa saja, sehingga masyarakat, akademisi, pemerintah, pemilik usaha hingga jurnalis dapat memanfaatkannya tanpa hambatan. Antarmuka barunya dirancang lebih ramah pengguna, sehingga navigasi data menjadi lebih sederhana dan intuitif.

Selain itu, imbuh Timer, Mapbiomas 4.0 kini bersifat interaktif, yang memungkinkan pengguna melakukan analisis data secara langsung, menggambar poligon sesuai kebutuhan, hingga menambahkan data mereka sendiri dalam bentuk shape file.

Lebih jauh, platform ini juga diperkuat dengan tools berbasis artificial intelligence (AI) yang mampu mempercepat proses analisis spasial dengan tingkat presisi yang lebih tinggi, menjadikannya sebagai salah satu instrumen paling canggih dalam pemetaan tutupan lahan di Indonesia.

Peneliti Auriga Nusantara, Dedi Sukmara, menyebut ada empat elemen kunci yang menjadi DNA Mapbiomas Indonesia, yaitu pemetaan secara historis tahun per tahun di seluruh Indonesia, pemrosesan pixel by pixel, proses tidak dilakukan secara manual melainkan menggunakan AI, dan kolaborasi jejaring serta diproses berdasarkan cloud computing (Google Earth Engine-GEE).

Para peneliti jaringan Mapbiomas Indonesia berfoto bersama usai peluncuran Mapbiomas Indonesia Koleksi 4.0 di Hotel Santika, Jakarta, Selasa (26/8/2025). Foto: Auriga Nusantara.

Dedi bilang, berdasarkan analisis Mapbiomas, pada 2024, tutupan lahan di Indonesia didominasi oleh vegetasi alami, yakni sebesar sekitar 68,3 persen, dan 26,9 persen sisanya sebagai pertanian. Dalam rentang waktu 1990-2024, Indonesia telah kehilangan hutan alam seluas 18 juta hektare. Hutan alam yang hilang itu terdiri dari formasi hutan, hutan rawa gambut dan mangrove.

“Formasi hutan merupakan hutan alam dengan luas kehilangan terbesar yang mencapai 10 juta hektare. Sedangkan hutan rawa gambut menjadi hutan alam dengan persentase kehilangan terbesar sekitar 42,5 persen,” ujarnya.

Peluncuran Mapbiomas Indonesia Koleksi 4.0 ini digelar dengan menghadirkan seluruh peneliti jaringan Mapbiomas Indonesia yang terdiri dari Auriga Nusantara, Woods Wayside International (WWI), HAkA (Aceh), HaKI (Sumatera Selatan), Genesis (Bengkulu), Sampan (Kalimantan Barat), Save Our Borneo (Kalimantan Tengah), Green of Borneo (Kalimantan Utara), Komiu (Sulawesi Tengah), Mnukwar (Papua Barat), dan Jerat (Papua).

Selain jaringan Mapbiomas Indonesia, acara tersebut juga dihadiri oleh perwakilan lembaga masyarakat sipil yang ada di Jakarta, dan para akademisi. Acara ini diselingi dengan pentas musik serta diskusi dan tanya jawab singkat dengan sejumlah akademisi, perwakilan lembaga masyarakat sipil dan perwakilan lembaga pemerintah, yakni Projo Danoedoro Guru Besar Remote Sensing for Land Ecology Fakultas Geografi UGM, Kasmita Widodo Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat, dan Belinda Arunawati Margono Sekretaris Utama Badan Informasi Geospasial.